Bayi di Banyumas lahir tanpa dinding perut
Saat anaknya lahir, Anut mengira usus yang terburai dari dalam perut sang istri adalah tali pusar.
Anut Waluyo (30), warga Desa Parung Kamal Condong Kecamatan Lumbir Banyumas, Jawa Tengah, hanya bisa pasrah menerima kenyataan. Sebab, anak pertamanya, buah cinta dengan sang istri, Wiwin Anggraeni (22), terlahir tanpa dinding perut, sehingga menyebabkan organ dalamnya keluar.
"Saya sebenarnya berharap anak saya bisa kembali normal seperti bayi-bayi lainnya. Tetapi saat ini, saya hanya bisa pasrah saja," ujar Anut saat dihubungi Merdeka, Kamis (26/9).
Bayi yang diberi nama Agra Septrian ini lahir pada 23 September 2013 di Puskesmas Lumbir sekitar pukul 04.30. Agra lahir normal dengan berat badan 2,3 kilogram dan panjang 48 sentimeter.
Anut menuturkan, saat anaknya lahir, ia mengira usus yang terburai dari dalam perut sang istri adalah tali pusar.
"Setelah saya diberi tahu, ternyata itu adalah usus anak saya karena tidak ada dinding perut," paparnya.
Mengetahui kondisi anaknya yang lahir tanpa dinding perut tersebut, pihak Puskesmas segera merujuk Agra ke Rumah Sakit Margono Soekarjo (RSMS) Purwokerto. Namun, setelah tiba di rumah sakit terbesar di Banyumas tersebut, ia ditolak.
"Katanya ruangan sudah penuh, setelah itu saya disuruh ke RS Elisabeth Purwokerto. Sesampai di sana, pihak RS mengatakan tidak bisa menangani anak saya karena tidak punya alat bedah," ujarnya.
Akhirnya, Agra dibawa ke Rumah Sakit Islam (RSI) Purwokerto. Setibanya di rumah sakit tersebut, pihak rumah sakit tidak bisa merawatnya.
"Pihak rumah sakit bilang kalau ditempatnya juga tidak memiliki alat bedah yang memadai. Tetapi dari pihak rumah sakit mengatakan agar segera dibawa ke RS Margono," tutur Anut.
Dengan berbekal pengantar dari RSI Purwokerto, Agra kemudian dibawa kembali ke RS Margono dan sampai saat ini dirawat di rumah sakit tersebut. Sampai saat ini, kondisi Agra, jelas Anut, masih normal.
Pihak RS Margono sudah menempatkan bayi yang baru lahir tiga hari tersebut dalam inkubator. "Sampai saat ini, dokter juga belum bisa mengatakan lebih jauh. Hanya bilang kalau anak saya memiliki kelainan kongential," ucapnya.
Lebih jauh, Anut berharap anaknya bisa disembuhkan dan berumur panjang. Anut sendiri mengakui saat ini tidak memiliki uang yang cukup untuk biaya perawatan buah hatinya.
"Saya bingung harus ke mana lagi mencari biaya perawatan kalau nantinya mahal," jelas Anut yang sehari-harinya bekerja sebagai kuli panggul.
Usaha untuk mendapatkan bantuan Jamkesmas sudah dilakukannya dengan meminta izin dari desa. Meski begitu, Anut mengakui hanya bisa pasrah dan berharap keringanan, jika ternyata membutuhkan biaya yang banyak.
"Saya berharap anak saya lekas sembuh bagaimanapun caranya akan saya usahakan," jelas Anut.