Terungkap Penyebab Ricuhnya Sidang Paripurna DPD
Wakil Ketua Pansus Tata Tertib DPD RI, Hasan Basri, menyayangkan kejadian tersebut
Pelaksanaan Sidang Paripurna Ke-12 DPD RI Masa Sidang V Tahun Sidang 2023—2024 diwarnai hujan interupsi dari anggota DPD RI peserta sidang hingga memanas. Kejadian ini terjadi ketika Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti membacakan draf Tata Tertib (Tatib) DPD RI.
Terkait hal itu, Wakil Ketua Pansus Tata Tertib DPD RI, Hasan Basri, menyayangkan kejadian tersebut.
"Kenapa, karena selama hampir lima tahun ini kita cukup diam dengan kepemimpinan yang sangat otoriter. Semuanya harus dipaksakan hanya untuk kepentingan pribadi pimpinan DPD RI. Puncaknya pada saat sidang paripurna," kata Hasan Basri kepada wartawan di Pulau Dua Restaurant, Jakarta, Selasa (16/7).
Ketua Komite III ini menjelaskan, hal itu terjadi karena ada keinginan dari kesewenangan pimpinan untuk memaksakan diri mengesahkan tata tertib yang menurutnya dirancang dan disusun sendiri.
"Kenapa sampai demikian? Karana proses pembentukan sebuah peraturan perundangan itu ada mekanisme dan aturannya. Seperti kemarin UU Omnibus Law, kenapa kalah di MK. Karena ada proses yang tidak dilalui, ini sama," jelasnya.
"Kalau di DPD RI itu, sebuah UU apalagi mengatur internal kemarin itu kita duga sengaja dibuat seperti itu oleh mereka ingin mengesahkan tata tertib. Karena sebelumnya mereka sudah deklarasi calon pimpinan, yang sebenarnya deklarasi ini pun melanggar tata tertib, karena yang masih kita pakai tata tertib nomor 1 tahun 2022," sambungnya.
Dirinya mengungkapkan, pemilihan pimpinan itu didalam menggunakan sistem sub wilayah yang sekarang ini mau dirubah dengan kemauan serta kewenangan sendiri.
"Dengan otoriternya sendiri, dengan membentuk Tinja (panitia kerja) dalam sidang paripurna itu Tinja tidak berhak menyampaikan sesuatu di situ. Karena Tinja itu prosesnya hanya sampai pada alat kelengkapan itu sendiri. Misalnya, saya ketua umum komite III, menentukan Tinja, maka tinja itu menyampaikan kepada pimpinan, nanti pimpinan yang akan mengumumkan (hasil)," ungkapnya.
Ia menyampaikan, mekanisme di dalam DPD RI untuk membuat sebuah peraturan, peraturan khususnya tata tertib. Menurutnya adanya perubahan 3 sampai 5 persen.
"Tapi 3-5 persen itu sangat berbahaya, karena menghilangkan hak-hak anggota terutama anggota yang baru atau bahkan seluruh anggota. Bayangkan seorang anggota yang kira-kira membuat dukungan yang mungkin dukungannya kemarin penuh dengan tekanan, tiba-tiba sekarang merubah dukungan itu ke orang lain, tidak punya hak suara untuk memilih pimpinan, itu persoalan serius menghilangkan hak-hak daripada anggota," pungkasnya.
Sebelumnya, Pelaksanaan Sidang Paripurna Ke-12 DPD RI Masa Sidang V Tahun Sidang 2023—2024 diwarnai hujan interupsi dari anggota DPD RI peserta sidang hingga memanas saat Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti membacakan draf Tata Tertib (Tatib) DPD RI.
Adapun draf tata tertib itu merupakan hasil dari tim kerja (timja) yang pada beberapa waktu lalu merancang perubahan-perubahan aturan. Hujan interupsi itu muncul ketika sejumlah interupsi dari peserta sidang tidak direspons oleh LaNyalla.
"Biarkan saya melanjutkan membacakan dahulu," kata LaNyalla ketika muncul banyak interupsi.
Namun, akhirnya LaNyalla menghentikan pembacaan draf tata tertib tersebut dan mempersilakan anggota DPD RI Filep Wamafma yang paling banyak bersuara menyampaikan interupsi.
Filep pun mempertanyakan kepada pimpinan sidang apakah pembentukan timja sudah seusai dengan keputusan DPD RI. Pertanyaan itu pun sempat dijawab oleh Ketua Panitia Perancang Undang-Undang DPD RI Dedi Iskandar Batubara.
Setelah itu, LaNyalla melanjutkan pembacaan draf tata tertib, tetapi Filep merasa pertanyaannya belum terjawab sepenuhnya. Selain itu, ada insiden mikrofon Filep pun mati setelah melayangkan beberapa protes.
Puncaknya, sidang paripurna memanas ketika LaNyalla hendak meminta persetujuan kepada peserta sidang apakah draf tata tertib itu disetujui.
Pada saat itu, sekitar belasan anggota DPD RI berdiri dari kursinya dan maju ke meja pimpinan sidang.