Buronan FBI Russ Medlin Predator Anak Masuk Indonesia, Polisi Cek Imigrasi
Koordinasi yang akan dilakukan itu untuk mengetahui berapa jumlah pasport yang dimiliki oleh residivis pencabulan anak di bawah umur.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, sedang melakukan koordinasi dengan pihak Imigrasi terkait kepemilikan pasport milik buronan Federal Bureau of Investigation (FBI), Russ Albert Medlin. Ia ditangkap polisi, terkait kasus persetubuhan anak dibawah umur.
"Ini yang masih kita koordinasikan (soal pasport), berdasarkan pengakuan pelaku dia berubah-ubah setiap pasport, setiap masuk ke Indonesia. Ini pengakuan awal, masih kita dalami terus, kita koordinasi dengan Imigrasi," kata Yusri, Jakarta, Kamis (18/6).
-
Apa yang ditemukan FBI di rumah dan mobil pelaku? FBI mengatakan mereka telah "berhasil mendapatkan akses" ke telepon milik pelaku, Thomas Matthew Crooks. Sayangnya, tak jelas bagaimana FBI mengakses telepon pelaku tersebut. Informasi yang disampaikan mereka hanya menemukan perangkat mencurigakan di rumah dan mobilnya.
-
Bagaimana FBI mengakses telepon pelaku? FBI mengatakan mereka telah "berhasil mendapatkan akses" ke telepon milik pelaku, Thomas Matthew Crooks. Sayangnya, tak jelas bagaimana FBI mengakses telepon pelaku tersebut.
-
Mengapa FBI membuka enkripsi HP pelaku? Butuh waktu beberapa hari, namun FBI akhirnya berhasil memecahkan sandi dari telepon pria berusia 20 tahun yang tewas.
-
Bagaimana polisi mengungkap kasus perdagangan bayi ini? Pengungkapan kasus tersebut bermula dari laporan dari masyarakat sekitar mengenai adanya aktivitas mencurigakan oleh ketiga pelaku.
-
Mengapa polisi mengancam akan menjerat keluarga para pelaku? Polisi mengancam keluarga dapat dijerat Pasal 221 KUHP karena dianggap menyembunyikan atau penghalang pelaku kejahatan.
-
Kapan Ishmael Chokurongerwa ditangkap terkait dengan penculikan anak dan dugaan kegiatan kriminal lainnya? Chokurongerwa ditangkap pada hari Selasa (12/3) "untuk kegiatan kriminal yang mencakup pelecehan terhadap anak di bawah umur".
Ia menegaskan, koordinasi yang akan dilakukan itu untuk mengetahui berapa jumlah pasport yang dimiliki oleh residivis pencabulan anak
di bawah umur.
"Iya (barang bukti pasport hanya satu), makanya saya bilang masih didalami lagi, kita masih koordinasi dengan FBI," tegasnya.
Selain itu, pihaknya juga sedang menggali dari keterangan Russ. Apakah pelaku banyak mengenal orang Indonesia apa tidak. "Mash kita dalami semua, nanti kita sampaikan. Termasuk bikin video itu," kata dia.
Ekstradisi
Polisi sedang menunggu permintaan Kedutaan Besar Amerika dan Interpol soal proses ekstradisi terhadap Russ. Sambil menunggu hal tersebut, pihaknya tetap memproses hukum pelaku dengan ketentuan yang ada di Indonesia terkait kasus persetubuhan terhadap anak dibawah umur.
"Kita menunggu saja bagaimana keputusannya, tapi sementara masih kita persangkakan yang bersangkutan dengan Undang-undang Nomor 23 th 2002 tentang pencabulan anak bawah umur, ancamannya paling sedikit 5 tahun, paling lama 15 tahun penjara," kata dia.
Polisi juga masih memburu pelaku penyuplai anak kepada Russ berinisial A. Dia adalah mucikari yang menyiapkan perempuan di bawah umur kepada tersangka Russ.
"Nanti kita akan sampaikan, kita upayakan secepatnya mungkin kita amankan supaya bisa mengetahui lagi, mendalami kasus pencabulan anak di bawah umur ini," tandasnya.
Polisi Tangkap Buronan FBI
Sebelumnya, Subdit IV Tipid Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menangkap seseorang Warga Negara Amerika Serikat yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Federal Bureau of Investigation (FBI). Pelaku yang beralamat tinggal di Jalan Brawijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, diketahui atas nama Russ Albert Medlin.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, penangkapan yang dipimpin AKBP Dhany Aryanda dan Kompol Rovan Richard Mahenu ini berdasarkan kasus persetubuhan anak di bawah umur.
"Polisi berhasil melakukan Penangkapan terhadap DPO FBI yang melakukan persetubuhan anak dibawah umur," kata Yusri di Polda Metro Jaya, Selasa (16/6).
Ia menjelaskan, awal penangkapan terhadap pelaku berdasarkan adanya informasi dari warga sekitar yang sering melihat tamu anak perempuan keluar-masuk rumah tersebut yang diperkirakan masih di bawah umur atau belum dewasa.
Kemudian pada Minggu (14/6), polisi mendatangi lokasi tersebut. Benar saja, petugas melihat adanya tiga orang anak perempuan yang keluar dari kediaman pelaku tersebut.
"Setelah itu, tim melakukan wawancara terhadap ketiga perempuan yang diperkirakan masih usia anak (di bawah 18 tahun) dan berdasarkan pengakuan bahwa mereka disetubuhi oleh pelaku. Dua orang diantaranya adalah anak yang masih berusia 15 tahun dan 17 tahun," jelasnya.
Buronan Penipuan Investasi Saham
Lalu, hasil interogasi terhadap pelaku. Ternyata ia merupakan seorang buronan Interpol berdasarkan Red Notice-Interpol dengan control number : A-10017/11-2016, tanggal 4 November 2016 tentang informasi pencarian buronan Interpol United States yang diterbitkan pada 10 Desember 2019 dan tercatat nama pelaku.
"Berdasarkan Red Notice-Interpol tersebut RAM melakukan penipuan investor sekitar $ 722 juta USD atau (sekitar Rp10,8 triliun) Dengan menggunakan modus penipuan investasi saham membuat, mengoperasikan, dan mempromosikan investasi dengan metode cryptocurrency skema ponzi," terangnya.
Residivis Pelecehan Seksual di Amerika
Ternyata, pelaku juga merupakan residivis atas kasus pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur di negara asalnya itu. Di sana, ia tercatat dua kali mendekam di balik jeruji besi pada 2006 dan 2008.
"Pelaku adalah residivis kasus pelecehan seksual anak di bawah umur di Amerika dan sudah di dakwa 2 kali pada tahun 2006 dan tahun 2008 dihukum penjara selama 2 tahun oleh Pengadilan Distrik Negara Bagian Nevada, AS atas perbuatannya melakukan pelecehan seksual dengan korban anak berusia 14 tahun dan menyimpan material video dan gambar dengan obyek anak sebagai korban seksual," sebutnya.
Dalam kasus ini, polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti. Untuk pelaku, dikenakan Pasal 76 D jo Pasal 81 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.
Ia pun mengimbau kepada masyarakat dan orang tua untuk tidak mudah percaya dengan orang asing yang baru saja dikenal. Orang tua juga diminta untuk selalu mengawasi betul pergaulan anaknya.
"Agar selalu melakukan control dengan siapa saja anak berkomunikasi baik secara fisik maupun melalui media soisal. Tidak mudah member izin kepada anak untuk meninggalkan rumah dan usahakan mengetahui semua kegiatan yang dilakukan anak," tutupnya.
Baca juga:
Polisi Buru Penyuplai Anak di Bawah Umur kepada Buronan FBI Russ Medlin
Kasus Persetubuhan Anak, DPO Kejahatan Seksual FBI Diringkus Polisi
Polda Metro Tangkap Buronan FBI di Jakarta Selatan
FBI Tak Sengaja Sebut Kaitan Arab Saudi dengan Serangan Teror 11 September di AS
FBI Tuding Peretas China Hendak Curi Data Penelitian Vaksin Covid-19
FBI Diduga Bohong, Tak Bisa Buka iPhone Teroris Tanpa Apple