Busyro Muqodas soal Kasus Novel: Polri yang Proses, Polri yang Sediakan Pengacara
"Ada kejanggalan dalam peradilan sekarang, terdakwa anggota aktif Polri, disidik Polri, dibela, dicarikan pembela dan unsur pembela dari Polri."
Mantan Pimpinan KPK Busyro Muqodas menyesalkan sikap Presiden Joko Widodo alias Jokowi yang tak mengikuti saran masyarakat terkait pembentukan tim gabungan pencari fakta (TGPF) independen dalam menangani kasus penyerangan air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Busyro menyatakan, TGPF independen terdiri dari berbagai unsur, yakni Polri, KPK, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dan masyarakat sipil.
-
Kapan Air Terjun Nyarai terbentuk? Di sini, kamu bisa menikmati gemuruh air dan kolamnya yang terbentuk sejak ratusan tahun lalu.
-
Kapan air liur anjing dianggap najis? Air liur anjing tergolong sebagai najis berat atau mughaladhah, yang artinya harus dibersihkan dengan cara yang khusus agar suci kembali.
-
Kapan Air Rumi lahir? Air Rumi, anak dari pasangan Irish Bella dan Ammar Zonni lahir pada 17 September 2020.
-
Apa yang dimaksud dengan air? Pengertian air adalah suatu zat yang tersusun dari unsur kimia hidrogen dan oksigen dan berada dalam bentuk gas, cair, dan padat.
-
Kapan Saluran Air Nglinguk I ditemukan? Saluran air dengan batu-bata kuno di kedua sisinya ini tidak sengaja ditemukan oleh pekerja pembuat bata pada tahun 2007 silam.
-
Kapan Hari Air Sedunia diperingati? Hari Air Sedunia adalah peringatan global yang diadakan setiap tahun pada tanggal 22 Maret untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya air bersih dan keberlanjutannya.
"Isi pernyataan itu adalah memohon kepada jokowi untuk bentuk TGPF independen terdiri dari polri, KPK, Komnas HAM dan unsur masyarakat sipil. Atas desakan kami apa sikap Presiden sampai saat ini, nihil besar," ujarnya dalam diskusi, Jumat (19/60).
Lantaran tak ada pembentukan TGPF dari Jokowi, Busyro menilai penegakan hukum dalam kasus Novel jadi terbengkalai. Sebab, Presiden menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus teror ini kepada Polri.
Busyro menilai terdapat banyak kejanggalan dalam proses peradilan kasus Novel. Dua terdakwa adalah anggota Polri, disidik oleh anggota Polri, dan dibela serta dicarikan pengacara oleh tim Polri.
"Ada kejanggalan dalam peradilan sekarang, terdakwa anggota aktif Polri, disidik Polri, dibela, dicarikan pembela dan unsur pembela dari Polri, nalar hukum seperti apa, apakah ini nalar hukum Pancasila? Polri yang proses, Polri yang sediakan pengacara," kata dia.
Dia juga mengatakan ada kejanggalan besar dalam peradilan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Yakni terkait dakwaan penuntut umum yang menyebut bahan kimia yang disiram ke wajah Novel adalah air aki, bukan air keras.
Selain itu, terdapat saksi kunci yang tak dihadirkan dalam persidangan, padahal saksi kunci tersebut telah menjalani pemeriksaan dalam proses penyidikan.
"Hasil Komnas HAM dicampakan dan berujung pada tuntutan jaksa hanya satu tahun dengan catatan jaksa ini wakil negara di bawah Jaksa Agung, dan Jaksa Agung di bawah Presiden," kata dia.
Untuk itu, Busyro menyimpulkan dari kejanggalan tersebut, teror terhadap Novel Baswedan dan institusi KPK adalah indikator dominannya oligarki bisnis dan politik.
"Berdasarkan fakta maka saya teruskan bahwa teror terhadap KPK maupun Novel Baswedan merupakan indikator merupakan tanda semakin jelas semakin dominannya para dominator oligarki bisnis dan politik," kata dia.
Reporter: Fachrur Rozie
Sumber : Liputan6.com