Cerita petambak garam di Takalar dulang untung di tengah kelangkaan
Cerita petambak garam di Takalar dulang untung di tengah kelangkaan. Di penghujung Juli hingga masuk Agustus ini, mulai panen satu kali tiap empat hari. Dan tiap kali panen itu bisa dapat 30 karung. Per karungnya dijual Rp 130.000 hingga Rp 140.000 karung isi 50 kilogram.
Langkanya garam menurunkan berkah tersendiri bagi sebagian petambak garam khususnya mereka yang berada di Kabupaten Takalar, Sulsel atau sekira 40 kilometer dari Makassar. Karena produksi garam untuk bahan baku garam beryodium itu sangat kurang, otomatis mendongkrat harga garam yang ada.
Daeng Upa (41) salah seorang petambak garam yang ditemui di Desa Cikoang, Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Rabu, (2/7) mengaku, harga garam yang setahun lalu hanya Rp 25.000 hingga Rp 30.000 per karung isi 50 kilogram karena produksi garam melimpah. Kini naik menjadi Rp 130.000 hingga Rp 140.000 per karung dengan berat yang sama.
"Sekarang pedagang garam yang kejar kita. Kalau perlu harga garam mereka naikkan supaya dapat garam. Masih sementara proses panen saja, sudah ada yang datang menawari. Padahal dulu kita yang kejar-kejar pedagang untuk beli garam karena saingan berat. Banyak sekali garam waktu itu karena memang tahun lalu musim kemarau cukup panjang sehingga banyak garam yang jadi. Tapi mungkin juga ada masuk garam impor," tutur Daeng Upa yang ditemui di pinggir ladang garamnya.
Daeng Upa yang juga berprofesi sebagai nelayan ini menggarap sekitar 30 hektare ladang garam milik bosnya. Ia mengaku diuntungkan dengan naiknya harga garam kini. Karena cuaca mulai sering cerah, mempercepat proses air laut di ladang garam jadi kristal garam. Di penghujung Juli hingga masuk Agustus ini, mulai panen satu kali tiap empat hari. Dan tiap kali panen itu bisa dapat 30 karung. Per karungnya dijual Rp 130.000 hingga Rp 140.000 karung isi 50 kilogram.
"Cara baginya, kalau misalnya 4 karung maka 1 karung diambil pemilik ladang, 3 karung lainnya milik pekerja," tuturnya.
Menurutnya, saat ini masih kerap turun hujan padahal mendung saja, produksi garam bisa gagal. Sehingga dia memprediksi, musim kemarau baru normal mulai September mendatang. Artinya, produksi bisa kembali normal.
"Kita berharap tingginya harga garam tetap bertahan seperti sekarang ini supaya petambak juga dapat untung banyak tapi kecil kemungkinan. Hanya saja kalaupun nanti harga kembali turun, yah paling tidak bisa Rp 100.000 per karung," ujar Daeng Upa seraya menambahkan, karena pekerjaan memproduksi garam itu tergantung musim kemarau, paling lama itu bisa memproduksi selama 4 bulan. Sehingga jika tidak musim kerja lagi, Daeng Upa kembali beralih jadi nelayan.