Hakim Ketua MK Larang Interupsi saat Sidang Putusan Sengketa Pileg 2024
Pengucapan putusan pada hakikatnya adalah penyampaian pernyataan dan pendapat hakim yang harus dihormati.
Pengucapan putusan pada hakikatnya adalah penyampaian pernyataan dan pendapat hakim yang harus dihormati.
- Ketua MK Tegaskan Tak akan Biarkan Hakim Diiming-imingi untuk Pengaruhi Putusan Sengkata Pilkada 2024
- Tegas, Hakim Ketua MK Ingatkan Peserta Sidang Kedepatan Main HP Dikeluarkan!
- Hakim MK Minta KPU Segera Perbaiki Sirekap: Sebentar Lagi Pilkada
- Hakim MK Sentil Pengacara KPU karena Tak Pernah Bertanya: Enak Sekali Jadi Kuasa Hukum, Diam
Hakim Ketua MK Larang Interupsi saat Sidang Putusan Sengketa Pileg 2024
Hakim Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo membuka sidang pengucapan putusan sengketa Pileg 2024. Sidang ini akan menjadi babak akhir para pemohon baik yang berasal dari partai ataupun perseorangan dalam perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) legislatif.
Suhartoyo menjelaskan, aturan sidang kali ini adalah satu arah. Artinya, para pemohon, termohon dan terkait tidak ada yang boleh menyanggah atau meminta interupsi.
“Agenda persidangan pada pagi hari ini untuk pengucapan putusan dan mungkin juga ada ketetapan nanti. Oleh karena itu pada sesi putusan nanti diingatkan kepada para pihak untuk tetap menjaga ketertiban dan tidak diperkenankan adanya interupsi,” kata Suhartoyo di ruang sidang utama, Gedung MK Jakarta, Kamis (6/6).
Suhartoyo menjelaskan, pengucapan putusan pada hakikatnya adalah penyampaian pernyataan dan pendapat hakim yang harus dihormati, dan diberi kesempatan. Sehingga tidak pada tempatnya kalau ada yang menyela atau interupsi.
“Sebab para pihak sudah diberi kesempatan yang cukup pada persidangan sebelumnya oleh karenanya hari ini adalah waktu dan kesempatan para hakim berpendapat menyatakan pendapat-pendapatnya,” jelas Suhartoyo.
Suhartoyo lalu memulai membacakan pandangan hakim terhadap sejumlah perkara yang disidangkan. Dia memulai dengan perkara nomor 55 02-02-12/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024
Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR RI,DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat Dapil Cianjur 3 yang dimohonkan oleh Hendry Juanda caleg dari Partai Gerindra.
Pada permohonannya diketahui, Hendry bersengketa soal hasil dengan sesama rekan separtainya yaitu Gugun Gunawan. Menurut Pemohon, seharusnya perolehan suara Hendry Juanda sebanyak 5.514 suara, sedangkan KPU menetapkan 5.499 suara.
Sementara, menurut Pemohon, perolehan suara Gugun Gunawan hanya 5.506 suara, bukan 5.539 suara sebagaimana ditetapkan KPU. Pemohon mengaku dirugikan karena adanya pengurangan suara Hendy Juanda yang dilakukan KPU.
Penambahan perolehan suara calon anggota DPRD Kabupaten Cianjur Dapil 3 untuk Gugun Gunawan terjadi di TPS 12, TPS 13, TPS 14, TPS 15, dan TPS 16 Desa Mentengsari Kecamatan Cikalongkulon dengan adanya pencoblosan surat suara di luar waktu yang ditentukan dan dilakukan oleh Kepala Desa Mentengsari bernama Somantri beserta dengan oknum KPPS.
Pemohon mendalilkan adanya pembukaan kotak suara yang tidak dilakukan sebagaimana mestinya di sejumlah TPS yang telah disebutkan. Menurut Pemohon, terjadi pelanggaran Pasal 327 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).