Bangkai hewan terdampar di Maluku ternyata paus bukan cumi raksasa
Kepastian ini diperoleh setelah tim peneliti LIPI melakukan observasi. Namun peneliti belum bisa memastikan jenis paus tersebut lantaran posisi bangkai terbalik. Awalnya banyak yang mengira jika bangkai tersebut adalah cumi raksasa.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memastikan bangkai hewan laut berukuran besar di pantai Dusun Hulung, Desa Iha, Kecamatan Huamual, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku, adalah paus. Hal ini berdasarkan hasil observasi yang dilakukan para peneliti LIPI.
"Secara visual, ciri karakter morfologi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi hewan laut ini adalah sirip ekor, sirip dada, tulang kerangka tubuh, baleen yang terdapat pada rahang atas, guratan pada bagian dada dekat sirip dada," kata Kepala Pusat Penelitian Laut Dalam LIPI Augy Syahailatua dalam keterangan tertulis, Selasa (16/5).
Namun peneliti belum bisa memastikan jenis paus, lantaran bangkai yang sudah tidak utuh sehingga menyulitkan proses identifikasi. Kesulitan dalam identifikasi ini juga dipengaruhi oleh posisi bangkai dengan bagian perut hingga dada berada di atas, sedangkan bagian punggung dan kepala berada di bawah.
Kendati demikian, secara umum berdasarkan karakter yang masih nampak jelas berupa bentuk sirip dada (flipper), bentuk sirip ekor (flukes), rahang atas (rostrum), gurat perut (ventralpleats) dan adanya baleen serta tulang mandible menunjukkan paus tersebut termasuk dalam kelompok sub-bangsa (subordo) Mysticeti, suku (family) Balaenopteridae, marga (genus) Balaenoptera.
"Atas dasar ciri tersebut dapat dipastikan bahwa hewan laut yang terdampar adalah seekor paus yang merupakan mamalia laut, sehingga informasi yang menyatakan bahwa hewan tersebut cumi raksasa adalah tidak benar," lanjut Augy.
Menurut Augy, penentuan jenis spesifik tidak dapat dilakukan karena posisi tubuh bagian atas (punggung/dorsal) berada di bawah, sehingga tidak bisa melihat bentuk dan jumlah lubang hidung (blowhole) serta bentuk sirip punggung (dorsal fin). Selain itu panjang guratan perut juga tidak jelas karena bagian perut sudah tidak utuh lagi.
"Selanjutnya penentuan jenis paus menunggu hasil uji DNA dari sampel yang telah diambil," ujar dia.
Dari hasil observasi itu, menurut Augy, diperoleh data bahwa bangkai hewan laut berposisi geografis 03 derajat - 20 derajat - 6,8 - LS, 128 derajat 2 derajat 51,7-BT.
Kemudian, data morfometri tubuh yang terekam adalah panjang tubuh 23,20 meter, (m), lebar tubuh 6,50 m, panjang sirip dada 2,80 m, panjang sirip ekor 1,74 m, lebar sirip ekor 0,59 m, lebar seluruh sirip ekor 3,33 m, panjang tulang rahang bawah yang tampak 5,30 m, panjang rahang atas 3,73 m, lebar rahang atas 1,35 m, panjang ruas tulang dekat ekor 0,27 m, dan panjang ruas tulang dekat punggung 0,70 m.
Tim peneliti yang dikirim ke lapangan untuk mengobservasi hewan laut itu terdiri dari seorang peneliti dan dua orang teknisi. Mereka adalah Dharma Arif Nugroho (peneliti), La Pay (teknisi), dan Tri Widodo (teknisi).
Tim ini melakukan pengamatan, pengukuran, dan pengambilan sampel untuk uji laboratorium. Mereka melakukan observasi pada pukul 18.43 WIT ketika kondisi air laut surut untuk memudahkan pengukuran dan pengambilan foto serta sampel dari tubuh hewan laut tersebut, ujar Augy.
Penanganan bangkai Augy menyarankan penanganan bangkai mamalia laut ini dengan menguburkannya. Lalu jika pemerintah daerah setempat berniat untuk mengoleksi kerangka tulang paus, maka dapat menggali kembali di kemudian hari.
"Alternatif lain yang dapat dilakukan dengan cara penenggelaman bangkai Paus di area luar tubir pantai, sehingga tidak mengganggu ekosistem terumbu karang yang biasanya terdapat di sekitar tubir pantai," lanjutnya.