Ini alasan Jokowi tata ulang aturan sekolah lima sehari pekan
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengungkap alasan Presiden Joko Widodo menata ulang Peraturan Menteri (Permen) Nomor 23 Tahun 2017 yang mengatur tentang ketentuan sekolah lima sehari pekan. Padahal, kebijakan tersebut sudah disetujui Presiden dalam rapat terbatas.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengungkap alasan Presiden Joko Widodo menata ulang Peraturan Menteri (Permen) Nomor 23 Tahun 2017 yang mengatur tentang ketentuan sekolah lima sehari pekan. Padahal, kebijakan tersebut sudah disetujui Presiden dalam rapat terbatas.
"Sebenarnya gagasan atau ide ini secara prinsip sudah dilaporkan dalam ratas oleh bapak Mendikbud (Muhadjir Effendy). Ketika Permen (Peraturan Menteri) ini keluar kemudian menimbulkan berbagai pro dan kontra, ternyata (juga) banyak daerah yang belum siap terhadap hal tersebut," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (20/6).
"Kemudian presiden secara langsung kepada Mendikbud untuk mengevaluasi hal tersebut. Karena ini mempunyai pengaruh cakupan yang sangat luas terhadap seluruh anak didik kita, itu nantinya diatur dalam peraturan yang lebih kuat," sambung Pramono.
Mantan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan ini menerangkan, kebijakan sekolah lima hari sepekan sudah disampaikan Mendikbud Muhadjir Effendy pada 3 Februari 2017 lalu di Kantor Presiden, Jakarta.
Usulan itu ditindaklanjuti dengan risalah rapat terbatas tentang tindaklanjut program nation branding yang diitandatangani oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung pada 21 Februari 2017.
Risalah itu berbunyi, Presiden menyetujui usulan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan terkait upaya menyinkronkan libur sekolah dengan libur pegawai. Sehingga hari Sabtu dan Minggu dapat digunakan sebagai waktu berlibur masyarakat untuk menikmati kekayaan budaya dan alam Indonesia. Oleh karena itu, hal tersebut agar ditindaklanjuti.
"Jadi itulah yang kami jelaskan dan untuk langkah-langkah selanjutnya diminta untuk lebih pendalaman, pematangan, agar betul-betul gagasan ini kalau memang diterapkan tidak lagi menimbulkan pro dan kontra. Supaya bisa diterima seluruh elemen masyarakat," jelas Pramono.