Filipina bukan adikuasa, tak bisa tekan RI tunda eksekusi Mary Jane
Filipina sangat menghormati proses hukum di Indonesia. Sama juga seperti Indonesia menghormati proses hukum di sana.
Ketua DPR Setya Novanto mengatakan, pemerintah sudah memberikan semua hak dalam memperoleh keadilan pada semua tingkatan yang dimiliki oleh semua terpidana mati yang telah dieksekusi. Hak itu termasuk mengajukan grasi maupun Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung.
"Tentu apabila semua prosedur hukum itu telah ditempuh, maka status hukumnya menjadi berkekuatan hukum tetap atau inkracht. Nah, bila telah seperti itu, maka penegakan hukum harus dilakukan sebagaimana hukuman yang dijatuhkan pengadilan," kata Setya, Jakarta, Selasa (5/5).
Dia juga memuji tindakan Jaksa Agung M Prasetyo yang menunda eksekusi mati terhadap Mary Jane demi memberi kesempatan baru sesuai temuan fakta yang ada. Selanjutnya, semua pihak tinggal menunggu proses hukum berikutnya.
Menurutnya, jika ternyata proses hukum itu tidak mengubah bobot hukuman maka Mary Jane harus dieksekusi. Demikian pula sebaliknya, jika temuan baru itu mengarahkan Mary Jane bukanlah gembong narkoba, maka hukumannya bisa saja diubah.
"Saya selaku ketua DPR mendukung langkah tegas pemerintah Indonesia, dalam hal ini Presiden Jokowi yang begitu tegas dalam menegakkan hukum. Juga kepada Jaksa Agung yang tegas mengambil tindakan apapun," jelas Setya.
Sementara itu, politikus PDIP Maruarar Sirait juga menyatakan dukungannya atas tindakan Jaksa Agung M Prasetyo yang menunda eksekusi mati Mary Jane. Menurut dia, salah kaprah bila menganggap penundaan itu akibat tekanan dari pemerintah Filipina.
"Filipina bukan negara adikuasa. Jadi saya kira tak tepat bila dikatakan negara itu bisa menekan Indonesia. Bagi saya, Jaksa Agung sudah bekerja profesional. Sebab penundaan memang karena ada ditemukan fakta baru, masalah hukum baru di Filipina," jelas Maruarar.
Menurut Maruarar, Filipina sangat menghormati proses hukum di Indonesia. Sama juga seperti Indonesia menghormati proses hukum di negara yang dipimpin Presiden Aquino tersebut.
"Ini Indonesia memilih kebijakan itu, bukan bukan karena ada tekanan. Indonesia jauh lebih besar dari Filipina. Tapi ini sebuah sikap bahwa Indonesia juga menghargai proses hukum di Filipina yang menemukan bukti baru. Mari kita dukung upaya mencari keadilan," tutur Maruarar.