Diskusi UGM Diteror, Denny Indrayana Sebut Rezim Otoriter Muncul Lagi
Denny mengatakan, seharusnya pemerintah menyambut baik diskusi-diskusi yang digelar para mahasiswa. Sebab, diskusi dan dialog merupakan cara mahasiswa melestarikan budaya intelektual.
Pakar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana menyesalkan pembungkaman terhadap diskusi virtual yang hendak digelar Constitutional Law Society (CLS) atau Komunitas Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM). Denny menyebut, upaya ini menunjukkan kepemimpinan otoriter seperti yang terjadi di masa orde baru muncul kembali.
"Hal-hal semacam ini tentu saja menunjukkan karakteristik otoritarianisme yang muncul lagi," kata Denny dalam diskusi yang disiarkan melalui YouTube Mahutama, Senin (1/6).
-
Kapan UGM diresmikan? Universitas Gadjah Mada (UGM) didirikan pada 19 Desember 1949 di Yogyakarta, Indonesia.
-
Kenapa UMKM penting? UMKM tidak hanya menjadi tulang punggung perekonomian di Indonesia, tetapi juga di banyak negara lain karena kemampuannya dalam menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
-
Kenapa Kementan menggandeng UGM? Pada saat ini dengan banyaknya permohonan sertifikasi alsintan prapanen maupun pascapanen dan sangat terbatasnya laboratorium pengujian alsintan di Indonesia, kami sangat mengapresiasi Fakultas Tekonologi Pertanian – UGM yang telah mempunyai laboratorium pengujian alsintan dan telah terakreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) bersedia bekerjasama.
-
Di mana UGM berdiri? Universitas Gadjah Mada (UGM) didirikan pada 19 Desember 1949 di Yogyakarta, Indonesia.
-
Bagaimana Ilham diterima di UGM? Ilham berhasil diterima di UGM melalui jalur Seleksi Nasional Berdasar Prestasi (SNPB) 2023 di Prodi Hubungan Internasional.
-
Kenapa UGM dibangun di Yogyakarta? Sri Sultan Hamengkubuwono IX adalah salah satu tokoh yang mendukung pendirian kembali UGM di wilayah Republik yang tersisa, Yogyakarta. Beliau sangat mendukung keberlangsungan pendidikan tinggi di kota tersebut dan bahkan memberikan tanah Kasultanan untuk menjadi lokasi kampus UGM.
Denny mengatakan, seharusnya pemerintah menyambut baik diskusi-diskusi yang digelar para mahasiswa. Sebab, diskusi dan dialog merupakan cara mahasiswa melestarikan budaya intelektual.
Sebagai mantan guru besar Hukum Tata Negara UGM, Denny mengaku sangat terganggu dengan ancaman pembunuhan terhadap penyelenggara diskusi tersebut. Bahkan ancaman teror serupa diarahkan kepada para narasumber.
"Tentu saja ini satu hal yang mengganggu. Saya tahu persis teman-teman yang menyelenggarakan kegiatan ini lintas mahasiswa hukum tata negara," ujarnya.
Presiden Tak Bisa Dilengserkan Lewat Diskusi
Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti menambahkan, tindakan represif terhadap kebebasan berpendapat belakangan ini memang semakin menguat. Salah satu tindakan represif itu dia rasakan setelah menjadi narasumber dalam diskusi ‘PSBB, Policy Setengah Basa Basi?’.
"Betapa buasnya kelompok-kelompok yang tidak menginginkan ada kritikan terhadap pemerintah," ujarnya.
Bivitri mengaku heran masih banyak yang merasa geram dengan diskusi intelektual yang mengkritik pemerintah, termasuk diskusi yang bertema 'Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan'. Padahal, memakzulkan pemerintah tak bisa dilakukan secara mudah.
"Jangan lupa, mana bisa memakzulkan Presiden melalui diskusi. Yang bisa menjatuhkan Presiden hanya institusi-institusi ketatanegaraan, kita bicara DPR, MPR dan tentu saja Mahkamah Konstitusi," paparnya.
(mdk/rnd)