Buka-bukaan Novel Baswedan soal Tes Wawasan Kebangsaan di KPK
"Kebetulan saya disebut sebagai salah satu dari 75 pegawai KPK yang katanya tidak lulus TWK tersebut," ujar Novel Baswedan
Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan disebut sebagai salah satu pegawai yang tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat menjadi aparatur sipil negara (ASN). Novel sendiri mengaku dirinya sudah mendengar kabar tak lolos TWK.
"Kebetulan saya disebut sebagai salah satu dari 75 pegawai KPK yang katanya tidak lulus TWK tersebut," ujar Novel Baswedan dalam keterangannya, Selasa (11/5/2021).
-
Mengapa Novel Baswedan percaya bahwa revisi Undang-undang KPK tahun 2019 bertujuan untuk melemahkan KPK? “Sekarang kan semakin jelas kan. Apa yang banyak dikatakan orang termasuk saya, bahwa Undang-undang KPK revisi UU KPK yang no 19 itu adalah untuk melemahkan KPK. Jadi terjawab,” katanya.
-
Bagaimana Novel Baswedan mendapatkan informasi tentang keinginan Agus Rahardjo untuk mundur dari KPK? “Tetapi detailnya saya gak tahu, jadi saya waktu itu sedang sakit di Singapura sedang berobat. Ceritanya, tentunya saya tidak langsung ya. Jadi cerita itu saya denger-denger, dari Pegawai KPK lain yang bercerita. Jadi mestinya yang lebih tahu, pegawai yang ada di KPK,” ucapnya.
-
Apa yang tertulis di karangan bunga yang diterima oleh KPK? Dalam karangan bunga tertulis 'selamat atas keberhasilan anda memasuki pekarangan tetangga'. Tertulis pengirimnya adalah Tetangga.
-
Apa yang dikatakan oleh Novel Baswedan tentang cerita yang ia dengar mengenai kasus e-KTP? “Iya saya memang pernah dengar cerita itu, saya saat itu ada di Singapura, sedang berobat,” kata Novel saat ditemui, Jumat (1/12).
-
Dimana penggeledahan dilakukan oleh KPK? Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri menyebut penggeledahan kantor PT HK dilakukan di dua lokasi pada Senin 25 Maret 2024 kemarin. "Tim Penyidik, telah selesai melaksanakan penggeledahan di 2 lokasi yakni kantor pusat PT HK Persero dan dan PT HKR (anak usaha PT HK Persero)," kata Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (27/3).
-
Apa yang jadi dugaan kasus KPK? Pemeriksaan atas dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN Bupati Sidoarji Ahmad Muhdlor Ali diperiksa KPK terkait kasus dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN di lingkungan BPPD Pemkab Sidoarjo.
Novel yang merupakan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) penyidikan perkara megakorupsi e-KTP ini mengungkap beberapa pertanyaan yang diajukan kepadanya. Novel juga membongkar jawaban yang dia berikan.
"Dan saya masih ingat apa saja pertanyaan dan jawaban saya dalam tes tersebut," kata Novel.
Pertama, Novel mengaku ditanya soal persetujuannya dengan kebijakan pemerintah tentang kenaikan tarif dasar listrik (TDL)?.
"Jawaban saya saat itu kurang lebih seperti ini, 'saya merasa tidak ahli bidang politik dan ekonomi, dan tentunya karena adalah penyidik Tindak Pidana Korupsi, saya lebih tertarik untuk melihat tentang banyaknya dugaan praktik korupsi dalam pengelolaan listrik negara, dan inefisiensi yang menjadi beban bagi tarif listrik'," kata Novel.
Pertanyaan kedua yang dilontarkan kepada Novel yakni, 'bila anda menjadi ASN, lalu bertugas sebagai penyidik, apa sikap anda ketika dalam penanganan perkara di intervensi, seperti dilarang memanggil saksi tertentu dan sebagainya?'
Novel mengaku menjawab "dalam melakukan penyidikan tidak boleh dihalangi atau dirintangi, karena perbuatan tersebut adalah pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan sebagai seorang ASN, saya tentu terikat dengan ketentuan Pasal 108 ayat 3 KUHAP, yang intinya pegawai negeri dalam melaksanakan tugas mengetahui adanya dugaan tindak pidana wajib untuk melaporkan. Sehingga respon saya akan mengikuti perintah Undang-Undang yaitu melaporkan bila ada yang melakukan intervensi'.
Ketiga, pertanyaan yang diajukan kepada Novel adalah 'apakah ada kebijakan pemerintah yang merugikan anda?.
"Saya jawab kurang lebih seperti ini, 'sebagai pribadi saya tidak merasa ada yang dirugikan. Tetapi sebagai seorang warga negara saya merasa dirugikan terhadap beberapa kebijakan pemerintah, yaitu diantaranya adalah UU No 19/2019 yang melemahkan KPK dan ada beberapa UU lain yang saya sampaikan," kata Novel.
Novel mengaku menjawab demikian lantaran pekerjaannya sebagai penyidik KPK.
"Hal itu saya sampaikan karena dalam pelaksanaan tugas di KPK, saya mengetahui beberapa fakta terkait dengan adanya permainan atau pengaturan dengan melibatkan pemodal (orang yang berkepentingan), yang memberikan sejumlah uang kepada pejabat tertentu untuk bisa meloloskan kebijakan tertentu. Walaupun ketika itu belum ditemukan bukti yang memenuhi standar pembuktian untuk dilakukan penangkapan," kata Novel.
"Tetapi fakta-fakta tersebut cukup untuk menjadi keyakinan sebagai sebuah pengetahuan," Novel menambahkan.
Menurut Novel, jika dirinya menjawab semua kebijakan yang diambil pemerintah adalah hal yang baik, menurut Novel akan bertentangan dengan hati nuraninya.
"Sebaliknya, bila dijawab bahwa semua kebijakan adalah baik dan saya setuju, justru hal tersebut adalah tidak jujur yang bertentangan dengan norma integritas. Kita tentu memahami bahwa pemerintah selalu bermaksud baik, tetapi faktanya dalam proses pembuatan kebijakan atau UU seringkali ada pihak tertentu yang memanfaatkan dan menyusupkan kepentingan sendiri atau orang lain. Hal itu dilakukan dengan sejumlah imbalan (praktik suap) yang akhirnya kebijakan atau output UU tersebut merugikan kepentingan negara dan menguntungkan pihak pemodal (pemberi uang yang berkepentingan)," kata Novel.
Menurut Novel, pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepadanya tidak cocok digunakan untuk menyeleksi pegawai menjadi ASN. Apalagi banyak pegawai lama KPK yang sudah bekerja mengawasi tindak tanduk ASN agar tak menyimpang dan melakukan tindak pidana korupsi.
"Pegawai-pegawai KPK tersebut telah menunjukkan kesungguhannya dalam bekerja menangani kasus-kasus korupsi besar yang menggerogoti negara, baik keuangan negara, kekayaan negara, dan hak masyarakat. Hal itu semua merugikan negara dan masyarakat," kata Novel.
Menurut Novel, TWK akan relevan bila digunakan untuk seleksi calon pegawai yang fresh graduate, tetapi tidak dibenarkan menggunakan pertanyaan yang menyerang privasi, kehormatan, atau kebebasan beragama.
"Dengan demikian menyatakan tidak lulus TWK terhadap 75 pegawai KPK yang kritis adalah kesimpulan yang sembrono dan sulit untuk dipahami sebagai kepentingan negara," kata Novel.
Baca juga:
Pegawai KPK Lolos Tes TWK akan Dilantik Jadi ASN di Hari Pancasila
PKS: KPK saat Ini Ada di Ujung Tanduk
Komisi III Nilai Pertanyaan Tes Wawasan Kebangsaan KPK Sangat Sensitif
OTT Bupati Nganjuk Dipimpin Harun Al Rasyid, Pegawai yang Tak lolos TWK
Sindiran ICW: Penyidik KPK Tak Lolos TWK Pimpin OTT Bupati Nganjuk
Politikus Golkar Usul Novel Baswedan Dkk Ujian Ulang Jadi ASN KPK
Komnas Perempuan Minta Akses BKN Soal Pertanyaan Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK