Gelar silaturahmi, Kepala BNPT 'ceramahi' para pemred soal teroris
Gelar silaturahmi, Kepala BNPT 'ceramahi' para pemred soal teroris. Suhardi Alius mengatakan perkembangan radikalisme saat ini sudah pada tahap yang sangat mengkhawatirkan. Sebab bukan saja pada variabel seperti kebodohan, kemiskinan atau kekecewaan.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Suhardi Alius mengatakan perkembangan radikalisme saat ini sudah pada tahap yang sangat mengkhawatirkan. Sebab bukan saja pada variabel seperti kebodohan, kemiskinan atau kekecewaan.
"Tetapi perkembangan radikalisme yang mengarah kepada terorisme ini sudah merambah ke tingkat kalangan intelektual di mana kalangan intelektual ini sudah mulai terpapar paham radikalisme," kata Suhardi dalam acara silaturahmi BNPT dengan para pemimpin redaksi media massa nasional yang tergabung dalam Forum Pemred, Senin (26/9) malam.
Acara yang ikut dihadiri oleh Menko Polhukam Wiranto itu digelar sebagai upaya mempererat tali silaturahmi dikalangan media massa dan memberikan informasi tentang perkembangan terorisme. Suhardi memberikan gambaran mengenai bagaimana bahayanya paham radikal terorisme yang terjadi saat ini agar bisa dicegah jangan sampai menyebar ke masyarakat yang dapat mengganggu sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Di acara ini saya bersama dengan Menko Polhukam ingin bertemu bersama teman-teman Forum Pemred ini untuk memberikan masukan gambaran situasi bagaimana radikalisme itu di Indonesia yang perlu mengedepankan unsur kewaspadaan," kata Suhardi.
Mantan Kabareskrim Polri ini mengatakan dengan adanya pertemuan tersebut memberikan gambaran bagaimana mengantisipasi perkembangan dari pada narapidana tindak pidana terorisme termasuk fenomena Foreign Terrorist Fighter (FTF) yang ada di Suriah mengenai bagaimana implikasi-implikasinya.
"Karena kalau sampai mereka kembali ke Indonesia bagaimana kita harus bisa mengatasinya. Untuk itu kita sampaikan kepada Forum Pemred ini sebagai salah satu peranan penting bagaimana mengemas berita terkait masalah terorisme ini jangan sampai pemberitaan itu nantinya malah menimbulkan sel-sel baru," ujar pria yang pernah menjadi Kepala Divisi Humas Mabes Polri dan Kapolda Jawa Barat ini.
Dirinya sangat berharap adanya pemahaman dari para pemimpin redaksi media massa nasional untuk bisa mengemas berita-berita yang terkait radikalisme secara bijak.
"Dalam artian media bisa memikirkan apa dampak ataupun implikasi dari pemberitaan yang berkaitan dengan kasus terorisme, Diharapkan berita yang ditampilkan bisa mereduksi radikalisme di Indonesia yang sangat multi player effeck," ujar alumni Akpol 1985 ini.
Dia juga memohon dukungan agar amandemen Undang-undang Terorisme yang saat ini sedang digodok di DPR bisa memberikan payung hukum yang kuat dalam menangkal aksi-aksi terorisme yang terdeteksi sejak dini agar bisa dilakukan penindakan.
"Karena selama ini kita sudah berhasil mendeteksi tetapi kami tidak bisa menindak karena payung hukumnya tidak ada karena mereka (kelompok terorisme) belum melakukan aksinya. Aparat baru bisa menindak setelah adanya kejadian. Untuk itu dalam amandemen Undang-undang terorisme ini hal-hal tersebut kita cantumkan," ujarnya.
Sementara itu Menko Polhukam Wiranto sangat mengapresiasi apa yang dilakukan BNPT dengan mengumpulkan para pemimpin redaksi media massa untuk dapat menyamakan persepsi dalam memberitakan masalah terorisme.
"Tentunya apa yang dilakukan BNPT ini sangat bagus untuk menyamakan persepsi tentunya dalam rangka memberitakan masalah terorisme dimana aksi-aksi dan perkembangan terorisme sudah sangat mengkhawatirkan. Dan kami juga mengapresiasi BNPT yang sudah menggandeng 17 Kementerian/Lembaga terkait untuk bersama-sama dalam penanggulangan terorisme," ujar Wiranto.