Anggota Komisi III Minta Pelaku Penyiksaan Napi di Lapas Yogyakarta Dihukum Berat
Jazuilul mendorong Kementerian Hukum dan HAM dan pihak lapas meningkatkan pengawasan dengan menggunakan teknologi yang canggih. Dengan begitu, semua kegiatan dalam lapas terpantau dan menghindari penyalahgunaan wewenang.
Anggota Komisi III DPR RI Jazilul Fawaid menyayangkan kejadian penyiksaan di lapas yang terus berulang. Ia menilai kejadian itu sebagai bukti lemahnya kedisiplinan dan pengawasan kepada pegawai lapas.
Terbaru, Komnas HAM menemukan dugaan tindakan penyiksaan terhadap warga binaan pemasyarakatan (WBP) di Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta.
-
Kapan patung kepala ular raksasa itu ditemukan? 'Kepala' ular raksasa warna-warni muncul dari bawah gedung fakultas hukum di salah satu universitas di Mexico City, Meksiko, setelah gempa mengguncang wilayah tersebut tahun lalu.
-
Kapan Raden Rakha lahir? Raden Rakha memiliki nama lengkap Raden Rakha Daniswara Putra Permana. Ia lahir pada 16 Februari 2007 dan kini baru berusia 16 tahun.
-
Kenapa seni rupa penting? Seni rupa, sebagai salah satu cabang seni yang sangat beragam dan kaya akan ekspresi kreatif, telah memberikan sumbangan berharga dalam menggambarkan kompleksitas dunia visual.
-
Kapan Paspampres dibentuk? Paspampres adalah salah satu dari Badan Pelaksana Pusat Tentara Nasional Indonesia (TNI).
-
Kapan kepala ular raksasa tersebut ditemukan? Pasca kejadian gempa bumi yang berkekuatan 7,6 skala richter ini telah merusak beberapa bangunan dan salah satu sekolah hukum di kota ini. Pada proses pembongkaran ternyata pada pondasi bangunan ini ditemukan sebuah patung yang berasal dari zaman Aztec 500 tahun lalu.
-
Kapan Gewa lahir? Mutia mengungkapkan bahwa anaknya yang lahir pada 28 Februari 2020 sudah semakin besar dan dapat memilih pakaian yang ingin dikenakannya.
"Terulangnya kejadian seperti ini bukti lemahnya disiplin dan pengawasan pegawai lapas," tegas Jazilus kepada wartawan, Rabu (9/3).
Jazuilul mendorong Kementerian Hukum dan HAM dan pihak lapas meningkatkan pengawasan dengan menggunakan teknologi yang canggih. Dengan begitu, semua kegiatan dalam lapas terpantau dan menghindari penyalahgunaan wewenang.
"Gunakan teknologi yang canggih untuk pengawasan dan disiplin agar semua terpantau dan tidak ada penyalahgunaan,” tegas politisi PKB ini.
Dia juga meminta agar petugas lapas yang melakukan penyiksaan diberi sanksi berat. Di sisi lain, korban penyiksaan juga dipulihkan jiwanya.
“Berikan sanksi yang berat bagi pelanggar disiplin yang perilakunya melampau batas kemanusiaan. Investigasi pelakunya dan pulihkan kejiwaan korbannya," imbuhnya.
Jazilul menilai, Kemenkumham tak cukup hanya menyampaikan permohonan maaf kepada warga binaan. Permohonan maaf saja tidak lantas membuat perkara ditutup dan dianggap selesai.
“Tidak cukup dengan hanya menyampaikan permohonan maaf lantas perkara ditutup dan dianggap selesai. Harapan kami, jangan saling lempar tanggung jawab. Berikan sanksi disiplin bagi yang lalai dan melenceng dari tugas," pungkasnya.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkap sejumlah dugaan tindakan merendahkan martabat dan penyiksaan yang terjadi dalam dua tahun terakhir di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Kelas II A Yogyakarta.
Pemantau Aktivitas HAM Komnas HAM, Wahyu Pratama Tamba mengatakan, setidaknya ada sejumlah tindakan merendahkan martabat yang disertai tindakan penyiksaan menimpa para warga binaan pemasyarakatan (WBP) atau narapidana.
"Benar terjadi penyiksaan, kekerasan dan perlakuan merendahkan martabat manusia yang dilakukan petugas Lapas," katanya dalam keterangan tertulisnya, Selasa (8/3).
Dia menjabarkan tindakan perlakuan merendahkan martabat WBP diantaranya seperti pemotongan jatah makanan, memakan muntahan, meminum air seni dan mencuci muka menggunakan air seni.
Bahkan tidak hanya itu, tindakan merendahkan martabat yang diduga dilakukan para penjaga lapas ini juga kerap menyuruh para WBP untuk melakukan hal yang merendahkan secara telanjang tubuh.
"Telanjang dan diminta mencabut rumput sembari dicambuk menggunakan selang, disuruh melakukan tiga gaya bersetubuh dalam posisi telanjang, penggundulan rambut dalam posisi telanjang," ujarnya.
"Disuruh jongkok dan berguling-guling di aspal dalam keadaan telanjang, memakan buah pepaya busuk dalam kondisi telanjang yang disaksikan sesama WBP," sambung Wahyu.
Selain itu, Wahyu menyebut para WBP secara fisik juga kerap mengalami tindakan kekerasan secara langsung seperti pemukulan, pencambukan menggunakan selang, diinjak, direndam di kolam lele, hingga disiram air garam atau air rinso pada dini hari.
Bahkan tindakan penyiksaan, kekerasan dan perlakuan merendahkan martabat juga dialami oleh tahanan titipan yang mana seharusnya ada mekanisme khusus terhadap tahanan titipan.
"Akibatnya, tindakan kekerasan yang dilakukan mengakibatkan rasa sakit, luka dan trauma psikologis," tuturnya.
Dalam investigasi ini, Komnas HAM juga menemukan tiga belas alat yang dipakai untuk penyiksaan, diantaranya selang, kayu, kabel, buku apel, tangan kosong, sepatu PDL, air garam, air Rinso, pecut sapi, timun, dan sambal cabai, Sandal dan barang-barang yang dibawa oleh tahanan baru.
"Kekerasan tersebut menimbulkan luka-luka di area punggung, kaki dan tangan," sebutnya.
Terjadi Ketika Pergantian Struktur Lapas
Lebih lanjut, Wahyu juga menyebut jika tindakan pelanggaran tersebut mulai terjadi manakala adanya perubahan struktur kepemimpinan di Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta dan upaya pembersihan lapas oleh kepemimpinan yang baru.
Dimana hal tersebut terjadi pada kisaran pertengahan Tahun 2020 setelah adanya pergantian struktur lapas dimana dalam kondisi ini intensitas kekerasan semakin meningkat. Bahkan dalam periode itu ditemukan 2828 pil sapi, 315 HP, 227 bunker dan barang terlarang lainnya.
Kemudian, pada akhir pasca tahun 2020 ketika kembali terjadi pergantian struktur pejabat dalam lapas, yaitu pergantian Kalapas dan Ka. KPLP di akhir Tahun 2020 tataban kehidupan WBP memang menjadi lebih teratur dan lebih disiplin.
Dimana, sikap WBP menjadi lebih hormat kepada petugas dan penerapan baris- berbaris dalam melakukan setiap kegiatan juga masih tetap diterapkan secara teratur dan terjadwal oleh setiap blok hunian.
(mdk/fik)