Eep Saefulloh: Upaya pemakzulan Jokowi tak semudah Gus Dur
Pembatalan pelantikan sendiri, bisa dilakukan jika anggota MPR maupun DPR tidak hadir dalam proses pengambilan sumpah.
Takling pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih, Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) pada 20 Oktober mendatang oleh koalisi pendukung Prabowo Subianto, dipastikan sulit terealisasi. Bahkan, wacana pemakzulan Jokowi-pun sulit terwujud. Karena ada mekanisme yang sangat rumit.
Sebab, menurut Founder and CEO PolMark Indonesia, Eep Saefulloh Fatah, wacana menjatuhkan Jokowi beda dengan kasus pelengseran Presiden RI ke 4, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
"Ada dua isu yang tengah menjadi pembahasan. Pertama isu pelantikan Jokowi-Jk akan dibatalkan. Yang kedua Pemerintahan Jokowi-JK akan segera dijatuhkan," ungkap Eep di sela acara Business Gathering Indonesia Eximbank di Hotel JW Marriott Surabaya, Jawa Timur, Kamis malam (9/10).
Pembatalan pelantikan sendiri, bisa dilakukan jika anggota MPR maupun DPR tidak hadir dalam proses pengambilan sumpah melalui sidang paripurna.
Hal ini mengacu pada Undang-Undang (UU) RI Nomor 27 tahun 2009. Pada Paragraf 2 Pasal 33 tentang Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden hasil Pemilu menyebut: MPR melantik presiden dan wakil presiden hasil pemilihan umum dalam Sidang Paripurna MPR.
Apabila mekanisme ini tidak bisa dilakukan, maka berdasarkan Pasal 33 ayat (5), pelantikan dapat dilakukan dalam Sidang Paripurna DPR. "Dalam hal MPR tidak dapat menyelenggarakan sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (4), presiden dan wakil presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Rapat Paripurna DPR."
Yang perlu diingat, jika opsi kedua (Pasal 33 ayat 5) ini yang diambil, saat ini Ketua DPR dijabat Setya Novanto yang notabenenya dari salah satu partai pendukung Prabowo, yaitu Partai Golkar.
Sehingga, melihat peta politik saat ini, bisa jadi pada 20 Oktober nanti, pelantikan Jokowi-JK batal digelar. Sebab, anggota MPR maupun DPR yang pro-Prabowo, bisa jadi, sengaja tak datang.
Namun menurut Eep, pembatalan pelantikan Jokowi-JK bukan hal yang mudah. Baik MPR, maupun DPR, atau siapapun, kata dia, tidak akan melakukan tindakan sembrono seperti itu.
"Karena pemilihan presiden sudah berjalan dengan dikeluarkannya pembiayaan dari anggara uanga negara, artinya itu uang rakyat. Tidak hanya uang, keringat, air mata, usaha, ikhtiar sudah dikeluarkan."
"Proses itu diformalitasi dengan semua perangkat sistem politik yang sah. Kemudian pada 20 Oktober ada hambatan, rakyat tidak tinggal diam, tetapi ya mungkin itu dilakukan, sekalipun dari sisi ketatanegaraan ada banyak jalan keluar. Jadi saya tidak percaya kalau itu akan berhasil," sambung dia.
Kemudian soal presiden yang digulingkan, masih kata dia, tidak sesederhana yang dibayangkan banyak pengamat. Indonesia ini negara penganut sistem campuran, yaitu antara sistem presidensial dengan sistem multi partai.
"Karena itu, presiden sekalipun, dalam sistem presidensial, harus mendengar dan berkompromi dengan kekuatan yang ada di DPR. Namun MPR atau DPR tidak mempunyai kewenangan menjatuhkan presiden. Kecuali ada faktor-faktor pendukung yang tersedia. Materinyapun harus diajukan terlebih dahulu ke MK (Mahkamah Konstitusi), memenuhi unsur atau tidak," paparnya lagi.
Dia melanjutkan, berbeda dengan pemakzulan Gus Dur, yang bisa dilakukan melalui sidang istimewa. "Itu karena, yang pertama Gus Dur tidak dipilih langsung, melainkan oleh MPR. Dan yang kedua, Gus Dur dijatuhkan bukan karena skandal Buloggate yang awalnya diwacanakan," katanya.
Gus Dur dilengserkan, Eep melanjutkan, karena beliau mengeluarkan dekrit untuk membubarkan MPR dan DPR. "Itu bertentangan dengan UUD 45, sehingga pada saat itu pula, pada hari itu pula, dilakukan sidang istimewa untuk menjatuhkan Gus Dur."
Jadi, menurut Eep, situasi politik era Gus Dur dengan Jokowi, jelas berbeda. "Sangat berbeda. Jadi kalau presiden tidak melakukan seperti yang dilakukan Gus Dur, itu (presiden) tidak akan mudah dijatuhkan. Dan biasanya ada empat faktor yang bisa menjatuhkan presiden," tegasnya.
Empat faktor itu, kata Eep, yang pertama harus ada skandal yang secara definitif melibatkan presiden. Kalau skandal itu hanya isu, sulit membuat krisi kepemimpinan.
"Kedua kegagalan kebijakan. Ada suatu keadaan memburuk, kebijakan tidak menjanjikan perbaikan apapun, kebijakan mandul, tidak bisa mencapai target," katanya.
Ketiga adalah kebijakan yang gagal menyatu dengan skandal presiden, yang bisa memancing oposisi yang sangat kuat. Kekuatan kuat akan datang dari dalam tubuh MPR/DPR dan disokong gerakan sosial yang sama-sama kuat dari luar.
"Yang terakhir publik resah karena kebijakan yang gagal, masa depan mereka terancam. Kalau empat ini bertemu, bisa terjadi pemakzulan. Tapi kalau tidak, pemakzulan akan sulit," tandas dia.
Baca juga:
Ketika Ahok protes Jokowi perpanjang masa cuti
Forum Rektor desak KPU selesaikan rekapitulasi sesuai jadwal
Anas sebut pemenang pilpres sudah ketahuan sejak 9 Juli
Tifatul minta Prabowo dan Jokowi adu otak bukan adu otot
Panglima TNI ke presiden baru: Tingkatkan kesejahteraan prajurit
Tantangan ekonomi untuk Jokowi atau Prabowo versi Bank Dunia
KPU targetkan rekapitulasi selesai sesuai jadwal
-
Bagaimana Presiden Jokowi saat ini? Presiden Jokowi fokus bekerja untuk menuntaskan agenda pemerintahan dan pembangunan sampai akhir masa jabaotan 20 Oktober 2024," kata Ari kepada wartawan, Senin (25/3).
-
Apa yang diresmikan oleh Jokowi di Jakarta? Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan kantor tetap Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) Asia di Menara Mandiri 2, Jakarta, Jumat (10/11).
-
Kapan Prabowo bertemu Jokowi? Presiden terpilih Prabowo Subianto bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana kepresidenan, Jakarta, Senin (8/7) siang.
-
Siapa yang menggugat Presiden Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melayangkan gugatan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
-
Kapan Jokowi mencoblos? Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah melakukan pencoblosan surat suara Pemilu 2024 di TPS 10 RW 02 Kelurahan Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (14/2).
-
Apa yang dilakukan Jokowi saat kuliah? Semasa kuliah, Jokowi juga aktif tergabung dengan UKM pencinta alam.