Ramai-Ramai Guru Besar Kritik Pemerintah, Stafsus Milenial Presiden: Hanya 9 dari 4.004 Kampus
Staf Khusus Presiden Jokowi menilai ragam kritik yang ditujukan dalam petisi itu sebenarnya tidak terbukti.
Staf Khusus Presiden Jokowi menilai ragam kritik yang ditujukan dalam petisi itu sebenarnya tidak terbukti.
Ramai-Ramai Guru Besar Kritik Pemerintah, Stafsus Milenial Presiden: Hanya 9 dari 4.004 Kampus
Guru besar dan sivitas akademika di sejumlah universitas menyampaikan petisi mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi.
Staf Khusus Presiden Jokowi, Billy Mambrasar menilai ragam kritik yang ditujukan dalam petisi itu sebenarnya tidak terbukti.
"Seperti soal presiden tidak boleh kampanye. Pada kenyataannya di Undang-Undang kan boleh, asal tidak menggunakan fasilitas negara," ujar Billy, usai berbicara di kampus Unipar Jember, (07/02).
Meski demikian, Istana tetap menghargai kritikan-kritikan tersebut sebagai bagian dari proses demokrasi.
"Itu bagian dari dinamika demokrasi, di mana pandangan yang berbeda akan ditanggapi dengan diskusi yang berlanjut. Seperti apa diskusinya, nanti akan dibuat dalam forum yang tepat, dua arah dan dalam konteks yang tepat," ujar Billy.
Billy menekankan, jumlah kampus yang menyampaikan kritik atas pelanggaran etika oleh pemerintahan saat ini, masih sedikit dan tidak representatif. Selain itu, guru besar atau sivitas akademika yang terlibat tidak mewakili lembaga.
Sepengetahuannya, saat ini ada sembilan perguruan tinggi yang mengajukan petisi dari 4.004 kampus.
"Itu hanya nol koma nol sekian persen, kecil sekali. Tidak representatif. Mereka yang menyampaikan bahwa negara krisis demokrasi, itu tidak merepresentasikan kampus tersebut secara keseluruhan. Karena tidak semua warga kampus mengatakan hal yang sama,” lanjutnya.
Bandingkan Politik Dinasti dengan di AS dan Singapura
Billy juga ikut menanggapi soal tudingan Jokowi sedang membangun politik dinasti jelang berakhirnya masa jabatan sebagai presiden.
Menurut Billy, apa yang dilakukan Jokowi tidak jauh berbeda dengan politikus senior lain.
"Bu Mega sebagai ketua partai, putrinya jadi Ketua DPR RI, lalu beberapa struktural partai juga dipegang relasi terdekat bahkan cucunya juga akan maju dalam Pileg 2024. Lalu pak Surya Paloh sebagai bagian dari Nasdem, anaknya Prananda Paloh juga DPR RI dan akan maju dalam pileg. Bahkan kalau kita tarik, ibu Mega adalah anak dari presiden pertama," tutur Billy.
"Jadi pertanyaannya adalah apakah politik dinasti itu baik atau buruk, itu yang kita harus telaah,” ujar Billy.
Ia juga membandingkan praktik regenerasi politik di luar negeri.
"Presiden John F Kennedy itu bapaknya juga anggota legislatif, lalu bapaknya menunjuk putranya jadi capres dan terpilih. Kalau kita ingat, John F Kennedy adalah salah satu presiden terbaik AS karena mengeluarkan UU Anti rasisme, dan yang pertama memberikan perempuan hak untuk ikut pemilu,” tutur pria asal Papua ini.
Billy juga membandingkan dengan politik di Singapura. Di mana Perdana Menteri Singapura saat ini, Lee Hsien Long merupakan putra dari pendiri dan PM pertama negeri singa itu, Lee Kuan Yew.
"PM Singapura yang sekarang, yang bisa membawa Singapura maju seperti saat ini, dia adalah anak dari PM Singapura sebelumnya. Jadi ketika Lee Kuan Yew masih jadi PM, anaknya sudah disiapkan sebagai calon PM. Politik dinasti juga kan," ujar Billy.
"Kenapa masyarakat Singapura tidak protes? Karena Singapura negara maju. Jadi bukan tentang dinasti atau tidak dinasti. Tapi kita memilih orang yang tepat untuk membawa negara kita menjadi negara maju," kata Billy.