Hakim tolak seluruh permohonan praperadilan Nur Alam
Hakim juga menolak seluruh eksepsi dari pihak pemohon dan memerintahkan pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar nihil. "Membayar biaya perkara sebesar nihil. Demikian putusan kami," ucap I Wayan Karya.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam. Majelis dipimpin hakim tunggal I Wayan Karya.
"Dalam pokok perkara menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Hakim Wayan Karya saat membacakan putusan akhir praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (12/10).
Selain itu, Hakim Tunggal I Wayan Karya juga menolak seluruh eksepsi dari pihak pemohon dan memerintahkan pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar nihil.
"Membayar biaya perkara sebesar nihil. Demikian putusan kami," ucap I Wayan Karya.
Pendukung Nur Alam yang tergabung dalam Sulawesi Tenggara Menggugat KPK (Sulam KPK) sempat melakukan demonstrasi di depan PN Jaksel. Akibatnya, lalu lintas di Jalan Ampera Raya Jakarta Selatan tersendat di kedua arah.
Seperti diketahui, Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK berdasarkan surat perintah penyidikan KPK pada 15 Agustus 2016. Nur Alam diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan mengeluarkan Surat Keputusan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan Eksplorasi, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Ekslorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di kabupaten Buton dan Bombana Sulawesi Tenggara.
Nur Alam dalam perkara ini disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp 1 miliar.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) 2013, Nur Alam diduga menerima aliran dana sebesar 4,5 juta dolar AS atau setara dengan Rp 50 miliar dari Richcorp Internasional yang dikirim ke bank di Hong Kong dan sebagian di antaranya ditempatkan pada tiga polis AXA Mandiri.
Richcorp, melalui PT Realluck International Ltd (saham Richcop 50 persen), merupakan pembeli tambang dari PT Billy Indonesia.