Di depan Pansus KPK, pencuri sarang walet beberkan penyiksaan oleh Novel Baswedan
Di depan Pansus KPK, pencuri sarang walet beberkan penyiksaan oleh Novel Baswedan. Selain dengan tersangka pencurian sarang burung walet, Pansus juga mendengar keterangan eks hakim Syarifuddin Umar.
Anggota pansus angket KPK menggelar rapat dengar pendapat umum dengan tersangka kasus pencurian sarang burung walet yang mengaku menjadi korban penganiayaan oleh penyidik KPK Novel Baswedan. Selain dengan tersangka pencurian sarang burung walet, Pansus juga mendengar keterangan eks hakim Syarifuddin Umar.
Para tersangka yakni Irwansyah Siregar, Dedi Nuryadi, Doni dan Rusli Aliansyah datang bersama kuasa hukumnya, Yuliswa. Mereka mengadukan kronologis dan bentuk penyiksaan yang dilakukan Novel saat ditangkap pada 2004 silam. Saat penangkapan itu Novel masih berstatus sebagai Kasat Reskrim Polres Bengkulu.
Dari pihak Pansus, hadir Ketua Pansus angket KPK, Agun Gunandjar Sudarsa, dan dua wakilnya Masinton Pasaribu dan Taufiqulhadi. Hadir pula, anggota-anggota Pansus di antaranya, Bambang Soesatyo, John Kennedy Aziz, Arteria Dahlan, Eddy Kusuma Wijaya.
"Penyiksaan itu sangat berat kami rasakan. Memang kami maling sarang burung walet tapi kami tidak melakukan perlawanan," kata Irwansyah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/8).
Di hadapan anggota Pansus, Irwansyah bercerita dirinya dan beberapa temannya ditangkap dan dibawa ke Polresta Bengkulu. Di Polres, Irwansyah mengaku disiksa berjam-jam hanya dengan menggunakan celana dalam. Penyiksaan itu, kata dia, dilakukan tanpa ada interogasi terlebih dahulu.
Sambil menangis, Irwansyah berujar dia dan teman-temannya juga dilindas dengan menggunakan motor hingga disetrum di bagian kemaluan mereka.
"Disiksa sekian jam lalu kami dibawa ke pantai. Sebelum itu disetrum kemaluan kami. Kami tidak melakukan pemerkosaan tapi dilakukan penyetruman dan itu dilakukan Bapak Novel Baswedan," tuturnya.
Usai disiksa di Polres, Irwansyah dan kawan-kawan dibawa ke pantai dengan mata tertutup. Sesampainya di pantai, dia menyebut ditembaki oleh polisi di bagian kaki.
"Setelah kami disetrum kami dibawa ke pantai, ditembak. Mata tertutup diarahkan ke pantai. Setelah ditembak kami dibawa ke RS tidak ada dilakukan pengobatan. Jadi saya menuntut atas perlakuan beliau kepada kami," ujarnya.
Tak terima dengan perlakuan Novel dan anggotanya, Irwansyah menyatakan bersyukur karena Novel diteror dan disiram air keras di wajahnya. Kesakitan Novel karena disiram air keras itu diklaim pernah dirasakan Irwansyah dan kawan-kawan.
"Dan saya bersyukur atas kecelakaan pada beliau karena pada saat itu mata saya juga berdarah, seminggu keluar darah. Tidak ada pengorbanan. Saya bersyukur karena dulu saya ucapkan, saya sudah lapor ke mana-mana kepada siapa lagi saya mengadu," terangnya.
Setelah mendengar keluhan Irwansyah Cs, anggota-anggota Pansus meminta mereka memeragakan bagaimana Novel dan sejumlah anggota Polres Bengkulu menyiksa mereka.
Tak hanya Irwansyah, Pansus juga mendengar keterangan eks hakim PN Jakpus Sarifuddin Umar. Sarifuddin menilai KPK telah melakukan rekayasa kasusnya dan konspirasi jahat dibalik nama besar KPK. Dia menduga ada pejabat KPK yang sengaja mengkriminalisasi.
"Fakta kepandaian KPK merekayasa kasus, mengkriminalisasi di balik nama besar KPK. Faktanya sudah Anda dengar dan itu terjadi dalam persidangan," tegasnya.
Salah satu caranya memanipulasi rekaman pembicaraan Sarifuddin yang didapat bukan dari proses penyadapan melainkan dengan mengambil melalui memory handphone.
"KPK menyatakan melalui jubirnya johan budin sah-sah saja hakim Sarifuddin menyangkal, KPK punya sadapan. Ini yang selalu diucapkan KPK soal sadapan dan ini merupakan kebohongan publik," tandasnya.
"Sadapan diperoleh pada saat terjadinya pembicaraan, dan didengar langsung. Yg terjauoudi rekamuan pembicaraan dengan mengambil memory HP yang termuat isi SMS, ada pembicaraan. Itu namanya rekaman pembicaraan," sambung Sarifuddin.
Perkara ini berawal saat KPK menangkap Syarifuddin sebagai tersangka kasus penyuapan hakim di rumahnya, Jalan Sunter Agung Tengah 5 C No. 26, Jakarta Utara pada 1 Juni 2011. KPK menyita uang tunai Rp 392 juta dan US$ 116.128, kemudian 245 ribu dolar Singapura, 20.000 yen, serta 12.600 riel Kamboja.
KPK juga menangkap PT Skycamping Indonesia (SCI) Puguh Wirawan. Puguh diduga menyuap Syarifuddin agar dapat izin menjual aset PT SCI berupa sebidang tanah di Bekasi, Jawa Barat, yang diperkirakan bernilai Rp 16 miliar dan Rp 19 miliar. Padahal PT SCI itu dinyatakan pailit.
Syarifuddin divonis 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp 150 juta subsider 4 bulan penjara. Ia terbukti secara sah menerima suap sengketa tanah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dia terbukti melanggar pada dakwaan keempat yakni Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001. Dengan menerima suap berupa uang senilai Rp 250 juta dari kurator PT Skycamping Indonesia Puguh Wirawan
Dia kemudian mempraperadilankan KPK atas penangkapan itu. Syarifuddin menganggap KPK semena-mena.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan lalu memenangkan gugatan Syarifuddin. Dalam putusan tersebut, majelis hakim menyatakan, penyitaan yang dilakukan KPK dalam penangkapan Syarifuddin tidak sah karena tanpa surat penggeledahan.
Syarifuddin dalam gugatannya mengajukan permohonan ganti rugi sebesar Rp 60 juta dan kerugian immateriil sebesar Rp 5 miliar. Menurut hakim ketua sidang praperadilan, Matheus Samiaji pada 19 April 2012, kerugian Rp 60 juta itu tidak terinci serta berdasarkan perkiraan dan asumsi semata, sehingga tidak dapat dikabulkan atau ditolak.
Sedangkan kerugian immateril, kata Samiadji dapat dikabulkan, tapi tidak sebesar Rp 5 miliar. Itu karena KPK tidak memiliki harta kekayaan sendiri, melainkan bergantung dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara.
Atas putusan itu, KPK mengajukan banding. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta lalu menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait gugatan perdata hakim Syarifuddin Umar terhadap KPK.
Putusan PN Jaksel itu menyatakan KPK melakukan perbuatan melawan hukum sehingga mengakibatkan kerugian terhadap Syarifuddin. KPK juga diharuskan membayar kerugian kepada Syarifuddin sebesar Rp 100 juta, serta mengembalikan 26 jenis barang milik Syarifuddin yang disita. KPK lalu mengajukan kasasi ke MA.
Baca juga:
KPK minta doa Novel segera pulih, bisa kembali berantas korupsi
Ungkap kasus Novel, KPK sebut polisi tambah jumlah personel penyidik
KPK nilai pembentukan tim independen usut kasus Novel tak relevan
Polda Metro sebut pemeriksaan Novel di Singapura terbentur waktu
Pasca operasi mata, kondisi mata Novel berangsur stabil
Punya kemampuan surveillance, KPK diminta bentuk tim bantu kasus Novel oleh Kapolri
Kapolri beri KPK akses full hasil penyelidikan kasus Novel Baswedan
-
Bagaimana Novel Baswedan mendapatkan informasi tentang keinginan Agus Rahardjo untuk mundur dari KPK? “Tetapi detailnya saya gak tahu, jadi saya waktu itu sedang sakit di Singapura sedang berobat. Ceritanya, tentunya saya tidak langsung ya. Jadi cerita itu saya denger-denger, dari Pegawai KPK lain yang bercerita. Jadi mestinya yang lebih tahu, pegawai yang ada di KPK,” ucapnya.
-
Kapan air liur anjing dianggap najis? Air liur anjing tergolong sebagai najis berat atau mughaladhah, yang artinya harus dibersihkan dengan cara yang khusus agar suci kembali.
-
Kapan Air Terjun Nyarai terbentuk? Di sini, kamu bisa menikmati gemuruh air dan kolamnya yang terbentuk sejak ratusan tahun lalu.
-
Kapan Air Rumi lahir? Air Rumi, anak dari pasangan Irish Bella dan Ammar Zonni lahir pada 17 September 2020.
-
Kapan Hari Air Sedunia diperingati? Hari Air Sedunia adalah peringatan global yang diadakan setiap tahun pada tanggal 22 Maret untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya air bersih dan keberlanjutannya.
-
Kenapa Air Panas Citando di Lebak sekarang terbengkalai? Sayangnya pemandian air panas yang dikelilingi pohon rindang itu tinggal kenangan. Kondisi tak terawat tampak di destinasi air panas Citando, Desa Senanghati, Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak. Keadaan di sekitar area parkir, sampai titik sungai air panas sudah dipenuhi ranting dan dedaunan hingga menguatkan kesan terbengkalai.