Di hadapan Ketua KPK dan Setnov, Puan bahas tantangan dana parpol
Dana bantuan parpol yang sangat minim tersebut adalah tantangan yang harus dijawab dan dipecahkan oleh semua parpol.
Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani mengatakan dana bantuan parpol yang kecil tidak boleh membuat Indonesia terjebak dalam sistem politik berbiaya tinggi. Dana bantuan partai politik (parpol) dari APBN saat ini sebesar Rp 108/pemilih berdasarkan raihan suara dalam pemilu.
Dengan dana dari negara itu, publik makin getol menuntut parpol untuk transparan dalam penggunaan keuangannya. Puan mengatakan dana bantuan parpol yang sangat minim tersebut adalah tantangan yang harus dijawab dan dipecahkan oleh semua parpol.
Karena itu, penataan sistem politik secara komprehensif yang belum pernah dilakukan sejak era reformasi, mutlak dilakukan sekarang ini.
"Bagaimana kita melakukan kaderisasi di partai politik dengan dana sebesar Rp 108 itu. Ya, itu untuk beli air mineral aja tidak cukup," kata Puan dalam seminar 'Menata Ulang Dana Politik di Indonesia' di Gedung BPK RI, Jakarta, Senin (25/7).
Hadir dalam acara itu Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahadjo, anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Rizal Djalil dan Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto.
Karena itu, menurut Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) non-aktif tersebut, membangun semangat gotong-royong dalam pendanaan parpol sangat dibutuhkan. Gotong-royong sebenarnya tidak hanya untuk pendanaan parpol, tetapi juga di semua lini.
"Negara ini harus dibangun secara bersama-sama. Ada sinergi antara semua lembaga, pemerintah sebagai eksekutif, legislatif, yudikatif, partai politik dan sebagainya. Di semua lini kita harus bergotong-royong," ajak Puan.
Puan menjelaskan, minimnya transparansi keuangan parpol telah membuat krisis kepercayaan dari masyarakat. Di internal parpol saat ini juga terjadi persaingan yang tidak sehat karena dalam pemilihan menjadi anggota legislatif, lebih banyak dipengaruhi oleh kekuatan finansial calon agar dipilih oleh masyarakat.
Hal tersebut merupakan efek dari sistem pemilihan yang sangat terbuka. "Ini mengakibatkan adanya kanibalisme politik di internal partai politik," katanya.
Fenomena lain adalah adanya kapitalisasi jabatan dalam sistem politik saat ini. Menurut Puan, tidak ada yang bisa mengetahui secara pasti berapa biaya yang dikeluarkan oleh seseorang ketika hendak menjadi anggota DPR, DPRD atau kepala daerah. Di sini sebetulnya tugas parpol, yakni mengontrol agar fenomena kanibalisme politik tidak terus terjadi.
"Kita harus mempunyai partai politik yang bebas dari kanibalisme semacam ini. Kita harus mau bergotong-royong, sekali lagi kita bergotong-royong, dalam membangun bangsa yang bersih," katanya.
Menurutnya, tugas partai politik yang ada sekarang untuk mengkaji secara komprehensif, apakah sistem pemilihan terbuka dalam pemilu saat ini sudah baik atau tidak. Jika dianggap kurang baik, apakah harus kembali ke pemilihan dengan sistem tertutup seperti dulu atau harus ada sistem pemilihan lain yang bisa diterapkan.
Dalam hal pendanaan partai politik, tambahnya, ada tiga hal yang menjadi tuntutan publik, yakni dari mana sumber dana, bagaimana tata kelolanya dan bagaimana partai politik mempertanggungjawabkannya dengan hasil yang sesuai keinginan publik.
Rizal Djalil sepakat bahwa dana bantuan parpol dari APBN sangat kecil. "Saya pernah di partai politik, pernah di DPR. Dengan dana itu, untuk bangun kantor saja tidak bisa," kata Rizal.
Ia berharap pemerintah dan juga DPR mau membangun sistem politik yang baik ke depan. Ia juga menjelaskan, negara akan bubar kalau parpol tidak ada. Alasannya, Indonesia tidak akan memiliki presiden dan parlemen kalau tidak ada parpol. Keberadaan parpol untuk memilih presiden dan parlemen adalah perintah undang-undang.
"Presiden dan Wakil Presiden dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Tidak ada jalur independen," kata Rizal.
Sementara Agus Rahardjo mengatakan yang dibutuhkan ke depan adalah perbaikan tata kelola keuangan parpol agar lebih baik ke depan.