Guru Besar sampai Civitas Undip Bergerak, Kecewa dengan Sikap Jokowi di Pemilu 2024
Terkait aksi ini memang tidak dihadiri Rektor Undip Prof Dr Yos Johan Utama, namun aksi tetap berjalan.
Aksi sebagai bentuk kegelisahan atas sikap Jokowi selama kontestasi Pemilu 2024.
Guru Besar sampai Civitas Undip Bergerak, Kecewa dengan Sikap Jokowi di Pemilu 2024
- Ramai-Ramai Guru Besar Kritik Pemerintah, Stafsus Milenial Presiden: Hanya 9 dari 4.004 Kampus
- Unair Memanggil, Guru Besar dan Akademisi Minta Jokowi Hentikan Politik Kekeluargaan
- Guru Besar dan Civitas Akademi UGM Bikin Petisi Kritik Pemerintah, Ini Reaksi Jokowi
- Dibisiki Kelas Kurang, Jokowi Bangun Kampus II Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Habiskan Rp200 M
Para guru besar, Civitas, alumni dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang memilih ikut bergabung dengan kelompok BEM mahasiswa untuk menyatukan gerakan mengecam tindakan Presiden Joko Widodo terkait kondisi politik nasional terkini.
Aksi mereka menyoroti masalah etika dan moral dalam berdemokrasi yang digelar di Taman Inspirasi Rektorat Undip Tembalang, Rabu (7/2).
Sebagai bentuk kegelisahan atas sikap Jokowi selama kontestasi Pemilu 2024. Tampak di tengah kerumunan massa ada guru besar FK Undip Prof Zainal Muttaqin, Dr Nur Hidayat Sardini dan sejumlah civitas akademika lainnya.
"Kami menyerukan kepada presiden bahwa langkahnya tidak tepat. Karena ketika presiden ikut turun ke lapangan maka situasinya jadi benar-benar repot," kata dosen ilmu politik FISIP Undip, Dr Nur Hidayat Sardini, Rabu (7/2).
Masifnya pergerakan dari para civitas akademika terutama di Undip untui menyikapi Pemilu 2024 tak lepas dari banyaknya pelanggaran etika yang dilakukan pemerintah. Banyaknya pelanggaran, pihaknya menganggap penyelenggara pemilu sudah berulang kali melanggar aturan selama Pemilu 2024.
Mulai dari sikap MK yang melanggar ketentuan hukum atas pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres. Belum lama ini Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari juga dinyatakan oleh DKPP melakukan pelanggaran atas keputusannya meloloskan pencalonan Gibran.
"Implikasi dari keputusan DKPP sudah ada pelanggaran etik. Ini sudah berulang-ulang juga. Karena itulah kami bergerak mengekspresikan mengingat kondisinya yang sedang tidak baik-baik saja. Sistem demokrasi kita juga sedang tidak baik-baik saja. Demokrasi kita sedang terancam. Nurani kita ikut prihatin," ujarnya.
Terkait aksi ini memang tidak dihadiri Rektor Undip Prof Dr Yos Johan Utama, namun aksi tetap berjalan.
"Rektor tidak ikut aksi ini hanya mengetahui saja. Tetapi untuk kapasitas saya untuk mengkoreksi rektor tidak berani. Itu atasan saya, yang utama kami bergerak bukan atas nama lembaga," ujarnya.
Pihaknya secara blak-blakan menyatakan gerakan mengecam pemerintah kali ini tidak dimotori para paslon capres 01, 02 maupun 03.
"Kami posisinya tidak berada di semua paslon. Kami mewakili masyarakat kampus yang menganggap demokrasi sedang dalam ancaman. Terutama demokrasi elektoral. Maka semoga masyarakat menilai kondisi kita yang ada saat ini," jelasnya.
Bahwa Undip merupakan bagian integral dari bangsa Indonesia yang sudah sepantasnya untuk turut menyerukan kegelisahan yang muncul di seluruh masyarakat Indonesia. Elemen kampus terutama para guru besar dan mahasiswa menjadi bagian terpenting yang bisa diandalkan untuk bergerak mengkritisi sikap pemerintah pusat.
"Ketika masyarakat kampus bergerak maka ini jadi seruan yang serius," ungkapnya.
Terpisah Manajer Layanan Terpadu dan Humas Undip, Utami Setyowati mengatakan pernyataan sikap yang disampaikan para guru besar bukan atas nama institusi kampusnya.
"Segala yang berkenaan dengan pernyataan sikap menjadi pendapat pribadi masing-masing. Undip sebagai insitusi negara selalu berusaha menjaga dan menegakkan netralitas dan budaya santun serta damai dalam setiap Pemilu," kata Utami.