Aturan Waktu Makan 20 Menit Selama PPKM Sulit Diterapkan & Rawan Konflik di Lapangan
Aturan membatasi pengunjung maksimal 20 menit menyantap makanan di rumah makan ini dinilai sulit diterapkan di lapangan. Kebijakan yang tepat adalah membatasi jumlah pengunjung rumah makan.
Pemerintah memutuskan memperpanjang pelaksanaan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 sampai 2 Agustus mendatang. Salah satunya aturan membatasi pelaksanaan kegiatan makan atau minum di tempat umum PPKM Level 4.
Dalam Inmendagri ditandatangani Tito disebutkan operasional dan pengunjung rumah makan dibatasi dan waktu makan di tempat maksimal 20 menit. Pelaksanaan terkait kebijakan ini akan diatur oleh Pemda setempat.
-
Dimana PKM dibentuk? PKM merupakan program yang secara khusus dibentuk oleh Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (KEMENRISTEK DIKTI) Republik Indonesia.
-
Kapan PPK Pemilu dibentuk? Menurut peraturan tersebut, PPK dibentuk paling lambat 60 hari sebelum hari pemungutan suara.
-
Apa itu PPPK? PPPK adalah singkatan dari Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. Dengan kata lain, seorang warga negara Indonesia yang memenuhi syarat bisa diangkat menjadi pegawai pemerintah berdasarkan perjanjian kerja dalam jangka waktu tertentu.
-
Apa tujuan utama dari PKM? Secara umum, PKM bertujuan untuk mempersiapkan sumber daya mahasiswa yang berorientasi ke masa depan dan ditempa dengan transformasi Pendidikan Tinggi sehingga menjadi lulusan yang unggul, kompetitif, adaptif, fleksibel, produktif, berdaya saing dengan karakter Pancasila, serta memandu mahasiswa menjadi pribadi yang tahu dan taat aturan; kreatif dan inovatif; serta objektif dan kooperatif dalam membangun keragaman intelektual.
-
Apa saja jenis PPKS yang ditemukan di Jakarta? Contoh PPKS yang dijangkau adalah manusia gerobak, manusia silver, pengemis, dan badut.
Aturan membatasi pengunjung maksimal 20 menit menyantap makanan di rumah makan ini dinilai sulit diterapkan di lapangan. Kebijakan yang tepat adalah membatasi jumlah pengunjung rumah makan.
"Kebijakan yang tidak implementatif karena sulit diterapkan itu. Meskipun tujuannya itu agar masyarakat tidak berkerumun, tidak ngobrol di situ karena dikhawatirkan menular. Tetapi menurut saya itu malah irasional, padahal yang paling rasional itu pembatasan 20 persen atau 30 persen pengunjungnya bukan jamnya," kata Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah saat dihubungi merdeka.com, Selasa (27/7).
Trubus juga mengkritik rencana pelibatan aparat dalam menerapkan aturan tersebut. Menurut dia, pelibatan anggota TNI maupun Polri untuk mengawasi waktub pengunjung rumah makan itu tidak efektif lantaran telah memiliki tanggung jawab untuk membantu menyalurkan bantuan sosial (bansos) dan vaksinasi kepada masyarakat.
"Karena kalau nanti siapa yang tentukan 20 menit dan lebihnya. Memang itu harus ada yang menentukan timernya, bagaimana ini. Meskipun dikatakan TNI/Polri akan turun, tapi saya rasa TNI/Polri juga enggak akan mau nungguin orang makan 20 menit atau lebih. Jadi saya melihat, takutnya ini hanya seperti asumsi saja," ujar dia.
Selain itu, Trubus juga mengkhawatirkan penerapan aturan ini menimbulkan konflik di lapangan. Konflik yang dimaksud yaitu ketika petugas menindak dan menjatuhkan sanksi bagi para pedagang atau pelaku usaha berdasarkan asumsi karena dianggap telah melanggar waktu operasional.
"Saya khawatir ini dijadikan asumsi oleh petugas PPKM untuk melakukan penindakan gitu loh. Asumsinya, sebenarnya kurang dari 20 menit, cuma asumsinya terlalu lama di situ. Kayak kemarin yang diberi sanksi seperti tukang bubur di denda Rp5 juta, cuma karena ada empat orang yang pada saat itu makan di TKP. Karena Satpol PP lewat di situ kemudian berasumsi di situ," ujar dia.
"Padahal dia menerima dari pagi hanya menerima empat orang aja, karena orang itu nekat makan di situ. Apalagi kenapa yang didenda pemiliknya doang, yang makan enggak didenda. Harusnya kan yang makan dikasih sanksi juga, nah itu juga persoalan," tambahnya.
Oleh karena itu, Trubus meminta agar aturan yang dibuat haruslah jelas siapa yang bertanggung jawab atas aturan pembatasan waktu makan 20 menit ini. Karena kalau hal tersebut tidak diatur dikhawatirkan bisa terjadi konflik dan gesekan di lapangan.
"Saya khawatirnya, ada gesekan bentrokan di masyarakat, padahalkan sudah berulang kali selama PPKM Darueag aja, sudah berapakali terjadi tindakan arogansi dan kekerasan. Jadinya membuat aturannya ini kan kaya aya-aya wae," tuturnya.
Pada kesempatan berbeda, Pengamat kebijakan publik Lisman Manurung menilai kebijakan tersebut tujuannya baik, namun kebijakan tersebut haruslah disesuaikan dengan peraturan daerah melihat dari kondisi pada daerah masing-masing.
"Tujuannya sangat baik. Tujuannya ialah supaya UMKM bisa memperoleh penghasilan. Namun yang perlu dipikirkan ialah bahwa PPKM itu diterapkan di 500-an lebih kabupaten kota," tuturnya.
Walaupun, kata Lisman, setiap aturan pasti memiliki resiko masing-masing. Namun harus ada aturan teknis yang lebih jelas mengatur tahapan penegakan sanski tersebut, janhan sampai aturan dilimpahkan kepada sesama warga yang dalam hal ini pemilik usaha.
"Apakah warga yang diwajibkan dalam 20 menit harus selesai makan, atau pengunjung bisa diusir oleh petugas jika lebih lama dari 20 menit? Tentu kebijakan publik tidak bisa membuat pelimpahan untuk penegakan aturan kepada sesama warga," sebutnya.
Komunitas Warteg Protes
Aturan ini juga mendapat protes keras dari Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara). Ketua Kowantara Mukroni mempertanyakan apa alasan pemerintah membatasi pengunjung makan maksimal 20 menit.
"Pemerintah ini enggak ngerti tentang perwategan atau warung makan jadi kebijakannya itu absurd, ngawur ini," kata Mukroni saat dihubungi Liputan6.com, Senin (26/7).
Dia juga mengatakan pihaknya menolak dengan adanya kebijakan tersebut. Sebab untuk pengawasan dan pengontrolannya pun tidak jelas dan mempersulit pemilik warung.
Menurut Mukroni waktu makan setiap pelanggan itu tidak dapat disamakan. Misalnya anak muda dengan para orang tua ataupun lansia.
"Kan banyak tukang sapu yang udah sepuh, pensiun suruh makan 20 menit. Kalau kesedak meninggal dunia siapa yang mau tanggungjawab. Gimana?" ucapnya.
Selain itu, Mukroni menyebut warteg memiliki klasifikasi menurut pendapatan dan kondisi warungnya. Ada kelas kecil, menengah dan atas.
"Pembatasan orang kan tergantung warung misalnya warungnya kecil enggak apa-apa (tiga orang). Kalau warungnya besar masa tiga orang kan susah juga. Warteg ini ada kelasnya ada omzet di bawah 1 juta ada di bawah 3 juta sampai ke atas kelasnya," jelas dia.
Alasan Aturan Batas Makan 20 menit
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian berharap kebijakan dalam penerapan PPKM Darurat level 4 bisa diterapkan dengan baik oleh masyarakat. Salah satunya mengenai kebijakan pemerintah terkait pembatasan waktu makan pengunjung saat PPKM Level 4.
Dalam Inmendagri ditandatangani Tito disebutkan operasional dan pengunjung rumah makan dibatasi dan waktu makan di tempat maksimal 20 menit.
Tito meminta agar eksekusinya dalam penegakan aturan dilakukan mulai dari pemerintah daerah, Satpol PP, TNI-Polri, serta pelaku usahanya sendiri dan juga sekaligus kepada masyarakat.
"Jadi memang ada tiga pihak yang penting untuk bisa efektifnya berlaku aturan ini. Yang pertama dari masyarakat sendiri, dan melalui forum ini saya kira tolong masyarakat juga bisa memahami kenapa perlu ada batas waktu tersebut. Prinsipnya saya kira 20 menit cukup bagi kita untuk makan di suatu tempat," kata Tito saat konferensi pers dalam chanel Youtube Sekretariat Presiden, Senin (26/7).
Oleh sebab itu, saat makan Tito berharap tidak membuat aksi atau kegiatan yang membuat terjadinya droplet hingga berbicara saat makan. Aturan tersebut kata Tito pun sudah diterapkan di beberapa negara.
"Mungkin kedengaran lucu, tapi di luar negeri, di beberapa negara lain sudah lama diberlakukan itu. Jadi makan tanpa banyak bicara dan kemudian 20 menit cukup, setelah itu memberikan giliran kepada anggota masyarakat yang lain," bebernya.
Kemudian untuk para pelaku usaha untuk bisa memahami hal tersebut. Dia menjelaskan alasan mengapa memberikan waktu sempit untuk makan di tempat agar tidak terjadi kerumunan dalam tempat makan atau rumah makan.
"Kenapa waktunya pendek untuk memberikan waktu yang lain supaya tidak terjadi pengumpulan di rumah makan itu. Kalau banyak ngobrol, tertawa, kemudian sambil berbincang-bincang itu rawan penularan," ujar dia.
Selanjutnya bukan hanya masyarakat, pelaku usaha yang memiliki lapak warung. Tito juga berharap adanya pengawasan dari Satpol PP dan bantuan TNI-Polri.
"Memastikan bahwa aturan ini bisa tegak. Mulai dari persuasif, pencegahan, sosialisasi, sampai ke langkah-langkah koersif tentunya dengan cara-cara yang santun dan tidak menggunakan kekuatan yang berlebihan, excessive use of force yang kontraproduktif," tandasnya.
(mdk/gil)