Hak angket dari DPR dinilai bisa buat semua lembaga termasuk KPK
Keputusan DPR mengesahkan hak angket kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuai banyak polemik. Angket digulirkan Komisi III DPR itu juga diduga kental dengan konflik kepentingan.
Keputusan DPR mengesahkan hak angket kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuai banyak polemik. Angket digulirkan Komisi III DPR itu juga diduga kental dengan konflik kepentingan.
Munculnya hak angket buat KPK ini berawal dari permintaan membuka rekaman kesaksian Miryam S Haryani, anggota Komisi V DPR sekaligus saksi dalam kasus mega proyek korupsi e-KTP. DPR merasa KPK perlu terbuka. Sebab, Miryam dalam kesaksiannya menganggap telah mendapat intervesi dari penyidik KPK.
Guru Besar hukum pidana Universitas Padjajaran Prof Romli Atmasasmita, menilai penggunaan angket DPR kepada KPK merupakan hak konstitusional dewan. Sehingga hak angket itu bisa juga dipakai kepada lembaga selain KPK.
"Hak konstitusional DPR itu yang terkuat sebetulnya jika dibandingkan dengan KPK. Karena KPK bukan lembaga konstitusi, dia dibuat untuk memperbaiki polisi dan kejaksaan saat itu. Hak angket DPR itu bisa ke semua lembaga pemerintahan termasuk KPK," ujar Romli kepada wartawan, Jakarta, Minggu (30/4).
Menurut arsitek pembentukan lembaga antirasuah di Indonesia, dalam penggunaan hak angket, DPR ingin mendalami tujuh dugaan ketidakpatuhan anggaran sebagaimana temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Bukan hanya mengutamakan membuka rekaman pemeriksaan Miryam.
Dia menyarankan DPR lebih fokus membahas mengenai dugaan soal anggaran sesuai temuan BPK. Sehingga tidak selalu berkaitan dengan terkait pemeriksaan Miryam saja dan tetap bisa dilanjutkan.
"Harusnya dari awal DPR ngomong hak angket ini ditujukan kepada dugaan penyelewengan anggaran," ujarnya. "Kalau hak angket terhadap kinerja lembaga, pemerintahan ataupun departemen, kementerian lembaga baik yang namanya KPK itu sangat bisa."
Soal kekhawatiran banyak pihak soal hak angket dijadikan alat buat menelanjangi KPK, dia merasa itu hal wajar. Ini dikarenakan bentuk dari pengawasan diberikan kepada lembaga antirasuah.
Maka dari itu, diharapkan DPR fokus bahas hak angket kepada KPK sesuai temuan dari BPK. "Harusnya jelas DPR menyampaikan hak angket untuk mempertanyakan hasil laporan BPK," terangnya.
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak boleh hadir dalam proses politik tidak legal. Sebab, mereka merasa hak angket buat KPK tidak sah.
"Angket itu tidak sah, forum itu juga tidak sah. Jadi tidak bisa forum tidak sah menilai orang tertentu salah atau tidak. Lalu secara sepihak juga mengesahkan angket. Apa yang dilakukan itu sudah melecehkan anggota DPR lainnya," kata peneliti ICW Donal Fariz, Sabtu kemarin.
Menurut Donal, tidak sahnya forum dan angket disebabkan karena jumlah peserta yang datang dalam forum tersebut. Berdasarkan undang-undang, persetujuan forum menjadi sah apabila disetujui lebih dari setengah peserta forum.