Bongkar proyek e-KTP, bos Karsa Wira Utama diperiksa KPK
Bongkar proyek e-KTP, bos Karsa Wira Utama diperiksa KPK. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini memanggil sejumlah saksi terkait dugaan korupsi proyek e-KTP dengan tersangka Andi Agustinus alias Andi Narogong. Empat saksi rencananya akan dimintai keterangannya.
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini memanggil sejumlah saksi terkait dugaan korupsi proyek e-KTP dengan tersangka Andi Agustinus alias Andi Narogong. Empat saksi rencananya akan dimintai keterangannya.
Salah satu dari saksi yang diperiksa hari ini adalah Direktur Utama PT Karsa Wira Utama, Winata Cahyadi yang sempat membongkar kongkalikong antara Andi dengan sejumlah pihak terkait proyek e-KTP. Dalam persidangan dia sempat menyampaikan Andi mengatakan kepadanya untuk menyiapkan anggaran lebih untuk lobi DPR.
Kendati demikian juru bicara KPK Febri Diansyah mengaku belum memastikan materi yang akan digali lebih lanjut atas pemanggilan Winata hari ini. "Tentu seputar pengadaan proyek KTP elektronik tapi persisnya (pemeriksaan Winata) tentang apa belum bisa saya konfirmasi," kata Febri, Jumat (12/5).
Tidak hanya Winata, penyidik KPK juga memanggil mantan Sekjen Kementerian Dalam Negeri, Diah Anggraeni pada pemeriksaan hari ini. Dua orang saksi lainnya adalah Eko Purwoko dan Gugun, keduanya berasal dari pihak swasta.
Pantauan merdeka.com dari empat saksi yang diperiksa baru Winata yang terlihat datang di gedung KPK. Sekitar pukul 09.30 WIB Winata mendatangi gedung KPK sambil mengenakan kemeja abu-abu.
Diketahui, Andi Narogong baru ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik KPK. Andi diketahui memiliki peran aktif dalam kasus ini, pengusaha itu pun sudah mendekam di rumah tahanan KPK.
Dalam surat dakwaan Irman dan Sugiharto, Andi disebut mengatur anggaran proyek e-KTP bersama dengan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov), mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.
Keempatnya sepakat jika anggaran e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun setelah dipotong pajak sebesar 11,5 persen, 51 persennya atau Rp 2,6 triliun digunakan untuk belanja modal atau belanja rill pembiayaan proyek. Sedangkan sisanya sebesar 49 persen atau senilai Rp 2,5 triliun dibagi-bagikan kepada sejumlah pihak.
Bukan hanya itu, keempat orang ini juga sepakat pejabat Kemendagri termasuk Irman dan Sugiharto mendapat jatah 7 persen atau sejumlah Rp 365,4 miliar, anggota Komisi II DPR sebesar 5 persen atau Rp 261 miliar. Kemudian Setya dan Andi dapat sebesar 11 persen atau Rp 574,2 miliar.
Sementara itu, Anas dan Nazaruddin sebesar 11 persen atau Rp 574,2 miliar. Selanjutnya, sebesar 15 persen atau sejumlah Rp 783 miliar dibagikan kepada pelaksana pekerjaan atau rekanan.
Atas perbuatannya, Andi disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.