Ditolak tiga rumah sakit, ketua RT di Bogor meninggal dunia
Kepala Humas RSUD Kota Bogor Okto Muhammad Ikhsan saat dikonfirmasi, membantah pihaknya menolak pasien BPJS.
Diduga karena lambannya penanganan medis akibat tiga rumah sakit yang didatanginya menolak untuk melakukan perawatan intensif, Udin Syahrudin (47) Ketua RT 06/08, Kampung Kedunghalang Talang, Kelurahan Kedunghalang, Bogor Utara, Kota Bogor meninggal dunia di Rumah Sakit Islam Bogor, Senin (29/02) petang.
Informasi diperoleh menyebutkan, peristiwa penolakan oleh pihak RSUD hingga akhirnya berujung maut yang memang kerap terjadi bagi pasien keluarga miskin (gakin) maupun pemegang Kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada pukul 01.00 WIB.
"Saya juga bingung kenapa tidak diambil tindakan dulu oleh dokter jaga Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD Kota Bogor, padahal kondisi suami saya sudah lemas karena sebelumnya sempat ditolak juga di Rumah Sakit swasta di Jalan Pajajaran. Mereka langsung mengarahkan sebaiknya di bawa ke Rumah Sakit Marzuki Mahdi (RSMM)," kata Tenny (42) istri almarhum saat ditemui di rumah duka, Selasa (1/3).
Lebih lanjut dia menuturkan, almarhum sebetulnya tidak memiliki riwayat jantung. Bahkan beberapa jam sebelum dibawa ke RS Mulia di Jalan Pajajaran, sempat dirawat satu hari di RS Family Medical Centre, Jalan Raya Bogor-Jakarta, Sukaraja, Kabupaten Bogor.
"Setelah itu dokter mempersilakan pulang. Satu hari kemudian kambuh lagi, dadanya tiba-tiba nyesek dan dibawa ke RS Mulia di Jalan Pajajaran, tapi dokter di rumah sakit itu tanpa memeriksa lebih jauh, hanya menyarankan suami saya yang sudah lemas itu harus segera dirawat di ruang ICU, saat itu juga kita bawa ke RSUD Kota Bogor," ujar ibu anak satu itu.
Hal senada diungkapkan, Tina (39) adik Tenny yang ikut mengantar almarhum beberapa saat sebelum meninggal dunia. "Iya kita perempuan semua yang mengantar. Yang paling mengenaskan dan sakit hati yakni sikap petugas keamanan dan dokter jaga Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Marzuki Mahdi (RSMM). Baru juga sampai masuk gerbang, pihak petugas keamanan dan dokter jaga bilang pasiennya jangan dulu diturunkan dari mobil," ujarnya.
Mereka sekeluarga bingung, kenapa almarhum sebelum meninggal yang memang kondisinya sudah sekarang dan harus mendapatkan penanganan intensif, malah mendapatkan perlakuan tak manusiawi. "Padahal almarhum itu peserta BPJS kelas 2. Tiga rumah sakit yang menolak itu alasannya penuh. Seharusnya sebelum mereka menolak secara halus dengan dalih ruang penuh, lakukan tindakan," ungkapnya.
Menurutnya, Rumah Sakit Islam Bogor tempat pasien akhirnya mendapatkan perawatan intensif hingga mengembuskan napas terakhir mau menerima, setelah pihak keluarga pasien yang mengantar mengaku bukan peserta BPJS. "Di RS Islam Bogor itupun kita mendaftar dan akhirnya mau ditangani setelah kita bilang pasien umum (bukan pasien BPJS). Nggak tahu juga kalau awalnya bilang peserta BPJS, mungkin mendapat perlakuan sama," keluhnya.
Hingga jasad almarhum dikuburkan, pihak keluarga belum mengetahui persis penyebab pasti atau hasil diagnosis dokter bahwa almarhum mengidap penyakit jantung. "Sebelumnya nggak keluhan atau riwayat sakit jantung. Kami sangat menyayangkan, sikap beberapa rumah sakit, khususnya RSUD dan RSMM yang notabene milik pemerintah malah memperlakukan pasien yang sudah dalam kondisi lemas (sekarat). Ke mana sisi kemanusiaannya. Selain karena memang sudah takdir tapi ini karena abai atau lalainya pihak rumah sakit," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Humas RSUD Kota Bogor Okto Muhammad Ikhsan saat dikonfirmasi, membantah pihaknya menolak hanya karena pasien adalah peserta BPJS Kesehatan. "Yang jelas bukan karena BPJS, nanti saya coba cek dulu ke pihak IGD RSUD, dan saya minta detail identitas almarhum," jelasnya.
Lebih lanjut pihaknya berkilah bahwa, pasien sebetulnya sempat ditangani dokter jaga ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD). "Pasien sempat diperiksa dokter IGD Shift malam, rujukan dari RS Mulia dan sudah diberikan obat ISDN. Saat itu (almarhum) kondisinya sadar penuh, tanda-tanda vital dalam batas normal, keluhan nyeri ulu hati dan EKG batas normal. Sudah diberikan 02 nasal di IGD, karena ruang penuh dan kondisi pasien stabil maka pasien dirujuk lagi saran ke RS terdekat," tandasnya.