DPRD Bekasi pertanyakan alasan pemerintah pusat batalkan 2 perda
DPRD khawatir bila pengelolaan air tanah serta pajaknya diambil alih oleh Jawa Barat, maka pengawasannya makin lemah.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Kota Bekasi, Jawa Barat, mempertanyakan perihal pembatalan dua peraturan daerah (Perda) di wilayahnya oleh Pemerintah Pusat.
"Kami akan kaji alasan pemerintah membatalkan Perda itu," kata Ketua Komisi A DPRD, Kota Bekasi, Ariyanto Hendrata, Selasa (21/6).
Perda yang dimaksud ialah, Perda Nomor 4 tahun 2011 tentang Pajak Air Tanah dan Perda Nomor 14 tahun 2014 tentang Pengelolaan Air Tanah. Menurut dia, kini kewenangan retribusi maupun pengelolaan ditarik oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Menurut Ariyanto, pembentukan Perda itu bukan semata-mata ingin mencari pendapatan dari sektor air tanah. Soalnya, potensi pendapatannya tak seberapa, namun lebih cenderung kepada pengendalian penggunaan air tanah oleh industri maupun hunian vertikal.
"Dari perda itu, kami ingin industri maupun hunian vertikal menggunakan air PDAM, sebab ketersediaan air tanah di Kota Bekasi semakin menipis," kata Politisi PKS tersebut.
Ariyanto khawatir apabila pengelolaan air tanah serta pajaknya diambil alih oleh Jawa Barat, maka dia menilai pengawasannya semakin lemah. Mengingat, di Jawa Barat terdapat sekitar 27 Kota dan Kabupaten yang harus dikendalikan oleh Provinsi.
"Kami tidak mau kecolongan penggunaan air tanah secara ilegal oleh industri maupun hunian vertikal, karena lemahnya pengawasan oleh provinsi," kata dia.
Menurut Ariyanto, pembentukan peraturan yang dibatalkan sudah sesuai dengan amanat Undang-undang. Misalnya, perda pajak air tanah di dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, disebutkan bahwa pajak air tanah merupakan jenis pajak daerah kota atau kabupaten.
"Perda yang kami buat itu sudah melalui proses evaluasi, konsultasi, dan upaya lainnya," ujar Ariyanto.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo membatalkan 3.143 Peraturan Daerah (Perda) yang dianggap bermasalah. Di antaranya, karena menghambat kecepatan untuk memenangkan kompetisi serta bertentangan dengan semangat kebhinnekaan dan persatuan.
Selain itu, lantaran dianggap menghambat proses perizinan dan investasi, Perda yang menghambat kemudahan berusaha, dan Perda yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.