Hanura dan NasDem setuju langkah Jokowi ungkap kasus HAM 1965
Walau pemerintah tengah didesak meminta maaf atas kejadian pelanggaran HAM masa lalu, mereka meminta Jokowi menolaknya.
Ketua DPP Partai Hanura Sarifuddin Sudding mendukung langkah Presiden Joko Widodo memerintahkan Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan mengungkap kuburan massal korban pelanggaran HAM 1965. Apalagi itu dilakukan guna membuktikan kebenaran.
"Kita menghargai adanya keinginan pemerintah saat ini untuk mengetahui benar tidaknya kuburan massal tragedi 65 itu. Saya kira itu bagian dari proses untuk mengungkap," kata Sudding saat dihubungi merdeka.com, Rabu (27/4).
Anggota komisi III DPR ini, mengaku jika ada kesan fakta sejarah 1965 sengaja dipendam. "Saya kira memang ini suatu sejarah yang kelam," tuturnya.
Meski begitu, Sudding mengungkapkan bahwa negara memang harus bertindak dewasa terkait konflik masa lalu. Menurutnya, tak perlu dipojokkan siapa bersalah atau tidak. Hal tersebut guna tidak muncul perpecahan baru.
"Menurut saya jangan kita side back lagi ke belakang untuk minta pertanggungjawaban apa atau siapa. Ini kan kejadian yang sudah cukup lama. Kalaupun itu terjadi, semoga mereka tenang di kuburannya. Tapi dengan kebesaran jika kita harus menerima tentang fakta sejarah seperti itu. Saya kira itu penting dalam kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara agar elemen bangsa saat ini tidak lagi saling menyalahkan," ungkapnya.
Walau pemerintah tengah didesak meminta maaf atas kejadian pelanggaran HAM masa lalu tersebut, Sudding meminta Jokowi menolaknya. Sebab, paling penting langkah itu dilakukan guna mengungkap fakta sejarah dan rekonsiliasi.
"Itu terlalu jauh lah. Permintaan maaf itu. Karena kita harus melihat fakta sejarah bagaimana kondisi bangsa ketika itu. Tidaklah pada tempatnya negara menyampaikan permintaan maaf. Yang penting ini tugas negara untuk membangun rekonsiliasi," ujarnya.
Senada dengan Sudding, anggota Komisi III DPR Akbar Faizal menilai upaya Jokowi menuntaskan kasus HAM 1965 merupakan upaya bagus. Dia juga mengaku tidak tahu apakah benar ada kuburan massal korban 1965. Dirinya juga dia tidak sepakat jika Jokowi minta maaf pada keluarga korban.
"Kalau minta maaf saya tidak setuju. Apa yang harus diminta maaf. Enggak ada yang perlu minta maaf. Ya minta maaf juga dong PKI yang membuat bangsa ini mundur. Saya enggak mendukung presiden untuk minta maaf dan enggak ada keinginan presiden untuk minta maaf," ungkap politikus Partai NasDem tersebut.
Baca juga:
Pemerintah jangan cari-cari alasan buat minta maaf ke korban 65
Fahri Hamzah minta Jokowi jadi aktor rekonsiliasi tragedi '65
YLBHI sambut positif sikap Jokowi usut tuntas tragedi 65
Orba kerap pelintir sejarah, PDIP dukung tragedi 1965 diungkap
Ini bukti ada kuburan massal korban tragedi 65
-
Siapa yang berhak atas HAM? Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada semua manusia, tanpa memandang ras, jenis kelamin, kebangsaan, suku, bahasa, agama, atau status lainnya.
-
Mengapa para aktivis mendesak Presiden Jokowi terkait pelanggaran HAM? Mereka mendesak segera diadilinya pihak-pihak yang diduga terlibat dalam sejumlah kasus kekerasan dan pelanggaran berat HAM.
-
Kenapa KH Ahmad Hanafiah dianugerahi gelar Pahlawan Nasional? Gelar tersebut diserahkan oleh Presiden RI kepada perwakilan keluarga di Istana Negara Jakarta pada Jumat (10/11) lalu.
-
Kapan Komnas HAM memeriksa Usman Hamid? Komnas HAM memeriksa mantan anggota Tim Pencari Fakta (TPF) Munir, Usman Hamid untuk menyelidiki kasus pembunuhan Munir yang terjadi 20 tahun lalu. Istri Munir, Suciwati juga turut diperiksa oleh Komnas HAM.
-
Bagaimana HAM ditegakkan di Indonesia? Dalam proses menegakkan HAM, Indonesia memiliki undang-undang yang mengatur terkait masalah hak asasi manusia.
-
Bagaimana PNM memberdayakan nasabah? PNM bekerja untuk pemberdayaan nasabah melalui pembiayaan dan pendampingan. Pembiayaan dan pendampingan merupakan dua sisi mata uang yang tidak boleh dipisahkan satu dengan lainnya.