Empat Orang Utan Dilepasliarkan di TNBBBR Kalteng
Empat individu orang utan dilepasliarkan di hutan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR), Katingan, Kalimantan Tengah (Kalteng), Rabu (18/5). Sebelumnya, satwa dilindungi itu telah menjalani rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi Orangutan Nyaru Menteng.
Empat individu orang utan dilepasliarkan di hutan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR), Katingan, Kalimantan Tengah (Kalteng), Rabu (18/5). Sebelumnya, satwa dilindungi itu telah menjalani rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi Orangutan Nyaru Menteng.
Keempat individu orang utan yang dilepasliarkan terdiri dari dua jantan dan dua betina. . Kempatnya sudah diberi nama, yakni: Itang, Dius, Jazzboy dan Sebangau.
-
Kenapa orangutan induk itu diduga sakit? "Jadi, induk Orangutan yang kita amankan dan selamatkan ini, kecurigaannya punya penyakit," Ari menambahkan.
-
Bagaimana orangutan menunjukkan kecerdasannya? Para peneliti mengamati bagaimana orangutan dengan cekatan menggunakan alat improvisasi dari lingkungan sekitarnya dan membangun struktur serupa untuk mendapatkan perlindungan dari hujan. Tingkat adaptasi dan pemahaman 'mengapa' ini menjadi sorotan unik dari kecerdasan orangutan.
-
Bagaimana cara tim di lapangan mengevakuasi induk Orangutan? "Tim di lapangan berhasil evakuasi induknya hari Sabtu sekitar jam 9 pagi. Tapi anaknya, saat tim mengevakuasi, memisahkan diri dari induknya dan masuk cepat ke dalam hutan," kata Kepala BKSDA Kalimantan Timur, Ari Wibawanto, dikonfirmasi merdeka.com, Senin (25/9).
-
Kapan video orangutan kurus itu viral? Viral video 28 detik memperlihatkan dua Orangutan induk dan anaknya dalam keadaan kurus beredar sejak Rabu 20 September 2023 di grup WhatsApp maupun media sosial.
-
Kapan garis keturunan Gigantopithecus terpisah dari orangutan? Garis keturunan kera besar diketahui berpisah dari sepupunya itu sekitar 12 juta-10 juta tahun lalu, kata peneliti.
-
Kapan Hari Tapir Sedunia diperingati? Tahukah Anda, tanggal 27 April diperingati sebagai Hari Tapir Sedunia? Ya, sejak tahun 2008 lalu, setiap tanggal 27 April menjadi momentum peringatan tersebut.
Pelepasliaran kali ini merupakan yang pertama pada tahun 2022. Total sudah 186 orang utan dilepasliarkan ke hutan itu sejak tahun 2016. Empat di antaranya berhasil melahirkan.
Jaga Sebaran Orang Utan
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Balai TNBBBR Sadtata Noor Adirahmanta menjelaskan, pihaknya memanfaatkan daerah aliran sungai (DAS) Hiran untuk pelepasliaran orang utan sejak tahun 2019. Hal ini merupakan upaya untuk menjaga sebaran orang utan rehabilitasi yang dilepasliarkan ke TNBBBR.
"Upaya bersama ini telah membantu orang utan membentuk populasi orang utan liar yang mandiri dan lestari. Tercatat 4 kelahiran alami di TNBBBR sejak 2016 pelepasliaran orang utan pertama kali dilakukan di sini (di TNBBBR)," kata Sadtata, melalui keterangan tertulis diterima merdeka.com, Rabu (18/5).
Dia menerangkan, 4 kelahiran alami itu merupakan capaian luar biasa bagi keberadaan orang utan kalimantan yang saat ini berstatus "sangat terancam punah".
"Bersama dengan para pemangku kepentingan, kami akan terus berupaya menjaga keberadaan orang utan kalimantan, yang memiliki peran sangat penting dalam menjaga kualitas hutan dan keutuhan ekosistem," jelas Sadtata.
Rehabilitasi di Gugusan Pulau Salat
Balai TNBBBR bekerja sama dengan Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) dalam rehabilitasi dan pelepasliaran ini. Ketua Pengurus Yayasan BOS Jamartin Sihite mengatakan, pelepasliaran kali ini sekaligus memperingati hari Kebangkitan Nasional dan Hari Keanekaragaman Hayati.
"Saat ini kita berada di tahun ketiga pandemi Covid-19, namun kami tetap berkomitmen penuh untuk melepasliarkan orangutan dari pusat-pusat rehabilitasi kami ke hutan dengan aman. Pandemi mungkin menjadi kendala baru bagi kami. Namun bukan berarti tidak bisa diatasi dan tidak menghentikan upaya kami untuk bekerja menyelamatkan orang utan dan habitatnya," terang Jamartin.
Keempat orangutan yang dilepasliarkan hari ini telah menjalani tahapan akhir dari proses rehabilitasi mereka di pulau prapelepasliaran di gugusan Pulau Salat, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah.
Pulau prapelepasliaran itu adalah habitat semi liar untuk menampung orang utan yang telah menyelesaikan tahap rehabilitasi di sekolah hutan. Di lokasi itu, para orang utan mempraktikkan semua keterampilan yang dipelajari sebelumnya, untuk bekal menyintas di alam liar.
Kepala BKSDA Kalimantan Tengah Nur Patria Kurniawan mengatakan, upaya pelestarian orang utan mesti didukung semua pihak.
"Kami juga menghimbau peran serta masyarakat untuk terlibat aktif melindungi orang utan dan habitatnya. Orang utan memiliki peran yang sangat penting, dan fungsi ini akan maksimal jika mereka tinggal di hutan," imbau Patria.