Dokter Paru: Bakteri Mycoplasma Penyebab Pneumonia di China Sudah Lama Ada di Indonesia
Mycoplasma merupakan bakteri penyebab utama pneumonia misterius di China.
Erlina Burhan mengungkapkan, bakteri mycoplasma sudah lama ada di Indonesia dan jarang menginfeksi manusia.
Dokter Paru: Bakteri Mycoplasma Penyebab Pneumonia di China Sudah Lama Ada di Indonesia
Dokter paru dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Erlina Burhan mengungkapkan, bakteri mycoplasma sudah lama ada di Indonesia. Mycoplasma merupakan bakteri penyebab utama pneumonia misterius di China.
Erlina mengatakan, sangat jarang ditemukan kasus mycoplasma pneumonia di Indonesia. Pasien yang terjangkit mycoplasma pun umumnya bergejala ringan sehingga tidak memerlukan perawatan medis khusus.
“Perlu disampaikan bahwa mycoplasma pneumonia sudah lama ada di Indonesia, namun gejalanya sangat ringan dan kejadiannya jarang dan pasien juga tidak dirawat sehingga tidak perlu menjadi perhatian khusus,” jelas Erlina, Kamis (30/11).
“Mycoplasma pneumonia ini beda dengan kondisi long Covid-19, kalau long Covid-19 di mana gejala masih ada meskipun hasil tes telah negatif,” ujarnya.
Erlina mengimbau masyarakat agar tidak terlalu cemas dengan pneumonia misterius. Namun, dia mengingatkan pentingnya menjaga sistem kekebalan tubuh sebagai upaya pencegahan yang efektif.
“Kita belajar dari pandemi Covid-19, masyarakat harus tetap menjaga protokol kesehatan, menjaga jarak, mencuci tangan, memakai masker,”
ujar Erlina.
merdeka.com
Dia menegaskan, tidak ada kebutuhan untuk melarang warga negara asal China memasuki Indonesia. Meskipun, pneumonia misterius sedang merebak di negara tersebut.
Hanya saja, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan imbauan untuk mencegah orang yang sedang sakit melakukan perjalanan untuk mengurangi risiko penyebaran wabah penyakit ke Indonesia.
Hingga saat ini, kata Erlina, informasi mengenai hubungan antara bakteri pneumonia di Indonesia dengan yang ada di China masih perlu diteliti lebih lanjut untuk pemahaman yang lebih mendalam.
Sebelumnya, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Imran Pambudi mengatakan, bakteri mycoplasma belum terdeteksi di Indonesia. Namun, berdasarkan data Kemenkes, terjadi peningkatan tren pneumonia secara umum di beberapa wilayah provinsi setelah pandemi Covid-19.
"Setelah pandemi selesai, masyarakat yang sakit sudah mulai datang lagi ke fasilitas kesehatan dengan gejala-gejala mirip Covid-19, seperti influenza dan segala macam. Trennya memang di semua provinsi terlihat ada peningkatan,"
sebut Imran.
merdeka.com
Berdasarkan data rutin yang dihimpun oleh Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2PM) Kemenkes, sejak Januari hingga September 2023, secara nasional Jawa Tengah adalah provinsi yang paling tinggi mengalami kejadian infeksi saluran pernapasan (ISPA).
Baik di puskesmas maupun rumah sakit (lebih dari 2,5 juta kasus), kemudian disusul Jawa Barat (lebih dari 2 juta kasus), dan DKI Jakarta (lebih dari 1 juta kasus).
"Dilihat dari kasus pneumonia, jadi beda ya ISPA dengan pneumonia, kalau pneumonia itu penyakit yang sudah masuk ke paru-parunya, di sini yg paling banyak adalah Jabar, dan secara tren, ini tampak tinggi di awal tahun, kemudian berangsur angsur menurun, sampai Oktober-November 2023 ini paling rendah jumlahnya dari bulan-bulan sebelumnya," paparnya.
"Kemudian kalau kita liat insidennya, insiden ini per 100.000 orang, yang paling tinggi insidennya adalah DKI Jakarta, baik ISPA maupun pneumonia, dan peningkatan ini terjadi saat polusi udara tinggi sekitar bulan September-Oktober," imbuh dia, dilansir dari Antara.
Imran menegaskan, terkait pengawasan atau surveilans, penyakit-penyakit pneumonia dan ISPA, Kemenkes telah melakukan pemantauan lanjutan influenza like illness (ILI), yakni surveilans untuk kasus-kasus yang punya gejala seperti influenza, sebagai kelanjutan dari surveilans dari Covid-19.