Ayahnya Dulu Hidup Miskin Jualan Es Lilin Sebelum jadi Presiden, Anaknya Sekarang 'Komandan Tempur' Ganjar-Mahfud
Sebelum ayah terjun ke dunia politik, anak ini menjalankan hidup penuh dengan kesederhanaan.
Anak ini tumbuh dewasa dengan merasakan hidup sulit.
Ayahnya Dulu Hidup Miskin Jualan Es Lilin Sebelum jadi Presiden, Anaknya Sekarang 'Komandan Tempur' Ganjar-Mahfud
Tokoh ini bersama Barisan Kader (Barikade) Gus Dur resmi memberikan dukungan ke bakal calon presiden dan calon wakil presiden, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Anak Presiden RI Abdurrahman Wahid ini menjelaskan, dukungan diberikan kepada Ganjar-Mahfud lantaran kedekatan hati yang dirasakan oleh loyalis Gus Dur.
"Kami barisan para kader Gus Dur menyatakan menudukung pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD," kata dia di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (27/10).
- Empat Jenderal Duduk Satu Meja, Satu Pernah Jadi Perisai Hidup Presiden Calon Panglima TNI
- Ayahnya Hidup Keras Merantau, Sang Anak Sukses Dikenal Dunia Kini Jadi Bakal Calon Wakil Presiden
- Curhatan Erina Gudono soal Keputusan Paling Berat dalam Hidup: Restui Mas Kaesang ke Politik
- Anggota Komisi II DPR Rifqinizamy Mundur dari PDIP, Ini Penyebabnya
Masa Kecil Yenny Wahid
Tokoh ini lahir dari pasangan Gus Dur dan Sinta Nuriyah di Jombang pada 29 Oktober 1974 silam. Tokoh ini adalah Yenny Wahid.
Sebagai anak kedua, Yenny memiliki seorang kakak perempuan bernama Alisa Wahid dan dua orang adik, yaitu Anita Wahid dan Inayah Wahid.
Sebelum ayah terjun ke dunia politik, Yenny menjalankan hidup penuh dengan kesederhanaan. Sebab dirinya mengakui ayahnya tidak hidup dengan bergelimang harta.
Gus Dur muda kadang harus naik truk pengangkut beras untuk membantu sang ibu. Bahkan, sang ayah juga sempat mencari nafkah dengan menjual es lilin.
Namun, Yenny tetap merasa bersyukur. Tumbuh dewasa menjadi anak Gus Dur yang pernah merasakan hidup sulit. Yenny menganggap lika-liku kehidupan tersebut sebagai bekal sampai saat ini. Pelajaran hidup agar tidak mudah terlena dengan kekayaan dan kekuasaan.
Seperti buah tidak jatuh jauh dari pohonnya. Yenny terlahir dalam lingkungan keluarga Nahdlatul Ulama (NU) dengan pola pikir tidak jauh berbeda dari ayahnya yakni mengedepankan Islam yang moderat.
Yenny juga bersekolah di sekolah umum meskipun terlahir dari keluarga pesantren yang dikelilingi banyak anak ulama dan kiai lainnya. Yenny pernah bersekolah di SMA Negeri 28 Jakarta. Setelah lulus pada tahun 1992, Yenny menempuh studi Psikologi di Universitas Indonesia.
Atas saran ayahnya, Yenny memutuskan keluar dari Universitas Indonesia dan melanjutkan pendidikannya dalam Jurusan Desain Komunikasi Visual di Universitas Trisakti. Kemudian, Yenny melanjutkan studinya dengan mengambil jurusan administrasi publik di Universitas Harvard, Amerika Serikat.
Setelah lulus, Yenny bekerja sebagai reporter di Timor-Timur dan Aceh. Dia juga menjadi koresponden koran terbitan Australia, The Sydney Morning Herald dan The Age (Melbourne) antara tahun 1997 dan 1999.Setelah ayahnya terpilih menjadi presiden ke-4 RI, Yenny memutuskan berhenti dari pekerjaannya dan selalu mendampingi sang ayah sekaligus menjabat di posisi Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik.
Ketika Gus Dur tidak lagi menjabat presiden, Yenny melanjutkan pendidikanya dan memperoleh gelar Magister Administrasi Publik dari Universitas Harvard di bawah beasiswa Mason. Sekembalinya dari Amerika Serikat pada 2004, Yenny menjabat sebagai Direktur Wahid Institute sampai saat ini.