Bumikan 'Bijak Bermedia Sosial' buat Lawan Hoaks dan Ujaran Kebencian
Pendekatan multi dimensi dibutuhkan untuk menyelesaikan berbagai masalah di media sosial (medsos), terutama soal hoaks, ujaran kebencian, fitnah dan lain-lain. Hal-hal ini menjadi problem fundamental yang bisa mengancam keutuhan NKRI.
Pendekatan multi dimensi dibutuhkan untuk menyelesaikan berbagai masalah di media sosial (medsos), terutama soal hoaks, ujaran kebencian, fitnah dan lain-lain. Hal-hal ini menjadi problem fundamental yang bisa mengancam keutuhan NKRI.
"Kami meyakini bahwa untuk mengatasi problem fundamental ini tak ada cara sederhana, dibutuhkan multipronged approach," ujar Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko Nugroho dalam keterangannya, Kamis (20/6).
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Siapa yang diklaim sebagai tersangka yang dilepaskan dalam berita hoaks? Berita yang beredar mengenai kepolisian yang membebaskan tersangka pembunuhan Vina Cirebon bernama Pegi karena salah tangkap adalah berita bohong.
-
Bagaimana cara mengecek kebenaran berita hoaks tersebut? Penelusuran Mula-mula dilakukan dengan memasukkan kata kunci "Menteri Amerika klaim: Kominfo Indonesia sangat bodoh, Databesa Negaranya dihacker tidak tau, karena terlalu sibuk ngurus Palestina" di situs Liputan6.com.Hasilnya tidak ditemukan artikel dengan judul yang sama.
-
Siapa yang dipolisikan terkait dugaan penyebaran hoaks? Polda Metro Jaya diketahui mengusut dugaan kasus menyebarkan hoaks Aiman lantaran menuding aparat tidak netral pada Pemilu 2024.
-
Apa yang diklaim oleh berita hoaks tentang huruf Y? "Huruf 'Y' akan dihapus dari Alfabet", judul artikel tersebut.
-
Bagaimana Gatotkaca dari Sukoharjo melawan hoaks? Danar mengatakan, tempat paling tepat untuk menanyakan kebenaran terkait berita yang mereka peroleh adalah tempat di mana mereka menuntut ilmu, seperti melakukan diskusi atau sharing dengan guru terkait berita yang mereka dapatkan.
Septiaji menilai peradaban digital telah mengubah pola masyarakat dalam mengkonsumsi informasi, namun belum disertai dengan perubahan perilaku masyarakat untuk bijak bermedia sosial. Juga budaya verifikasi informasi masih belum mengakar untuk membedakan apakah informasi itu benar atau tidak.
Masalah mendasar itu diperparah oleh fanatisme politik yang berlebihan, sehingga hoaks dan kebencian semakin menggerus rasa kemanusiaan. Ini terbukti dengan meningkatnya jumlah penyebaran hoaks dari sekitar 20-an setiap bulan pada 2015, menjadi 100 per bulan di 2019 ini.
"Polarisasi akibat fanatisme politik berpotensi mengancam persatuan bangsa. Polarisasi semakin melebar di tengah kemampuannya literasi masyarakat yang belum mencukupi. Bahkan pendidikan tinggi pun tak menjamin dirinya kebal dari informasi hoaks," jelas Septiaji.
Menurutnya, Mafindo terus berupaya melawan masalah ini dengan fokus di tiga hal. Pertama upaya cek fakta untuk mengklarifikasi isu yang berpotensi meresahkan masyarakat. Ini dilakukan di grup diskusi Facebook dan hasilnya dipublikasikan di Turnbackhoax.id dan Cekfakta.com.
Kedua, meningkatkan imunitas ketahanan informasi masyarakat, dengan terjun mengedukasi masyarakat dari berbagai kalangan. Berkolaborasi dengan lembaga dan organisasi lain, upaya ini sangat penting untuk memperkuat tingkat literasi digital masyarakat.
"Ketiga, untuk melawan polarisasi kami mendorong gerakan silaturahmi. Mempertemukan para tokoh masyarakat, tokoh agama, elite politik, tokoh pemuda, melakukan rembug warga dengan topik bijak bermedia sosial. Ini sangat penting untuk merangkul sebanyak mungkin tokoh untuk bersama menjadi agen melawan hoaks dan kedustaan," papar Septiaji.
Ketika memegang perangkat digital, lanjutnya, netizen wajib mengetahui cara membedakan informasi benar dan hoaks. Dan paham informasi mana yang masuk dalam kategori ujaran kebencian yang melanggar norma budaya dan hukum.
"Netizen perlu sering mengecek situs Antihoax seperti Turnbackhoax.id, Cekfakta.com, Stophoax.id dan kanal-kanal cekfakta pada media mainstream," pungkas Septiaji.
Baca juga:
Begini Cara Polri Mengusut Akun-Akun Penyebar Hoaks di Media Sosial
Polisi Pelajari Video Ceramah Rahmat Baequni Soal Petugas KPPS Tewas Diracun
Pengguna Diminta Tak Mudah Terprovokasi Ajakan Sebar Kekerasan di Medsos
Polda Jabar Selidiki Video Ustaz Rahmat Baequni Soal Petugas KPPS Meninggal Keracunan
Jika Tak Ramai Hoaks Selama Sidang MK, Kominfo Pastikan Tidak Batasi Akses Medsos
Usai Ditangkap, Rumah Tersangka Pembuat Hoaks Server KPU Di-setting Lengang