Apa Beda Solo, Sala dan Surakarta, Ini Penjelasan serta Sejarahnya
Masyarakat Indonesia bahkan Kota Bengawan sendiri acap kali bingung membedakan nama atau sebutan Solo, Sala dan Surakarta. Kerancuan ini terjadi cukup lama.
Masyarakat Indonesia bahkan Kota Bengawan sendiri acap kali bingung membedakan nama atau sebutan Solo, Sala dan Surakarta. Kerancuan ini terjadi cukup lama.
Ada masyarakat yang menyebut Kota Bengawan dengan nama Solo atau Surakarta. Selain itu, dalam hal penulisan dan pelafalannya pun, masyarakat ada yang suka menggunakan nama 'Solo' dan ada juga yang menggunakan 'Sala'. Lalu manakah sebutan atau nama yang benar?
-
Apa yang terbakar di Solo? Pada Selasa (3/10), terjadi kebakaran di sebuah gudang rongsok yang terletak di Kampung Joyosudiran, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, Jawa Tengah.
-
Apa itu Selat Solo? Selat Solo menjadi salah satu kuliner yang bisa menjadi pilihan saat berkunjung ke Kota Surakarta, Jawa Tengah.
-
Apa tujuan dari Serangan Umum Surakarta? Meski dihujani bom-bom dari udara, para pejuang gerilya terus melakukan perlawanan dan pertempuran tanpa pandang bulu. Mereka tetap konsisten menyerang pos-pos Belanda lalu masuk ke kampung bersama rakyat lainnya.
-
Kapan Serangan Umum Surakarta terjadi? Serangan yang berlangsung selama 4 hari berturut-turut di Solo ini berhasil menyatukan seluruh elemen masyarakat melawan gempuran pasukan penjajah.
-
Apa alasan Serangan Umum Surakarta dilakukan? Pertempuran 4 hari 4 malam ini untuk melawan adanya Agresi Militer Belanda II.
Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof. Warto menerangkan, ada sejarah di balik nama Solo dan Sala. Menurutnya, pada awalnya nama yang benar adalah Sala.
Alasannya, karena kota yang berada di tepi Sungai Bengawan Solo ini dulunya merupakan sebuah desa 'perdikan' yang bernama Desa Sala. Dahulu, desa ini dipimpin oleh seorang kiai bernama Ki Gede Sala atau biasa disebut juga Kiai Sala.
"Itu nama yang punya sejarah panjang. Jadi, Kota Solo yang sekarang kita kenal itu kan awalnya dari sebuah perpindahan kerajaan Mataram Islam dari Kartosuro ke Surakarta tahun 1745," terang Warto, Solo, Rabu (17/2).
Kemudian, lanjut dia, seiring kedatangan orang-orang Belanda, penyebutan nama Sala yang semula menggunakan huruf 'a' berubah menjadi 'o'. Sehingga pelafalannya berubah menjadi Solo.
"Dengan huruf 'a'. Ingat huruf Jawa 'o' dan 'a' punya perbedaan yang sangat penting. Kalau Sala ditulis dengan huruf Jawa nglegena atau telanjang. Kalau ditaling-tarung jadi 'o' makanya So–lo gitu. Dan, alasannya Sala jadi Solo karena orang Belanda susah ngomong Sala," jelasnya.
Guru Besar Bidang Ilmu Sejarah UNS ini menjelaskan, Desa Sala yang awalnya merupakan desa perdikan berubah menjadi pusat kerajaan dengan berdirinya Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Pemilihan Desa Sala sebagai lokasi baru keraton didasarkan pada pertimbangan Tumenggung Hanggawangsa, Tumenggung Mangkuyudha, dan J.A.B. van Hohendorff usai Keraton Kartasura hancur akibat 'Geger Pecinan'.
Dalam sejarahnya, Geger Pecinan terjadi akibat pemberontakan pada tahun 1740 yang berhasil menghancurkan Keraton Kartasura. Walaupun Keraton Kartasura berhasil direbut kembali, namun Pakubuwana II yang kala itu masih berkuasa menganggap lokasi keraton sudah kehilangan 'kesuciannya'. Ia kemudian berinisiatif memindahkannya ke lokasi yang baru. Dan, terpilihlah Desa Sala sebagai lokasi baru keraton.
"Sala itu sebuah desa yang ditempati untuk Keraton Surakarta Hadiningrat dengan penguasanya Paku Buwana. Apa bedanya Sala dengan Surakarta? Kalau Surakarta adalah nama kerajaan sama dengan Keraton Kartosuro setelah pindah ke Desa Sala," tambahnya.
Seiring perjalanan waktu, dikatakannya, Surakarta yang merupakan nama dari sebuah keraton ditetapkan menjadi nama resmi kota administratif. Sehingga untuk nama resmi, penulisan yang benar adalah Kota Surakarta. Sedangkan, nama Solo atau Sala adalah penyebutan populer atau yang umum di masyarakat.
"Perbedaan istilah tidak mengubah substansi, ya tetap sama," pungkas Warto.
Baca juga:
Gibran Belum Dilantik Jadi Wali Kota, ASN Solo Terancam Tak Gajian
Gibran Belum Dilantik, Sekda Jadi Plh Wali Kota Solo
FX Rudy Minta Gibran Tidak Alergi Dikritik
Apresiasi FX Rudy-Purnomo, PKS Kini Siap Kritisi Kinerja Gibran-Teguh di Solo
Selesai Jadi Wali Kota Solo, FX Rudy Mengaku Tidak Akan Meninggalkan Dunia Politik
Potret GKR Timoer Putri Raja Solo Gandeng Tangan Paundrakarna Cucu Soekarno