Dolly masih menggeliat, 3 mucikari dan PSK ditangkap saat praktik
Mereka kini tetap melakukan bisnis pelacuran diam-diam.
Meski sudah dinyatakan ditutup oleh Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, pada Juni 2014 lalu, ternyata praktik pelacuran di Gang Dolly, Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, masih menggeliat. Buktinya, malam tadi (23/8), Satuan Polisi Pamong Praja dibantu Unit Perlindungan Anak dan Perempuan (PPA) Satreskrim Polrestabes Surabaya, berhasil menangkap enam orang di eks-lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara itu.
Penangkapan terjadi ketika petugas menerima informasi adanya kegiatan prostitusi di bekas lokalisasi sudah ditutup permanen oleh Pemkot Surabaya itu. Kemudian, petugas melakukan penggerebekan di Wisma New Borneo berada di Gang Dolly. Hasilnya, tiga mucikari diamankan. Mereka adalah, Sagito Darmaji (46 tahun), Sugianto (47 tahun), dan Siti Halimah (46 tahun). Ketiganya warga Kupang Gunung Timur, Surabaya. Tak hanya tiga mucikari dibekuk, petugas juga menangkap tiga pelacur berada di dalam kamar wisma.
"Saat dilakukan penggerebekan, para mucikarinya ada di dalam wisma. Sedangkan ketiga PSK-nya berada dalam kamar dan masih melayani tamu," kata Kasi Penindakan Satpol PP Kota Surabaya, Dari, Selasa (25/8).
Buat kepentingan penyidikan, keenam orang itu diserahkan ke pihak Polrestabes Surabaya, dalam hal ini Unit PPA. Sementara Wisma New Borneo, saat ini sudah disegel petugas.
"Usai diamankan itu, mereka kita serahkan ke Polrestabes Surabaya. Karena ini murni tindak perdagangan manusia. Tugas kita (Satpol PP) hanya melakukan penertiban," ucap Dari.
Secara terpisah, Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Takdir Mattanete, membenarkan penangkapan itu. "Ini merupakan upaya kita dalam memberantas semua kegiatan prostitusi terselubung di Surabaya," kata Takdir di Mapolretabes Surabaya.
Menurut pemegang pangkat dengan dua melati di pundak ini, Gang Dolly dan Jarak memang sudah ditutup. Namun nyatanya masih tetap beroperasi. Hanya saja tidak lagi dilakukan terang-terangan seperti saat sebelum ditutup pemerintah setempat.
"Memang penutupan sudah dilakukan oleh Pemkot Surabaya tahun lalu, tapi ternyata masih beroperasi. Hanya saja, saat ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi," ujar Takdir.
Modus pelacuran setelah tempat prostitusi itu ditutup, lanjut Takdir, adalah dengan dua mucikari berdiri di pinggir jalan, dan satu orang menjaga wisma. Mereka menawarkan anak buahnya kepada setiap pengguna jalan yang melalui daerah itu. Kalau ada yang berminat, keduanya memberi ciri-ciri PSK-nya.
"Mereka tidak menunjukkan foto PSK-nya, melainkan hanya menyebut ciri-ciri fisiknya saja. Untuk tarif sekali main, PSK-nya dibanderol Rp 300 ribu," tambah Takdir.
Dari tarif itu, PSK menerima Rp 150 ribu, sedangkan sisanya buat mucikari plus biaya kamar. "Setelah deal, satu dari dua mucikari yang di jalan ini menemui PSK-nya, dan satunya lagi mengantar pelanggan ke wisma yang dijaga mucikari, yang satunya dari pintu belakang. Wismanya memang sudah kosong, dan PSK-nya dikoskan di tempat lain, dan baru kalau ada pelanggan, si PSK diantar ke wisma untuk melayani pelanggannya," imbuh Takdir.
Sementara itu, salah satu mucikari, Sugiono, mengaku hanya memiliki lima PSK. Dan bisnisnya itu, baru berjalan tiga bulan. "Kalau lagi sepi pelanggan, PSK-nya saya tawarkan Rp 150 saja," kata mantan mucikari Dolly yang kini kembali menggeluti bisnis haram itu.
Sedangkan AG, salah satu PSK, mengaku hanya sambilan saja. "Sebenarnya saya sudah kerja di salon. Cuma kalau ada job, saya ditelepon. Saya melakukan pekerjaan ini karena gajinya per bulan, dan tidak bisa jajan tiap hari," kata eks PSK Dolly asal Madiun ini.
AG juga mengaku, sebelum Dolly dan Jarak ditutup Pemkot Surabaya, AG mengaku tiap hari bisa memegang uang banyak dan mengirimnya ke desa. "Kalau dulu kan, tiap hari bisa pegang duit, dan bisa ngirim uang ke kampung tiap minggu, sekarang sudah tidak bisa lagi," ujar AG.