Cara Mencegah dan Menangani Difteri
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, KLB difteri akibat rendahnya vaksinasi.
Kejadian luar biasa (KLB) difteri melanda Garut, Jawa Barat. Data Dinas Kesehatan Garut, terdapat 73 orang warga yang diduga terinfeksi difteri hingga Minggu (19/2) dengan mayoritas penderita adalah anak-anak.
Dari total 73 kasus tersebut, terdapat 4 kasus observasi difteri, 4 suspek difteri, 2 kasus konfirmasi positif difteri, 55 kontak erat, dan 7 orang meninggal dunia tanpa catatan medis yang lengkap. Kasus difteri ini muncul dalam empat pekan terakhir.
-
Siapa yang bisa terkena penyakit difteri? Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheria yang menyerang hidung, tenggorokan, atau kulit.
-
Apa yang dimaksud dengan difteri? Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheria yang menyerang hidung, tenggorokan, atau kulit.
-
Kapan difteri bisa menular? Seseorang bisa tertular difteri bila tidak sengaja menghirup atau menelan percikan air liur yang dikeluarkan penderita saat batuk atau bersin.
-
Kapan biasanya gejala difteri muncul? Periode inkubasi biasanya 2-5 hari, tetapi dapat memakan waktu hingga 10 hari.
-
Kenapa Kekeyi sering dicibir? Sayangnya, terkadang momen heboh Kekeyi malah mendapat cibiran.dari sejumlah. Malahan ada beberapa komentar bernada body shaming padanya.
-
Kapan gejala difteri biasanya muncul? Gejala difteri biasanya muncul 2 sampai 5 hari setelah seseorang terinfeksi.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, KLB difteri di Garut akibat rendahnya vaksinasi. Kondisi ini terjadi akibat tenaga kesehatan fokus menangani pasien Covid-19 dalam tiga tahun terakhir. Sehingga mengabaikan pemberian vaksinasi pada anak untuk mencegah difteri.
"Difteri di Garut memang vaksinasinya kurang, gara-gara Covid-19 jadi agak berkurang," kata Budi dikutip Kamis (23/2).
Saat ini, Kemenkes telah memetakan daerah mana saja yang tertinggal dalam Program Imunisasi Nasional untuk dilakukan akselerasi.
"Kita sudah identifikasi daerah mana yang imunisasinya kurang. Kejadiannya ini seperti polio. Karena pada saat COVID-19, banyak energi habis, jadi beberapa imunisasi anak ketinggalan," ujar dia.
Cara Mencegah dan Menangani Difteri
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama mengatakan, difteri merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Sama seperti penyakit Polio, Campak, Hepatitis B, dan Tetanus.
“Difteri adalah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), karena itu jelas terjadinya KLB terjadi karena cakupan imunisasi yang rendah pada penduduk,” jelasnya.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi menambahkan, ada sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk menangani difteri. Di antaranya, menetapkan status KLB Difteri sebagai pemberitahuan bahwa situasi sudah darurat.
Kemudian, puskemas membuat posko KLB Difteri di lokasi. Setelah itu, melakukan tata laksana kasus sesuai dengan pedoman (pengambilan swab, pemberian ADS sesuai rekomendasi ahli, isolasi kasus). Bisa juga memberikan profilaksis kepada semua kontak erat difteri.
“Menunjuk pemantau minum obat (PMO) profilaksis (kader, toma atau petugas kes setempat),” imbuh dia.
Tak hanya itu, menurut Nadia, perlu ada pembatasan aktivitas di luar rumah bagi yang sakit. Selanjutnya, tetap menerapkan protokol kesehatan terutama di daerah atau lokasi KLB dengan menjaga jarak dan penggunaan masker. Tak kalah penting, melakukan outbreak response immunization (ORI) sesuai arahan komite ahli.
Sementara pihak terkait harus melakukan koordinasi dengan lintas sektor dalam penanganan kasus difteri. Mereka juga perlu melakukan sosialisasi tentang penyakit difteri dan pentingnya imunisasi kepada masyarakat.
“Meningkatkan cakupan imunisasi dasar lengkap, melakukan ORI (outbreak respon imunization) di wilayah Garut,” tandas Nadia.
(mdk/tin)