Dewan Pers sebut kebebasan pers memicu banyaknya wartawan gadungan
"Kalau ada oknum wartawan dalam tugas peliputan merugikan orang lain, laporkan saja ke Kepolisian," kata Bagir.
Profesi sebagai wartawan memang tidak menjanjikan dari sisi finansial. Namun, menjadi seorang wartawan menjanjikan akses kedekatan dengan kalangan tertentu, mulai dari pesohor, pejabat hingga petinggi negara.
Tidak sedikit yang memanfaatkan identitas wartawan untuk mendapatkan akses-akses tertentu. Bahkan, menyalahgunakannya untuk kepentingan pribadi dengan cara menipu, memeras hingga mencemarkan nama baik.
Melihat kondisi ini, Ketua Dewan Pers Bagir Manan menegaskan bahwa seseorang yang berprofesi sebagai wartawan atau jurnalis harus mematuhi kode etik jurnalistik dalam setiap kegiatan peliputan. Inilah yang membedakan antara wartawan sejati dengan wartawan gadungan. Dewan Pers pun meminta masyarakat untuk semakin jeli membedakan media sungguhan dengan media gadungan.
"Yang bodrek (wartawan gadungan) apapun namanya itu bukan pers. Kalau ada oknum wartawan dalam tugas peliputan merugikan orang lain, melakukan pemerasan dan menipu, silakan laporkan kepada kepolisian, karena itu bukan wewenang Dewan Pers," kata Bagir di Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (25/6).
Dia menjelaskan, perbedaan media pers asli dengan gadungan bisa dilihat dari beberapa hal. Salah satunya adalah dari sisi badan usaha.
"Media itu sudah diatur dalam undang-undang pers harus berbadan hukum, struktur organisasinya jelas, kerjanya jelas. Kalau dia mengaku wartawan tapi duduk di restoran bikin berita, beritanya enggak ada, kantornya enggak jelas, bagaimana pertanggungjawaban hukumnya? Ya enggak bisa, itu tanggung jawab pribadi," paparnya.
Sisi lain yang bisa dicermati dari seorang wartawan sejati adalah dari sisi kinerja, agenda peliputan yang jelas, tayangan berita bisa diakses, dan keberadaan kantor yang jelas.
"Nah, kalau ada wartawan tiba-tiba datang minta uang ke masyarakat, ke sekolah, ke instansi pemerintahan, tidak ada beritanya, tidak ada kantornya, tidak punya manajemen, tidak ada pemimpin redaksinya, jabatannya tidak jelas, itu bukan media pers dan Dewan Pers tidak akan melindungi media seperti itu. Dengan demikian kita bisa mendisiplinkan media, kalau perlu laporkan ke polisi," tegasnya.
Dewan Pers mengimbau masyarakat untuk berperan aktif melaporkan siapa saja yang melakukan pemerasan, penipuan, dan pencemaran nama baik menggunakan profesi wartawan kepada aparat hukum.
"Laporkan saja kepada kepolisan, karena itu sudah wilayah pihak yang berwajib. Karena itu bukan bagian dari pers," pungkasnya.