Harga kedelai mahal, perajin tempe di Lebak terancam bangkrut
Di Lebak, harga beli kedelai tembus Rp 8.200 per kilogram.
Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar menjadikan harga beli kedelai di Lebak, Banten naik, dari Rp 7.000 per kilogram menjadi Rp 8.200 per kilogram. Hal ini menyebabkan sejumlah perajin tempe di sana terancam gulung tikar.
"Kami sangat terpukul dengan kenaikan kedelai karena keuntungan relatif kecil akibat biaya produksi cukup tinggi," kata Adhari, seorang perajin tempe di Desa Rangkasbitung Timur, Kabupaten Lebak, Rabu (26/8).
Menurut dia, saat ini pelaku usaha tempe bingung setelah kedelai mengalami kenaikan. Akibat dampak kenaikan bahan baku tempe tersebut, tentunya mengancam keberlangsungan perajin usaha kecil.
Saat ini, produksi tempe berkurang sekitar 60 persen usai kenaikan kedelai di tingkat pengecer.
Apalagi, perajin tempe di Kabupaten Lebak tidak memiliki lembaga usaha, seperti koperasi maupun asosiasi yang bisa melindungi mereka.
Para perajin tempe di Kabupaten Lebak sejak dulu hingga sekarang menggunakan kedelai impor dari Argentina dan Amerika Serikat. Sebab pasokan kedelai lokal relatif terbatas, juga kualitasnya kalah jauh dengan kedelai impor.
Kenaikan kedelai itu, tentu produksi mengeluarkan modal dua kali lipat. Mereka perajin tempe untuk bertahan hidup mengurangi biaya produksi yang biasanya 60 kilogram kedelai, kini menjadi 32 kilogram.
Karena itu, pihaknya berharap pemerintah dapat melindungi para perajin tempe dengan memasok kedelai dengan harga murah dan terjangkau.
Dia mengatakan, apabila harga kedelai tidak segera dikendalikan pemerintah, dipastikan ratusan perajin tempe dan tahu di Kabupaten Lebak terancam bangkrut dan menimbulkan pengangguran.
Kebanyakan perajin di sini bermodal relatif kecil dan jika kedelai naik tentu bisa gulung tikar.