Cabut gugatan praperadilan, BW minta Polri SP3 kasusnya
Jika Polri tak menggubris permintaan itu, BW akan kembali mendaftarkan gugatan praperadilan.
Wakil Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto mencabut gugatan praperadilannya dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Bambang memberikan waktu kepada Bareskrim Polri untuk menghentikan kasus yang menjeratnya.
Bambang melalui kuasa hukumnya, Dadang Trisasongko mengatakan, alasan pencabutan gugatan itu lantaran adanya dorongan dari Pengawas Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi).
"Cabut sementara. Kita beri waktu polisi untuk SP3 kasus BW berdasarkan putusan dari Peradi. Jika hingga Senin 25 Mei belum ada respon maka kami ajukan kembali," kata Dadang saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu (20/5).
Senada dengan Dadang, kuasa hukum Bambang lainnya, Ainul Yaqin mengaku memberikan tenggat waktu kepada Polri agar menghentikan kasus kliennya. Menurut dia, Polri harus memiliki itikad baik setelah adanya putusan dari komisi pengawas Peradi.
"Kita memberikan kesempatan kepada polisi, mungkin punya itikad baik setelah adanya putusan komisi pengawas Peradi yang menyatakan tidak ada pelanggaran apa yang dilakukan mas BW," ujar Ainul.
Ditanya apa yang akan dilakukan jika Polri tidak menggubris permintaan pihaknya, Ainul mengaku akan mendaftarkan kembali praperadilan Bambang.
"Jika polisi enggak merespon, kemungkinan besar akan didaftarkan lagi praperadilannya," tandasnya.
Sebelumnya, Komisi Pengawas Advokat Peradi menyatakan tidak ada satu pun indikasi pelanggaran yang dilakukan Bambang Widjojanto terkait kasus yang disangkakan oleh Mabes Polri. Bambang Widjojanto dituding mengarahkan saksi dalam sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi pada 2010 silam.
Bambang kemudian melayangkan gugatan praperadilan atas penetapan status tersangkanya dan upaya penangkapannya pada 23 Januari 2015 ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan itu dilakukan berdasarkan putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Pasal 77 huruf a Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyebutkan bahwa penetapan tersangka merupakan obyek praperadilan.