Fahri Hamzah soal penangkapan Sekjen FUI: Pasal makar sudah hilang!
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengkritik penangkapan empat pimpinan Forum Umat Islam (FUI) dengan tuduhan makar sebelum aksi bela Islam 313. Dia menyebut penangkapan itu tidak mendasar lantaran pasal makar sudah hilang.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengkritik penangkapan empat pimpinan Forum Umat Islam (FUI) dengan tuduhan makar sebelum aksi bela Islam 313. Dia menyebut penangkapan itu tidak mendasar lantaran pasal makar sudah hilang.
"Jenis-jenis manusia yang bisa ditangkap itu ada jenisnya, orang ketangkap tangan lagi mencuri, membunuh, itu yang begitu-gitu. Tapi kalau orang dituduh karena mengkritik pemerintah, nah pasal makar dalam mengkritik pemerintah sudah hilang," kata Fahri di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (31/3).
Bahkan, kata Fahri, tindakan menghina Presiden tak lantas membuat seseorang terkena pasal pidana. Tindakan penghinaan Presiden masuk dalam delik aduan. Artinya, selama Presiden tidak terganggu dan membuat laporan maka penegak hukum tidak bisa menjerat seseorang dengan pasal pidana.
"Menghina presiden saja sekarang bukan merupakan pidana otomatis. Ya, kan dia jadi delik aduan. Kalau presidennya enggak ngadu, ya orang enggak bisa dipidana karena maki-maki presiden. Karena presiden bukan lagi simbol, dia benda hidup. Simbol itu bendera, burung Garuda," tegasnya.
Kecuali, lanjutnya, jika pendemo membawa senjata dan melontarkan pernyataan untuk mengancam keselamatan Presiden. Dalam kondisi ini, penegak hukum berhak menangkap dan melumpuhkan karena terdapat alat bukti jelas.
"Dia bawa parang, bawa senjata yang ditembakan ke atas sambil teriak 'saya mau pergi bunuh presiden', misalnya begitu, nah itu boleh. Dilumpuhkan juga boleh. Itu namanya tangkap tangan. Alat bukti dan pelaku ada di satu tempat," terangnya.
Penangkapan seseorang juga harus melalui prosedur hukum. Fahri berujar, seseorang yang disangkakan melakukan pidana tidak bisa langsung ditangkap. Polisi setidaknya harus melayangkan 3 surat panggilan. Jika ketiga surat tidak direspon, polisi baru bisa menjemput paksa atau menangkap.
"Karena itu kalau ada orang diindikasikan pidana berdasarkan alat bukti permulaan dan sebagainya panggil. Panggilan pertama, enggak datang, panggilan kedua. Panggilan kedua, enggak datang, panggil ketiga, lalu panggil paksa. Panggil paksa enggak datang, baru bisa ditangkap," jelas Fahri.
Fahri meminta polisi menjelaskan bukti-bukti agenda makar yang direncanakan pimpinan FUI, salah satunya Sekjen Forum Umat Islam Indonesia Muhammad al Khaththath.
"Polisi berkewajiban menjelaskan. Semua lembaga negara yang menggunakan kekuasaan, memiliki memaksa seperti penegak hukum, dia harus bisa menjelaskan kepada masyarakat apa yang dia lakukan. Jangan sembarangan, jangan sembrono," imbuhnya.
"Sebab tidak tegaknya hukum adalah terutama penegak hukum tidak bisa menjelaskan dengan baik apa yang dia lakukan. Enggak usah pencitraan tapi jelaskan baik-baik," sambung Fahri.
Dia curiga polisi hanya berniat memperingatkan Khaththath dan kawan-kawan untuk kemudian dilepaskan. Peringatan itu diberikan polisi kepada para pimpinan FUI karena mendapat tekanan dari atasan mereka.
"Yang lain juga sudah dilepasin semua. Yang saya takut si Khaththath ini dipanggil cuma buat dimarah-marahin 'lu jangan gitu lagi, kita dimarahin sama Bos nih'. Enggak boleh gitu," tuturnya.
Oleh karenanya, Fahri melihat tidak ada bukti agenda makar yang diselipkan dalam aksi 313 . Justru, dia meyakini empat pimpinan FUI akan dilepaskan setelah aksi 313 selesai digelar.
"Buktinya juga enggak ada. Orangnya sudah dilepas semua. Kalau polisi kalau mau kerjaan, tanya saya. Saya bisa kasih kerjaan yang baik-baik. Jangan begini-begini dijadikan kerjaan," terangnya.