Alasan Pemkot Bekasi sulit tertibkan ribuan bangunan liar
Keberadaan bangunan liar tersebut dianggap cukup mengganggu. Menimbulkan penyempitan jalan yang mengakibatkan kemacetan.
Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, kesulitan menertibkan bangunan liar di wilayahnya. Tercatat ada sekitar ribuan bangunan berdiri di atas lahan negara berada pada 54 titik Kota Bekasi.
Kasi Pembongkaran Bangunan pada Dinas Tata Kota Bekasi, Bilang Nauli Harahab mengatakan, pemerintah kesulitan menertibkan bangunan liar tersebut karena tak ada ketersediaan rumah susun sewa sederhana (Rusunawa) untuk merelokasi warga penghuni bangunan liar tersebut.
"Kami inginnya seperti di Jakarta. Gusur bangunan liar kemudian memindahkan penghuninya ke rumah susun. Tapi, kami kesulitan karena rumah susun di Kota Bekasi terbatas, dan juga sudah penuh," kata Bilang di Bekasi, Jumat (10/6).
Padahal menurut dia, keberadaan bangunan liar tersebut dianggap cukup mengganggu. Selain menimbulkan penyempitan jalan yang mengakibatkan kemacetan, juga menjadi biang penyebab banjir di setiap titik yang ada bangunan liar.
"Selain itu, keberadaan bangunan merusak keindahan kota, karena berdiri di atas lahan yang bukan peruntukannya," ujar Bilang.
Selain kendala rumah susun, kata dia, pemerintah setiap melakukan penertiban juga harus bersamaan dengan program SKPD lain. Misalnya, Dinas Bina Marga dan Tata Air yang akan membangun pedestrian jalan, sehingga dinasnya segera menertibkan bangunan liar.
"Kalau hanya dibongkar tapi tidak ada pembangunan, enggak lama lagi bangunan liar tersebut akan muncul lagi," ujarnya.
Bilang mengatakan, mayoritas penghuni bangunan liar tersebut merupakan warga pendatang dari luar daerah. Mereka mendirikan bangunan di atas lahan negara seperti bantaran kali maupun badan jalan untuk membuka usaha sekaligus tempat tinggal.
"Tempat tinggal mereka juga tidak higienis, cenderung kumuh," ujar Bilang.
Karena itu, ada indikasi bahwa makanan olahan yang dijual oleh penduduk di pemukiman liar tersebut juga tidak higienis. Karena itu, pihaknya meminta kepada instansi terkait mengecek dan menyelidiki.
"Kasihan, korbannya adalah warga lain yang tidak tahu kemudian membeli begitu saja untuk dikonsumsi," katanya.