Fauzan meninggal usai dipasang alat bantu napas di RSKIA Bandung
Pasutri Sri Hartiningsih dan Arie Sutresna merasa kematian bayi mereka janggal.
Dugaan malapraktik di Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak (RSKIA) Kota Bandung mencuat. Penyebabnya, bayi pasangan Sri Hartiningsih dan Arie Sutresna, Mochammad Djilzian Tresna Fauzan, meninggal dua jam usai dipasang alat bantu pernapasan.
Sri melahirkan bayi laki-laki itu di RSKIA pada 30 Maret 2016. Menurut Ketua Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI), Firman Turmantara Endipraja, karena merasa ada kejanggalan dalam kematian anak mereka, pasutri itu melapor.
Firman mengatakan, laporan itu masuk pada 6 April lalu. Saat dilahirkan, kata Firman, kondisi bayi dinyatakan sehat, sempat menangis, dan merentangkan kedua tangannya.
Meski demikian, setelah ditangani bidan rumah sakit dan mulut bayi dipasang alat pernapasan, dua jam kemudian bayi itu meninggal. Melalui surat kematian dari rumah sakit, penyebab kematian bayi laki-laki itu lantaran asfiksia berat (masalah pernapasan).
"Menurut keterangan korban, saat persalinan ada 6 bidan dan seorang dokter jaga. Tetapi dokter jaga tidak berbuat apa-apa," kata Firman, di Bandung, Jumat (15/4).
Sementara enam bidan tersebut, kata Firman, sibuk menangani pasien lain yang juga kritis. Pasutri itu melapor karena tidak ada itikad baik dari pihak rumah sakit. Alhasil, Firman meminta Pemerintah Kota Bandung membentuk tim khusus menyelidiki dugaan malapraktik dilakukan RSKIA Bandung.
"Kami mendesak Pemkot Bandung untuk membentuk tim khusus untuk mengungkap kasus di Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak. Boleh jadi ini fenomena gunung es, yang tak semua konsumen atau orang tua mengungkapkan kasus ini ke permukaan karena takut dan tidak paham," ujar Firman.
Menurut Firman, dengan dibentuknya tim khusus diharapkan penyebab kematian bayi Sri dan Arie bisa terungkap. Terlebih saat persalinan, diduga ada kelalaian dan tidak profesionalnya pelayanan. Dengan adanya tim khusus, lanjut Firman, Pemkot Bandung bisa bekerja sama dengan kepolisian dan berbagai pihak terkait, dengan layanan kesehatan yang menimbulkan korban jiwa.
"Tim khusus ini bisa libatkan pihak kepolisian atau pemerintah provinsi dan pusat. Karena ini ada unsur pidananya. Sedangkan urusan perdata kami akan proses ke BPSK," ucap Firman.
Baik HLKI maupun pihak keluarga sejauh ini belum mendapat konfirmasi dari pihak rumah sakit. HLKI sudah melayangkan surat ke rumah sakit, tetapi belum ada tanggapan. Langkah pertama akan ditempuh HLKI adalah menyelesaikan masalah perdata, di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Bandung.