Bongkar Pasang Aturan PCR
Padahal, sehari sebelumnya pemerintah beralsan Tes PCR dengan hasil 3x24 jam karena kapasitas kursi di dalam pesawat sudah diberlakukan normal. Alias tidak ada lagi jaga jarak.
Keberadaan tes polymerase chain reaction atau akrab disebut Tes PCR di dalam negeri sungguh membuat polemik. Teknologi dalam dunia medis yang ditemukan oleh Kary Banks Mullis 37 tahun silam ini membuat gaduh republik di sepekan lebih satu hari ini.
Apalagi kalau bukan aturan tertuang dalam penanganan Pandemi Covid-19. Setelah sebelumnya Pemerintah melalui stakeholdernya mewajibkan hasil tes PCR negatif 3x24 jam bagi penumpang perjalanan udara, kini putar arah jadi cukup menunjukkan hasil tes antigen.
-
Bagaimana cara mengambil sampel untuk tes DNA? Pada umumnya, tes DNA dilakukan dengan cara mengambil sampel darah maupun jaringan tubuh seperti rambut atau kulit.
-
Apa saja manfaat dari tes DNA? Tes DNA sebenarnya tidak hanya bermanfaat sebagai itu saja. Tes DNA juga bisa dimanfaatkan untuk mendeteksi penyakit tertentu.
-
Kenapa penting untuk melakukan tes DNA? Oleh karena itu, penting untuk melakukan tes DNA agar bisa mengetahui struktur genetik dalam tubuh seseorang. Selain itu juga bisa mendeteksi kelainan genetik.
-
Apa yang diukur oleh tes IQ? Tes IQ sendiri sebenarnya mengukur berbagai keterampilan kognitif seperti logika, penalaran, pemecahan masalah, dan kemampuan memahami informasi.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Mengapa penting mendeteksi gejala TBC Paru sejak dini? Mengetahui gejala-gejala awal penyakit ini sangat penting, karena deteksi dini dan penanganan yang tepat dapat membantu mencegah penyebaran lebih lanjut. Selain itu, juga bisa memberikan kesempatan penyembuhan yang lebih baik bagi penderita.
"Untuk perjalanan akan ada perubahan yaitu untuk wilayah Jawa dan Bali, perjalanan udara tidak lagi mengharuskan menggunakan tes PCR," kata Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia dan Budaya (PMK) Muhadjir Effendy saat jumpa pers PPKM, Senin (1/11).
Padahal, sehari sebelumnya pemerintah beralasan Tes PCR dengan hasil 3x24 jam karena kapasitas kursi di dalam pesawat sudah diberlakukan normal. Alias tidak ada lagi jaga jarak.
Demikian penjelasan Plt Direktur Jenderal Layanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Abdul Kadir. "Seandainya tanpa PCR dan lolos naik pesawat terbang, maka tentunya semua penumpang di atas pesawat itu termasuk kondisi sifatnya suspek," dalihnya.
Sementara itu, pengamat Kebijakan Publik Universitas Gajah Mada (UGM) Satria Aji Imawan menilai bongkar pasang aturan Tes PCR terjadi karena tidak adanya standarisasi aturan soal pelaku perjalanan. Pun dari WHO sendiri tidak mengeluarkannya.
"Kerancuan informasi karena tidak adanya standarisasi. Saya melihatnya Tes PCR itu lebih ke mekanisme kontrol daripada dijadikan acuan cek kesehatan," katanya saat berbincang dengan merdeka.com.
Selain itu, tidak adanya satu komando membuat aturan tersebut mudah dibongkar pasang. "Jadi mau enggak mau harus ada leadership dari pemerintah untuk mengkoordinasi semuanya. Seperti Pak Luhut yang menghandle penanganan Covid."
Ia menilai, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan harus ambil sikap. Keluarkan pernyataan soal standarisasi. "Jangan sampai bolanya kemana-mana. Salah satunya muncul anggapan bahwa ini dibisniskan," katanya.
Pun, ia menilai tidak relevan Tes PCR dikaitkan dengan moda transportasi darat, laut, udara. "Karena ini kan yang mengurus beda-beda. Perbedaan ini yang membuat adanya perbedaan konflik. Mungkin ya ini mungkin, jadi misal orang lebih banyak perjalanan udara, jadi Tes PCR-nya ditiadakan. Jadi biar untunglah jalur udara," katanya menganalogikan.
Penolakan
Beragam penolakan atas aturan itu pun bermunculan. Petisi hapuskan kewajiban Tes PCR dalam penerbangan ditandatangani 40.000 orang.
Petisi ini pertama dibuat oleh Dewangga Pradityo Putra, seorang engineer pesawat. Dalam posisinya, ia menganggap bahwa kebijakan yang mengharuskan seseorang melakukan tes PCR walaupun sudah divaksin dua kali, dapat menyebabkan penerbangan berkurang sehingga industri penunjangnya pun akan semakin kesulitan.
Secara teknis, ia menjelaskan bahwa sirkulasi udara di dalam pesawat lebih aman karena terfiltrasi HEPA.
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Karangasem, Bali, I Wayan Kariasa menyampaikan adanya kewajiban tes PCR untuk pelaku perjalanan dalam negeri atau PPDN ke Bali banyak pembatalan bookingan hotel di kawasan Kabupaten Karangasem, Bali. Menurut para wisatawan aturan itu memberatkan mereka karena bertambahnya biaya pengeluaran.
Berikut urutan aturan Tes PCR mulai dari dikeluarkan hingga akhirnya dicabut:
- 24 Oktober
1. SE 88 Tahun 2021 tentang ketentuan perjalanan orang dalam negeri pada masa pandemi covid dikeluarkan Kemenhub:
*Penerbangan di Jawa-Bali (PPKM level 4 dan 3) wajib tunjukkan Tes PCR negatif maksimal 2x24 jam.
*Penerbangan di luar Jawa-Bali (PPKM level 1 dan 2) wajib Tes PCR maksimal 1x24 jam.
- 27 Oktober
SE No 21 Tahun 2021 tentang ketentuan perjalanan orang dalam negeri pada masa pandemiditeken Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ganip Warsito. Masa berlaku tes PCR untuk transportasi udara jadi 3x24 jam, sebelumnya 2x24 jam.
- 1 November
Pemerintah kembali merevisi aturan perjalanan udara, yakni cukup antigen. Hal itu menyusul penolakan yang datang dari sejumlah pihak.
Baca juga:
Anggota DPR Minta Pemerintah Cabut SE Menhub Soal Wajib PCR Perjalanan Darat
Kebijakan Wajib Tes PCR Kerap Berubah, Ombudsman Duga Ada Banyak Motif Kepentingan
Wajib PCR Dibatalkan, Pimpinan DPR Minta Pemerintah Jangan Asal Keluarkan Aturan
Syarat PCR Penumpang Pesawat Dihapus, DPR Ingatkan Perlu Kajian Tiap Kebijakan
Sandiaga Uno soal Penerbangan Jawa-Bali Bisa Antigen: Agar Tidak Membebani Masyarakat
PPP: Jangan Sampai Pemerintah Lebih Membela Kepentingan Pelaku Bisnis PCR
Pemerintah Revisi Aturan: Perjalanan Udara Kini Tak Wajib Tes PCR, Cukup Antigen