3 Fakta Pembina Pramuka Predator Seksual di Surabaya, Cabuli Tujuh Siswi SD saat Perkemahan
Pembina pramuka ini tega mencabuli siswi-siswi binaannya tanpa memikirkan masa depan para korban
Seorang pembina Pramuka di sebuah sekolah dasar di Kota Surabaya tega mencabuli sejumlah siswi binaannya. Kasus ini diketahui setelah adanya laporan masuk ke Polres Surabaya.
Usai laporan kasus dugaan kejahatan seksual diterima Polrestabes Surabaya, kepolisian setempat langsung membekuk pelaku di SD tempatnya bekerja sekaligus tempat para korban menimba ilmu.
“Inisial ZA sudah kami lakukan penahanan di Rutan Polrestabes Surabaya. Pelaku melakukan pencabulan terhadap anak-anak, korbannya sementara ini tujuh orang,” terang Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Aris Purwanto, dikutip dari YouTube Liputan6, Jumat (20/9/2024).
Menurut informasi, pelaku nekat melakukan aksi pencabulan terhadap sejumlah siswinya saat kegiatan perkemahan. Hingga berita ini ditulis, Polrestabes Surabaya melalui Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) masih terus mendalami kasus ini dengan menggali informasi sebanyak-banyaknya dari tersangka.
Kasus Sebelumnya
Lima tahun lalu, kasus serupa juga pernah terjadi di Kota Surabaya. Seorang pembina Pramuka bernama Rahmat Santoso Slamet alias Memet didakwa melakukan tindakan cabul kepada 15 siswa di Kota Surabaya.
Mengutip Merdeka.com, tak hanya melakukan kejahatan seksual terhadap para korban, Memet juga meminta para siswanya melakukan masturbasi hingga oral seks.
Berdasarkan hasil pemeriksaan polisi, Memet sudah melakukan aksi cabul kepada siswa laki-laki di beberapa sekolah di Kota Surabaya sejak pertengahan 2016 hingga terakhir pada 13 Juli 2019.
Ancaman Hukuman
Pencabulan terhadap anak dilarang dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 76. Disebutkan bahwa setiap orang dilarang memaksa anak melakukan persetubuhan, baik dengan dirinya maupun dengan orang lain.
Pemaksaan persetubuhan atau ancaman terhadap anak-anak untuk melakukan persetubuhan merupakan pencabulan, sehingga dapat dikenai ancaman pidana.
Mengutip vds-partnerslawfirm.com, persetubuhan anak di bawah umur sudah dikategorikan sebagai pemerkosaan atau pencabulan. Pasal 81 Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 tahun 2014 ada beberapa hal yaitu “pelaku pencabulan anak dibawah umur akan dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama adalah 15 (Lima Belas) tahun serta denda paling banyak Rp5.000.000.000 (Lima Milyar Rupiah)’.
Pada Pasal 81 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, menyebutkan “bahwa pidana juga berlaku terhadap orang yang melakukan tipu muslihat atau membujuk anak melakukan tindakan cabul”.
Bagian 3 Pasal 81 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 menyebutkan jika pelaku merupakan orang terdekat anak, seperti orang tua, wali, pengasuh dan lainnya maka hukumannya ditambah sepertiga ancaman yang sudah diberikan.
Dampak Buruk
Pasal 81 dan 82 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak mengatur bahwa pelaku pelecehan seksual terhadap anak dipidana penjara maksimal 15 tahun.
Mengutip artikel berjudul Pelecehan Seksual Terhadap Anak di Bawah Umur karya Nuruzzhahrah Diza yang tayang di situs lk2fhui.law.ui.ac.id, lima belas tahun pidana penjara menurut tidak sebanding dengan apa yang dialami korban. Pasalnya pencabulan hingga kejahatan seksual berpengaruh besar terhadap kehidupan korban. Mereka dapat mengalami gangguan fisik hingga gangguan psikologis seumur hidup.
Pendapat dokter didukung hasil penelitian menyebutkan bahwa pelecehan seksual terhadap anak akan mengganggu proses tumbuh dan berkembangnya anak. Dampak buruk psikologis yang dapat dideritanya antara lain depresi, trauma pasca kejadian, paranoid akan hal-hal tertentu seperti pergi ke kamar mandi atau bertemu orang-orang. Selain itu, korban kejahatan seksual juga bisa mengalami penurunan performa belajar, depresi, dan rendah diri.