Hidup Penuh Keterbatasan, Pasangan Lansia Asal Purbalingga Ini Nekat Buka Warung di Tengah Pegunungan
Untuk bisa sampai ke warung itu, pengunjung butuh berjalan kaki selama satu jam melewati jalan menanjak yang curam dan dipenuhi batu.
Hidup penuh keterbatasa tak menyurutkan semangat Bu Ratmini dan Pak Wiarji untuk mencari nafkah. Di usianya yang telah beranjak senja, sepasang lansia itu justru nekat membuka sebuah warung kecil di atas gunung.
Melalui video yang diunggah pada Rabu (18/9) lalu, pemilik kanal YouTube Tedhong Telu berkesempatan mengunjungi warung kecil itu dan bertemu dengan Bu Ratmini dan Pak Wiarji.
-
Kenapa rumah pasangan lansia terlihat terisolir? Bukan hanya bagian depan atau belakang rumah, bangunan apik tersebut diketahui dikelilingi area persawahan. Tak nampak jalan raya atau sekadar setapak penghubung dari rumah ke area sawah. Sehingga, rumah tersebut seolah terisolir.
-
Dimana rumah pasangan lansia ini berada? Banyak keindahan yang terpancar dari Jawa Tengah. Pemandangan sawah rasanya masih bisa dengan mudah ditemukan di berbagai sudut wilayahnya. Seperti lokasi berikut ini. Di tengah-tengah area persawahan luas, justru ada rumah berlantai dua milik pasangan lansia yang jauh dari jalanan.
-
Apa yang unik dari rumah pasangan lansia ini? Rumah Dua Lantai di Tengah Sawah Potret rumah unik tersebut tak lain diungkap oleh pemilik kanal YouTube Kampung Digital. Melalui video berdurasi kurang dari 9 menit, terungkap ada rumah berlantai dua yang begitu nyaman. Menariknya, rumah apik tersebut ternyata milik dari sepasang lansia.
-
Siapa pemilik warung tengah hutan? Pemilik warung tengah hutan itu adalah Ibu Hartini.
-
Bagaimana pasangan lansia mengangkut bahan bangunan? Terungkap, rupanya berbagai bahan bangunan saat mendirikan rumah impian itu dipanggul hingga digendong sendiri oleh keduanya. Hal itu pun selayaknya yang dikisahkan sang istri. 'Dipanggul, digendong, kita suami dan istri yang menggendong,' ceritanya.
-
Kenapa pendaki tersesat di Gunung Singgalang? Lima orang pendaki itu tersesat di jalur pendakian karena kondisi cuaca ekstrem sehingga mereka kehilangan arah.
Mereka menyambut kedatangan Tedhong Telu dengan ramah. Dari warung itu bisa dilihat hamparan rumah-rumah dan ladang milik warga di bawah sana.
Lalu seperti apa kisah dari sepasang lansia itu? Berikut selengkapnya:
Berada di Lokasi Terpencil
Lokasi warung itu benar-benar terpencil di atas Pegunungan Ardilawet yang secara administratif masuk wilayah Desa Penusupan, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga. Untuk bisa sampai ke warung itu, pengunjung butuh berjalan kaki selama satu jam melewati jalan menanjak yang curam dan dipenuhi batu.
Pak Wiarji bercerita, di warung itu ia dan istrinya menjual aneka makanan dan minuman. Namun tak semua makanan bisa mereka hidangkan. Bu Ratmini mengaku sudah tidak bisa lagi memasak gorengan karena keterbatasan fisik yang ia miliki. Saat ini Bu Ratmini sudah berusia 60-an tahun, sementara Pak Wiarji 70-an tahun.
Berada di Jalur Pendakian
Pak Wiarji mengatakan, ia dan istrinya terpaksa membuka warung di atas sana demi mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga. Jalan setapak yang berada di depan warung itu merupakan jalur pendakian ke puncak Pegunungan Ardilawet. Di puncak pegunungan itu ada makam seorang ulama bernama Syekh Jambu Karang. Lokasinya masih sejauh dua kilometer lagi dari warung itu ke arah puncak.
“Nanti buat orang yang tidak mampu mendaki, biar istirahat di sini. Atau buat yang capek, sebelum lanjut mendaki bisa istirahat di sini dulu. Jadi dari para pendaki itu kami mendapat penghasilan,” kata Pak Wiarji dikutip dari kanal YouTube Tedhong Telu.
Jadi Tempat Istirahat Para Peziarah
Bu Ratmini melanjutkan, ramainya warung ditentukan dari jumlah peziarah yang datang ke makam Syekh Jambu Karang. Ia mengatakan, tidak setiap hari makam itu ramai dikunjungi peziarah. Biasanya mereka akan berbondong-bondong datang ke warung itu pada Rabu Pon, Kamis Wage, dan Malam Jumat Kliwon.
“Kalau peziarah banyak yang datang, mereka pasti mampir ke warung ini. Beli teh manis, kopi, atau minum-minuman ini. Apa saja. Tapi kalau gorengan atau mendoan emang nggak jual karena saya sudah repot, nggak bisa bikin,” kata Bu Ratmini.
Sudah 9 Tahun Buka Warung
Bu Ratmini mengatakan, mereka sudah membuka warung di sana selama 9 tahun. Warung itu buka 24 jam. Sehari-hari mereka memang tinggal di warung itu. Kata Bu Ratmini, rumah mereka di desa kondisinya sudah memprihatinkan.
Sementara ketiga anak mereka sudah berumah tangga dan masing-masing sudah memiliki rumah sendiri.
“Biasanya bapak pulang ke rumah 7-10 hari sekali. Kalau pulang biasanya nge-cash aki soalnya di sini nggak ada listrik. Kalau mau nyalain lampu harus pakai aki,” kata Bu Ratmini.
Kondisi Warung yang Memprihatinkan
Dalam kesempatan itu, pemilik kanal YouTube Tedhong Telu berkesempatan melihat sendiri warung milik kedua pasangan lansia itu. kondisinya benar-benar memprihatinkan. Untuk tempat tidurnya hanya berupa karpet tipis yang lantainya beralaskan kardus bekas. Di sanalah Bu Ratmini dan Pak Wiarji biasa beristirahat.
Sementara dinding dan atapnya terbuat dari seng. Kondisi dapurnya dipenuhi barang-barang dan kondisinya sempit. Untuk penerangannya, keluarga itu hanya mengandalkan aki. Lampu itu terpasang di beberapa titik. Tapi untuk menghemat aki, biasanya hanya satu lampu yang dinyalakan.
“Ya memang tempatnya seadanya seperti ini. Tapi saya nggak malu kalau tinggal di sini,” kata Bu Ratmini dikutip dari kanal YouTube Tedhong Telu.