Dosen UGM Kembangkan Solusi Minimnya APD untuk Tenaga Medis
Jaka menjelaskan nantinya tenaga medis tidak perlu menggunakan APD karena berada di dalam bilik. Saat proses pengambilan sampel lendir dari dalam hidung maupun tenggorokan pasien, sambung Jaka, tenaga medis hanya perlu menggunakan sarung tangan yang menonjol keluar.
Dosen UGM, Jaka Widada melakukan terobosan untuk memberikan solusi minimnya alat perlindungan diri (APD) bagi tim medis dalam menangani pasien virus Corona. Dosen Departemen Mikrobiologi Pertanian Fakultas Pertanian UGM ini menciptakan bilik swab bagi tim medis.
Jaka menerangkan jika bilik swab tersebut dilengkapi HEPA filter. Sehingga memudahkan dan melindungi tenaga kesehatan dalam mendeteksi infeksi virus corona (Covid-19) pada pasien.
-
Siapa yang dilibatkan dalam penanganan pandemi Covid-19 dalam disertasi Kombes Pol Dr. Yade Setiawan Ujung? Analisis ini menawarkan wawasan berharga tentang pentingnya kerjasama antar-sektor dan koordinasi yang efektif antara lembaga pemerintah dan non-pemerintah dalam menghadapi krisis kesehatan.
-
Bagaimana Pilkada 2020 diselenggarakan di tengah pandemi? Pemilihan ini dilakukan di tengah situasi pandemi COVID-19, sehingga dilaksanakan dengan berbagai protokol kesehatan untuk meminimalkan risiko penularan.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Kenapa Covid Pirola mendapat perhatian khusus? Namun, para pemerhati kesehatan dan ahli virus memberi perhatian lebih terhadap subvarian ini lantaran kemampuan Pirola dalam melakukan breakthrough infections lebih tinggi dibandingkan varian lainnya. Ketika sebuah varian atau subvarian virus COVID memiliki kemampuan breakthrough infections yang tinggi maka akan menyebabkan kasus re-infeksi semakin tinggi.
-
Apa gejala Covid Pirola? Mengenai gejala yang ditimbulkan akibat infeksi Pirola, diketahui belum ada gejala yang spesifik seperti disampaikan ahli virologi dari Johns Hopkins University, Andrew Pekosz, dilansir dari Liputan 6.Namun, tetap saja ada tanda-tanda yang patut untuk Anda waspadai terkait persebaran covid Pirola. Apabila terkena COVID-19 gejala umum yang terjadi biasanya demam, batuk, sakit tenggorokan, pilek, bersih, lelah, sakit kepala, nyeri otot serta kemampuan indera penciuman berubah, maka gejala covid Pirola adalah sakit tenggorokan, pilek atau hidung tersumbat, batuk dengan atau tanpa dahak, dan sakit kepala.
-
Bagaimana kasus-kasus viral ini diusut polisi? Ragam Kasus Usai Viral Polisi Baru Bergerak Media sosial kerap menjadi sarana masyarakat menyuarakan kegelisahan Termasuk jika berhubungan dengan kepolisian yang tak kunjung bergerak mengusut laporan Kasus viral yang baru langsung diusut memunculkan istilah 'no viral, no justice'
"Dengan bilik ini tenaga kesehatan tidak memerlukan alat pelindung diri saat melakukan tes swab pada pasien," ujar Jaka dalam keterangannya, Jumat (17/4).
Jaka menjelaskan nantinya tenaga medis tidak perlu menggunakan APD karena berada di dalam bilik. Saat proses pengambilan sampel lendir dari dalam hidung maupun tenggorokan pasien, sambung Jaka, tenaga medis hanya perlu menggunakan sarung tangan yang menonjol keluar.
Peraih gelar Doktor asal University Tokyo ini berharap bilik tersebut tidak hanya membantu dan menghemat APD saat pengujian swab. Bilik ini juga dapat memberikan kenyamanan bagi petugas kesehatan saat melakukan uji swab, tetapi tetap memperhatikan keamanan tenaga kesehatan dan pasien
"Tenaga kesehatan tidak perlu pakai APD hanya cukup menggunakan masker sehingga nyaman tidak terbebani dengan hazmat yang berat dan panas," urai Jaka.
Jaka memaparkan jika bilik yang didesainnya ini dapat mengurangi limbah alat medis serta menyiasati kekurangan perlengkapan medis. Menjadi solusi alternatif bagi petugas kesehatan di tengah keteratasan APD.
Jaka menuturkan jika bilik bikinannya ini didesain dengan ukuran 90x90 cm dengan tinggi 2 meter. Bodi bilik terbuat dari bahan alumunium panel komposit (APC) dengan ketebalan sekitar 3 mm. Dilengkapi dengan pintu pada bagian belakang dan di bagian depan memakai kaca dengan tebal 6 mm dengan dua lubang yang dipasang saung tangan panjang berstandar medis dilengkapi dengan handscoon sekali pakai untuk tangan petugas kesehatan memeriksa pasien.
Idealnya, dikatakan Jaka, yang menekuni kajian bioteknologi lingkungan ini, bodi bilik menggunakan bahan stainless steel, tetapi terkendala harga yang mahal. Sementara penggunaan kayu tidak memungkinkan sedangkan dengan bahan GRC Board kurang cocok apabila dibersihkan dengan disinfektan. Kendati menggunakan bahan murah, tetapi kualitas bilik swab tetap terjaga dan sesuai dengan standar medis.
Bilik turut dilengkapi dengan HEPA filter yang biasa dipakai untuk membuat ruangan bersih dan steril layaknya di laboratorium. Di dalam bilik juga diberi lampu pencahayaan dan blower. Selain itu, turut dilengkapi dengan amplifier dengan speaker sebagai sarana komunikasi dengan pasien.
Desain bilik bersifat dinamis, dapat bergerak dengan empat roda di bawahnya. Dengan desain seperti itu memungkinkan bilik untuk dipindahtempatkan dengan mudah dan dapat dipakai di berbagai tempat.
Melalui bilik swab ini petugas kesehatan dapat merasakan kenyamanan saat melakukan uji swab pada pasien. Sementara keamanan baik petugas medis maupun pasien juga terjaga. Disinfeksi dilakukan pada sarung tangan sekali pakai dan permukaan luar bilik sebelum siap dipakai oleh pasien berikutnya.
"Jadi, saat ada pasien baru datang untuk diswab kondisinya sudah bersih, sudah disemprot dan diganti dengan sarung tangan yang baru," terangnya.
Pembuatan bilik ini terinspirasi dari melihat video petugas kesehatan di Korea Selatan yang tengah melakukan uji swab di bilik untuk memeriksa pasien. Dia pun berdiskusi dengan istrinya yang merupakan dokter spesialis THT dan telah terbiasa menguji swab saat memeriksa pasiennya.
Disamping itu, Jaka memiliki latar belakang keilmuan mikrobiologi sehingga sedikit banyak memiliki pengetahuan tentang bakteri, virus serta ruangan yang bebas kuman.
"Background saya mikrobiologi, lebih dari 35 tahun belajar tentang bakteri, jamur, virus dan lainnya sehingga familiar tentang karakteristik virus seperti apa dan membuat ruang bebas kuman seperti apa," urainya.
Dia menyampaikan bahwa dana pembuatan bilik ini berasal dari donasi masyarakat, termasuk melalui grup Whatsapp Sambatan Jogja (Sonjo) yang diinisiasi koleganya dari FEB UGM Rimawan Pradiptyo, Ph.D. Untuk membuat 1 unit bilik swab menghabiskan biaya sekitar Rp8 juta.
Dalam proses produksi dia menggandeng dua UMKM di Yogyakarta. Untuk sementara ini, kapasitas produksi masih terbatas sebanyak 10-15 unit per minggu,
"Saat ini kami akan segera membuat 5 bilik swab lagi yang nantinya akan didistribusikan ke sejumlah rumah sakit rujukan Covid-19," terangnya.
Bilik swab yang dikembangkan Jaka Widada ini tidak hanya menjadi alternatif solusi dalam mengatasi krisis APD dalam mendukung uji swab pasien terduga Covid-19. Inovasi yang dikembangkan juga telah dilirik Gugus Tugas Covid-19 Nasional untuk kerja sama produksi secara massal.
"Harapannya bilik swab ini mampu menginspirasi generasi muda untuk berinovasi mengembangkan yang lebih bagus lagi untuk bersama-sama menanggulangi Covid-19," katanya.
Baca juga:
Ini Perlengkapan Standar APD untuk Tenaga Medis Tangani Covid-19
Jadi Rujukan Penanganan Pasien Corona, RSUD Karanganyar Dapat Bantuan APD dari Polisi
Tidak Ada APD, Polisi di Sukabumi Gunakan Jas Hujan Saat Evakuasi Warga Terkapar
Tenaga Medis Diminta Pakai APD Sesuai Standar Tangani Pasien Covid-19
Sulit Cari Masker, Pengatur Lalu Lintas di Yogyakarta Ini Pakai Galon Bekas Buat APD
Didukung Kemenkop UKM, Pelaku Usaha Terdampak Covid-19 akan Produksi Masker & APD