Gayeng Santri, program andalan Polres Purworejo tangkal paham radikal
Gayeng Santri, program andalan Polres Purworejo tangkal paham radikal. Melalui program Gayeng Santri, jajaran Polres rutin berkunjung ke berbagai pondok pesantren (Ponpes).
Merebaknya paham-paham radikal yang kemudian disusul dengan teror bom di beberapa daerah menjadi ancaman serius di negeri ini. Bahkan pada Selasa (24/10) pagi, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror kembali menangkap dua pria terduga teroris di sebuah rumah di Jalan Kopkar Raya, Perumahan Pandau Permai, perbatasan Kabupaten Kampar dengan Kota Pekanbaru, Riau.
Dalam menangkal paham-paham radikal yang kemudian dapat melahirkan para penyebar teror, kepolisian tak bisa bekerja sendiri. Peran masyarakat khususnya tokoh agama sangat penting dalam menangkal munculnya bibit-bibit gerakan radikal ini.
Sebagaimana yang dilakukan jajaran Polres Purworejo, Jawa Tengah. Melalui program Gayeng Santri, jajaran Polres rutin berkunjung ke berbagai pondok pesantren (Ponpes).
"Kita programkan tiap bulan Gayeng Santri, bertemu dan berdiskusi dengan santri. Berdiskusi terkait apa yang sedang menjadi topik pembicaraan terutama terkait radikalisme," kata Kapolres Purworejo, AKBP Teguh Tri Prasetya usai bertemu dengan Pimpinan Ponpes Al-Iman Desa Bulus Kecamatan Gebang Purworejo, KH Hasan Agil Al Ba'abud, Selasa (24/10).
Sejauh ini memang belum ada indikasi munculnya kelompok dengan paham-paham radikal di wilayahnya, namun upaya pencegahan harus dilakukan. "Purworejo yang sudah aman dan kondusif jangan sampai teracuni oleh paham-paham seperti itu. Makanya kita gandeng beliau-beliau yang ditokohkan di sini bersama-sama mencegah radikalisme itu," jelasnya.
Polres juga pernah mendatangkan mantan teroris untuk berbicara di depan para santri untuk mencegah jangan sampai ada yang mengikuti aliran radikal seperti itu. Program Gayeng Santri telah dilaksanakan sejak lama dan merupakan buah usulan dari para tokoh agama di Purworejo.
Sementara itu Pimpinan Ponpes Al-Iman, KH Hasan Agil Al Ba'abud menyampaikan dalam memberantas radikalisme dan terorisme, polisi juga perlu melakukan pendekatan kultural dengan menggandeng tokoh agama dan tokoh masyarakat.
Gerakan radikal kata KH Hasan bisa masuk dari segala penjuru dan komponen, salah satunya dengan menggunakan label agama khususnya Islam dan menggoreng isu-isu SARA. Padahal dalam Islam sendiri tak ada ajaran tentang kekerasan dan mengajarkan pengikutnya berbuat radikal.
"Indonesia ini sudah sangat toleran dari dulu. Aliran-aliran baru ini mereka. Biasa lihat unta, sekarang lihat kambing, kaget," jelasnya. "Bicara toleransi Indonesia sudah paling bagus dan ini (radikalisme dan terorisme) harus kita tanggulangi bersama," sambungnya.
Kepada para santrinya, KH Hasan selalu menanamkan rasa cinta kasih kepada negara dan bangsa. Cinta kepada bangsa dan negara (hubbul wathan) merupakan bagian dari iman. Para santri juga rutin diberikan pelajaran terkait sejarah berdirinya Indonesia.
"Tidak gampang perjuangan pendahulu kita. Apa kita enggak malu dengan para pendiri bangsa ini dan bisa dengan mudah mau dirusak?" pungkasnya.
Baca juga:
Nusron sebut radikalisme sudah menjalar ke PNS, Perppu Ormas wajib didukung
Survei Alvara: 29,6 Persen profesional setuju negara Islam diperjuangkan
Hari santri di Malang, tim cyber NU-Polri MoU antiradikalisme & terorisme
Aksi kebangsaan perguruan tinggi dinilai bisa hilangkan virus radikalisme
Strategi agar kampus tak disusupi paham radikal
Paham radikal marak, Nusron sebut peran santri NU sangat sentral jaga keberagaman
Menko PMK sebut ketahanan keluarga kunci mencegah radikalisme
-
Bagaimana peran Ditjen Polpum Kemendagri dalam menangani radikalisme dan terorisme? Ketua Tim Kerjasama Intelijen Timotius dalam laporannya mengatakan, Ditjen Polpum terus berperan aktif mendukung upaya penanganan radikalisme dan terorisme. Hal ini dilakukan sejalan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024.
-
Kenapa Ditjen Polpum Kemendagri menggelar FGD tentang penanganan radikalisme dan terorisme? Direktorat Jenderal (Ditjen) Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menggelar Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka Fasilitasi Penanganan Radikalisme dan Terorisme di Aula Cendrawasih, Kantor Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Jawa Tengah, Rabu (23/8).
-
Apa tujuan dari FGD tentang penanganan radikalisme dan terorisme yang diselenggarakan Ditjen Polpum Kemendagri? Lebih lanjut, Handoko berharap, FGD Penanganan Radikalisme dan Terorisme ini dapat memberikan wawasan dan pemahaman dalam upaya penanganan penyebaran paham radikalisme dan terorisme. Dengan demikian, nantinya dapat terbangun stabilitas sosial politik dan keamanan dalam menjaga keutuhan bangsa Indonesia.
-
Siapa saja yang terlibat dalam FGD tentang penanganan radikalisme dan terorisme yang diselenggarakan Ditjen Polpum Kemendagri? FGD melibatkan sejumlah narasumber dari berbagai instansi terkait. Mereka di antaranya Kepala Badan Kesbangpol Provinsi Jawa Tengah, Binda Jawa Tengah, Satuan Tugas Wilayah Densus 88, serta Sekretaris Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Tengah.
-
Bagaimana Munir mengubah pandangan radikalnya? Setelah melakukan banyak dialog dan berbagai interaksi dengan para ahli agama dan tokoh masyarakat, ia mengaku bahwa pemahaman yang sebelumnya ia yakini sangat keliru karena membahayakan keselamatan orang lain.
-
Bagaimana cara mencegah tindakan terorisme? Cara mencegah terorisme yang pertama adalah memperkenalkan ilmu pengetahuan dengan baik dan benar. Pengetahuan tentang ilmu yang baik dan benar ini harus ditekankan kepada siapa saja, terutama generasi muda.