ICW Kritik Jokowi: Koruptor Bisa Dihukum Mati, Tapi Hukuman Napi Dikurangi
Sikap inskonsistensi Presiden Jokowi itu seperti memberikan potongan penjara bagi koruptor setelah Peninjauan Kembali (PK) dikabulkan Mahkamah Agung (MA).
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait pernyataannya membuka peluang revisi Undang-undang mengatur tentang hukuman mati bagi koruptor. ICW menilai penyataan Presiden Jokowi berbanding terbalik dengan praktek penegakan hukuman kepada koruptor.
Sikap inkonsistensi Presiden Jokowi itu seperti memberikan potongan penjara bagi koruptor setelah Peninjauan Kembali (PK) dikabulkan Mahkamah Agung (MA). Mereka adalah terpidana korupsi Idrus Marham, terpidana kasus suap impor gula Irman Gusman, dan terpidana korupsi kasus suap impor daging, Patrialis Akbar.
-
Kasus korupsi apa saja yang menjerat Menteri Jokowi? Mantan Menpora Imam Nahrawi Terbukti menerima suap penyaluran pembiayaan dengan skema bantuan pemerintah melalui Kemenpora pada KONI Tahun Anggaran (TA) 2018 Mantan Menteri Sosial (Mensos) Idrus Marham terjerat kasus suap terkait proyek PLTU Riau-1. Ia pun divonis 3 tahun penjara oleh majelis hakim Tipikor Jakarta. Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo Edhy terjerat kasus korupsi ekspor benih lobster atau benur Mahkamah Agung (MA) menyunat vonis mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara. KPK menetapkan Juliari P Batubara sebagai tersangka kasus dugaan korupsi bansos Covid-19. Divonis penjara 12 tahun dan denda Rp 500 juta Terbaru ada Johnny G Plate ditetapkan tersangka dugaan korupsi pengadaan BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kemenkominfo Tahun 2020-2022.
-
Bagaimana Menteri Jokowi yang terjerat kasus korupsi mendapatkan hukumannya? Ia pun divonis 3 tahun penjara oleh majelis hakim Tipikor Jakarta. Mahkamah Agung (MA) menyunat vonis mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo KPK menetapkan Juliari P Batubara sebagai tersangka kasus dugaan korupsi bansos Covid-19. Divonis penjara 12 tahun dan denda Rp 500 juta Terbaru ada Johnny G Plate ditetapkan tersangka dugaan korupsi pengadaan BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kemenkominfo Tahun 2020-2022.
-
Apa isi dari gugatan terhadap Presiden Jokowi? Gugatan itu terkait dengan tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual.
-
Kapan Jokowi mencoblos? Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah melakukan pencoblosan surat suara Pemilu 2024 di TPS 10 RW 02 Kelurahan Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (14/2).
-
Siapa saja Menteri Jokowi yang terbukti terlibat kasus korupsi? Dua periode pemerintahan Presiden Jokowi setidaknya ada bebarapa menteri yang terjerat kasus korupsi. Di mana para menteri yang terjerat korupsi adalah kader partai pendukung pemerintah. Mantan Menpora Imam Nahrawi Terbukti menerima suap penyaluran pembiayaan dengan skema bantuan pemerintah melalui Kemenpora pada KONI Tahun Anggaran (TA) 2018 Mantan Menteri Sosial (Mensos) Idrus Marham terjerat kasus suap terkait proyek PLTU Riau-1. Ia pun divonis 3 tahun penjara oleh majelis hakim Tipikor Jakarta. Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo Edhy terjerat kasus korupsi ekspor benih lobster atau benur Mahkamah Agung (MA) menyunat vonis mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara. KPK menetapkan Juliari P Batubara sebagai tersangka kasus dugaan korupsi bansos Covid-19. Divonis penjara 12 tahun dan denda Rp 500 juta Terbaru ada Johnny G Plate ditetapkan tersangka dugaan korupsi pengadaan BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kemenkominfo Tahun 2020-2022.
-
Apa yang menjadi dasar penangkapan tersangka HW terkait korupsi di PT IMS? Penyidik Kejati Jatim telah menetapkan tersangka HW berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor KEP-541/m.5/Fd.2/12/2023 Tanggal 05 Desember 2023 dan melakukan penahanan selama 20 hari," ujarnya, Selasa (5/12) malam.
"Misal yang ajukan Peninjauan Kembali itu akhir 2019, ada Idrus Marham, ada Suroso Atmomartoyo, yang (putusannya) menghilangkan denda, sanksinya berat jadi sangat ringan," kata peneliti ICW Tama Langkun usai diskusi Cross Check by Medcom di Upnormal Coffee, Jakarta, Minggu (15/12).
Selain keringanan di level Mahkamah Agung, inkonsistensi terhadap koruptor memiliki standar berbeda. Tama mencontohkan dua petinggi partai seperti Nazarudin dan Setya Novanto yang keduanya disinyalir memiliki aliran dana ke luar negeri tidak dijatuhi hukuman seragam. Tama melihat, hanya Nazarudin yang ditindak dengan pasal pencucian uang.
"Harusnya ya kalau ke beberapa negara kena pasal pencucian uang sehingga tak ada inkonsistensi, semua standar aturan hukum penindakannya," kata Tama.
Dia pun mempertanyakan wacana dilontarkan Presiden Jokowi saat menjawab pertanyaan siswi SMK 57 Jakarta di Hari Antikorupsi Sedunia 2019 terkait hukuman mati koruptor. Tama berharap Presiden Jokowi mempunyai desain penguatan penindakan korupsi lebih baik ketimbang menghukum mati koruptor.
"Kita harap tentu presiden punya desain besar terkait pemberantasan korupsi yang menurut saya hilang. Kalau mau penguatan terhadap penindakan korupsi revisi UU Tipikornya, bukan UU KPK nya, kalau mau perkuat pencegahan itu ke Stranasnya. Tapi publik malah disajikan fenomena hukuman makin ringan," kata Tama.
Jokowi Dinilai Salah Ucap Sebut Koruptor Bisa Dihukum Mati
Tama juga menilai Presiden Jokowi salah ucap terkait pernyataannya koruptor bisa dihukum mati bila rakyat berkehendak. Sebab, menurut dia, aturan hukuman mati sudah tertulis dalam payung hukum Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
"Tidak perlu lagi kita jawab apakah masyarakatnya mengingikan apa tidak, dan ini menjadi domain penegak hukum (bukan lagi kehendak rakyat)," kata Tama.
Stigma hukuman mati, lanjut Tama, sebenarnya tidak juga memperbaiki indeks persepsi korupsi (IPK) sebuah negara. Sebab, di negara dengan IPK tinggi seperti Denmark atau Swedia yang tidak menerapkan hukuman mati, tercatat IPK mereka cukup tinggi ketimbang China yang digadang menerapkan hukuman mati.
"Sering kita dengar dari Presiden China Xi Jinping, seperti sediakan peti mati seperti itu kan seolah meletakkan hukuman mati adalah paling efektif dan kejam, padahal tidak juga IPK lebih baik dari Denmark dan Swedia yang sudah tak terapkan hukuman mati," jelas Tama.
Karenanya, hukuman mati terhadap koruptor diyakini tidak akan efektif. Tama menegaskan seharusnya Presiden Jokowi bisa lebih konsen terhadap penindakannya yang konsen terhadap revisi Undang-Undang yang relevan.
"Kalau mau menerapkan penguatan terhadap penindakan korupsi, revisi UU Tipikornya, bukan UU KPK. Kemudian kalau mau perkuat pencegahannya itu ke Stranasnya, tapi publik malah disajikan informasi fenomena hukuman yang makin ringan, ini inkonsistensi," Tama menandasi.
Reporter: Muhammad Radityo Priyasmono
(mdk/gil)