Diancam tak naik kelas bila bantah mencuri, siswa SMA laporkan guru
Empat guru ngotot bahwa pencuri helm adalah korban dan diancam tidak akan naik kelas.
Bukannya membimbing, empat guru SMA 7 Palembang berinisial SN alias Madam, HS, DE, dan HY, justru melakukan intimidasi terhadap siswanya sendiri. Korban inisial BR (17) dipaksa mengaku mencuri helm dan berujung pemberhentian.
Tak terima anaknya mendapatkan perlakuan seperti itu, orangtua BR, M Yamin mengadu ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Palembang. Jika kasusnya tak tuntas, kasus ini akan dilanjutkan ke ranah hukum.
Yamin didampingi kuasa hukumnya, Lisa Merida, menjelaskan tudingan tersebut bermula saat seorang siswa kehilangan helm di motor yang terparkir di lingkungan sekolah, kawasan Jalan Takwa, Merah Mata, Kecamatan Kalidoni, Palembang, Kamis (26/5) lalu. Saat kejadian juga bertepatan dengan waktu ujian semester kenaikan kelas. Korban bersama empat rekannya dipanggil ke ruang guru karena dituding sebagai pelakunya.
Merasa tak pernah melakukan pencurian, korban pun membantah. Bantahan itu juga diperkuat pernyataan empat teman sekelas korban. Apalagi, korban bersama teman-temannya melihat pencuri helm tersebut adalah siswa kelas lain berinisial WR dan ER saat menuju musala pada jam istirahat.
"Anehnya, anak saya (BR) tidak diperbolehkan ikut ujian. Dia dipaksa mengakui mencuri helm dengan ancaman tidak bakal naik kelas," ungkap Yamin, Kamis (8/9).
Keesokan harinya, kata dia, anaknya kembali dipanggil empat guru tersebut, termasuk pelaku WR dan ER untuk dipertontonkan rekaman CCTV. Ternyata, dalam rekaman itu terbukti korban sama sekali tidak mencuri helm, tetapi justru menasihati WR dan ER agar mengembalikannya ke tempat semula.
"Malah guru menuduh anak saya ikut bersekongkol, padahal WR sama ER itu sudah bilang anak saya tidak terlibat sama sekali," ujarnya.
Kasus itu berlanjut dengan pemanggilan orangtua korban oleh pihak sekolah. Singkat cerita, empat guru ngotot bahwa pencuri helm adalah korban dan diancam tidak akan naik kelas.
"Rekaman CCTV sudah jelas menunjukkan anak saya bukan pelakunya, teman-temannya juga membantah, dua pelaku (WR dan ER) sudah mengakui mereka yang maling, tapi ternyata anak saya tetap saja diintimidasi," kata dia.
Meski tidak terbukti melakukan pencurian seperti yang dituduhkan, sambung dia, korban akhirnya diputuskan pihak sekolah tidak naik kelas. Jika ingin naik kelas, korban harus pindah sekolah lain.
"Karena malu dituduh guru-gurunya, anak saya pindah ke Bangka. Mentalnya sekarang terganggu dan selalu teringat kejadian itu," sambung dia.
"Atas saran KPAID, saya harus lapor polisi. Saya harap empat oknum guru itu disanksi tegas karena mengintimidasi dan semena-mena terhadap anak saya," tutupnya.