Dianggap tidak sejalan, Purwakarta menolak terapkan PP 78/2015
Menurut Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, kalau aturan itu diterapkan akan menggoyahkan perusahaan dan terjadi PHK.
Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat menyatakan tidak akan menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 tentang pengupahan, buat membahas upah buruh pada 2016. Alasannya, beleid itu kurang relevan diterapkan sebab saat ini sistem pengupahan di Purwakarta telah disesuaikan dengan Kelompok Jenis Usaha (KJU), sedangkan aturan baru hanya mengacu pada satu Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi mengatakan, PP baru hanya akan jadi acuan. Namun, penetapan UMK tetap menggunakan ketentuan lama, yakni berdasarkan upah berjalan. Kendati demikian, lanjut dia, kenaikan upah minimum tahun depan tak lebih dari sebelas persen dari upah berjalan saat ini.
"Untuk upahnya tetap akan disesuaikan berdasarkan Kelompok Jenis Usaha," kata Dedi, Selasa (4/11).
Lebih lanjut âªmenurut Dedi, bila UMK ditetapkan berdasarkan PP baru, maka akan terjadi stagnasi upah di wilayahnya. Terutama, bagi karyawan yang masuk ke kelompok jenis usaha pertama, seperti pegawai sektor otomotif. Sebab, UMK 2015 pada KJU ini besarannya Rp 3,4 juta per bulan.
"Bila UMK sektor ini naik sampai 11 persen, perusahaan bisa keberatan. Dengan begitu, karyawan akan dirugikan. Mereka bisa tak naik UMK-nya bila menggunakan PP tersebut," lanjut Dedi.
Sebaliknya, bagi karyawan yang masuk KJU tiga dan empat, yakni sektor tekstil serta garment, akan terjadi lonjakan UMK cukup signifikan. UMK garment itu antara Rp 2,1 hingga 2,3 juta. Bila menggunakan PP baru, mereka bisa mendapat gaji Rp 2,9 juta.
"Yang dikhawatirkan, bila sektor garment UMK-nya Rp 2,9 juta, perusahaan akan gulung tikar, maka akan banyak karyawan yang di PHK," jelas Dedi.