Hasyim Muzadi beberkan kelemahan pemerintah tangkal paham ISIS
Salah satunya terkait pemerintah yang belum memiliki UU tentang paham radikalisme.
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) KH Hasyim Muzadi membeberkan beberapa kendala yang dialami pemerintah Jokowi-JK, terkait penanggulangan gerakan radikalisme termasuk gerakan ISIS yang sudah menjadi ancaman di Indonesia. Kendala dan kesulitan yang pertama menurut Hasyim adalah soal kewaspadaan nasional.
"Penangkalan terorisme pada radikalisme baru pada hilir bukan pada hulu. Hulunya sama sekali tidak tersentuh sehingga harus bersama ulama berkualitas dan harus dilindungi. Ngajinya orang-orang keras gurunya jauh-jauh dari sana, dari Yaman, Sudan dan lain-lainya. Coba ngaji dengan kyai dekat-dekat, karena NU dan Muhammadiyah produk made in Indonesia," kata Hasyim dalam acara Rapat Koordinasi (Rakor) Pemantapan Sinergi Pencegahan dan Penanggulangan Pergerakan ISIS di di Gedung Ghradika Bhakti Pradja Kompleks Pemprov Jateng di Jalan Pahlawan, Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (7/4).
Kemudian, kendala yang kedua menurut KH Hasyim, tugas untuk menangkal dan menangani radikalisme tidak hanya tugas dari Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Namun, juga tugas dari para ulama dan umarok yang ada di Indonesia.
"Kedua, saya mau bukan polisi yang mengantisipasi dan mencegah tumbuhnya radikalisme di Indonesia karena polisi kalah dalil sama mereka. Harus diatur juga dalam manajerial tidak dilepas sendiri-sendiri tugas dari para ulama dan umarok untuk mengantisipasi munculnya gerakan radikalime," tuturnya.
Selanjutnya, di Indonesia sendiri belum adanya undang-undang yang bisa menangkal gerakan radikalisme dari hulu sampai ke hilir. KH Hasyim mencontohkan, jika di Malaysia, memiliki National Security Act (NSA) namun di Indonesia sama sekali belum ada payung hukumnya.
"Ketiga kita belum punya UU yang bisa menangkal di hulu sampai ke hilir. Kalau di Malaysia, mereka mempunyai Nasional Security Act. Kita nggak, kalau menangani ngawur tok," ungkapnya.
Di sisi lain, lanjut dia, penegak hukum tidak bisa sembarangan menangani orang-orang yang terlibat paham radikalisme tanpa ada payung hukum. Sebab hal itu bisa bersinggungan langsung dengan Hak Asasi Manusia (HAM).
"Selain itu, negara kita dalam hal ini pemerintah tidak mudah memberikan pernyataan lewat media. Tapi di tempat kita keuntungan media ya di pemilik saham atau pemilik pengusaha TV. Makanya saya kalau diundang kadang tidak mau ditarungke dengan arek-arek cilik-cilik. Kemarin kalau ada ISIS kemarin saja saya datang," paparnya.
Hasyim Muzadi melanjutkan, lemahnya pemerintah terhadap intervensi asing dalam berbagai bidang saat ini juga menjadi salah satu faktor persoalan menumpas paham radikalisme.Dia berharap ulama dan umarok secara proaktif ikut dilibatkan dalam penanggulangan gerakan radikalisme terutama ISIS di Indonesia.
"Ulama kita yang sebenarnya harus diikutkan cawe-cawe tidak diikutkan. Para ulama harus dilengkapi dengan informasi utuh terhadap perkembangan radikalisme. Mereka tidak diberitahu soal ISIS, akhirnya mereka tenang-tenang saja," pungkasnya.