Beras 25,5 ton dan truk dirampok, korban minta polisi buru pelaku
Polisi yang telah menerima laporan mereka pun tak kunjung mendapatkan perkembangan. Bahkan, laporan yang telah dilakukan sejak tiga bulan lalu itu hanya membuahkan hasil kata sabar.
Pengusaha beras asal Lampung Gandini (51) dan Tommy Gunawan (26) tak tau harus ke mana lagi mengadukan peristiwa yang dialaminya. Mereka merugi hampir Rp 700 juta karena truk beserta beras yang tengah diangkut dirampok saat perjalanan dari Lampung ke Prabumulih, Sumatera Selatan.
Polisi yang telah menerima laporan mereka pun tak kunjung mendapatkan perkembangan. Bahkan, laporan yang telah dilakukan sejak tiga bulan lalu itu hanya membuahkan hasil kata sabar.
Peristiwa ini berawal pada tanggal 19 Juni 2017. Gandini yang memiliki gudang di Metro, Lampung, menyuruh tiga sopirnya, LS, Sm, dan Kc mengantar sebanyak 25,5 ton beras hasil produksi sendiri ke sebuah toko di Pasar Prabumulih, Sumatera Selatan.
Tanggal 20 Juni 2017 pagi, Gandini mengecek salah seorang sopirnya, Kc, untuk menanyakan apakah beras tersebut sudah sampai di tempat tujuan.
"Kc bilang, dia lagi bongkar beras di toko. Tapi dua truk yang lain enggak tahu ke mana. Dia bilang, tadi malam memang jaraknya berjauh-jauhan di daerah Lubuk Batang. Tapi sampai pagi itu, enggak muncul-muncul," katanya di Jakarta, Jumat (22/9).
Gandini kemudian menelepon dua sopir lainnya, LS dan Sm, namun tidak kunjung tersambung. Keesokan harinya, dia baru mengetahui bahwa kedua truknya dirampok. Informasi itu diperoleh dari seorang sopirnya yang lain.
Pelaku disebut menelantarkan kedua sopir dengan tangan terikat dan mata tertutup di daerah Bayunglincir (perbatasan Jambi-Palembang atau sekitar delapan jam dari Palembang).
"Sopir telepon suami saya melapor bahwa dirampok. Truk dipepet Avanza kemudian ditembaki. Tangan dan kakinya lalu diikat dan matanya ditutup. Sopirnya dibuang di tempat yang jauh, begitu dia bilangnya," ujar Gandini.
Malam itu juga, Tommy, anak Gandini, langsung menuju lokasi dan melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Lubuk Batang.
Namun, laporan ditolak dengan alasan pelapor harus korban alias sopir. Sementara, saat itu kedua sopir yang menjadi korban tengah berada dalam perjalanan ke Lubuk Batang dari lokasi mereka ditelantarkan perampok.
Tommy juga sempat mencoba membuat laporan ke Polda Sumatera Selatan. Namun, petugas lagi-lagi menolaknya tanpa alasan yang jelas.
Petugas Polda juga menyarankan agar laporan dilayangkan ke Polsek. Alhasil, laporan polisi resmi baru dibuat pada tanggal 22 Juni 2017.
Tiga bulan berlalu, hingga saat ini, Gandini belum menerima kabar apapun dari polisi mengenai perkembangan kasusnya.
"Setiap minggu itu saya telepon, mereka bilang sabar, sabar. Saya jadi serba salah. Kalau setiap seminggu saya coba tanya kan wajar ya. Tapi kalau saya tiap hari tanya nanti dibilangnya malah maksa," ujar dia.
Dia mempertanyakan tindak lanjut polisi setelah menerima laporan yang disampaikannya. Sebulan setelah pelaporan, polisi tak meminta keterangan apapun darinya.
Polisi hanya mengambil keterangan sopir yang menjadi korban sebanyak dua kali. Polisi baru mengambil keterangan Gandini setelah dia meminta bantuan dari salah seorang rekan yang bertugas di Polres OKU.
Sementara itu, Kepala Unit Reskrim Polsek Lubuk Batang Bripka Ibnu Salim mengatakan, kesulitan mengungkap perkara itu karena minimnya saksi. Apalagi, sopir mengaku, tidak jelas melihat wajah pelaku, karena kejadian malam hari.
"Dalam kasus ini, sulit bagi kami untuk mencari keterangan lain selain sopir. Kasus ini minim saksi," katanya saat dihubungi, Jumat (22/9).
Mengenai dugaan persekongkolan sopir dengan para pelaku, Ibnu tidak bisa berkomentar banyak. Namun, dia menegaskan, jajarannya sudah maksimal dalam mengusut perkara ini.
"Dugaan bisa-bisa saja. Tapi perlu bukti. Lagipula perkara yang dilaporkan kan perampokan. Nah dalam laporan itu, sopir jadi saksi. Kalau ada dugaan penggelapan misalnya. Berarti TKP bukan di kami, tapi di Lampung. Kalau kami mengusut laporan perampokannya," tutupnya.