Ini alasan Menkeu ngotot jalankan tax amnesty
Bila dana tersebut tidak ditarik sebelum 2017, maka akan menjadi milik negara lain.
Pemerintah berencana mengeluarkan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty. Kebijakan itu dinilai ampuh untuk menarik uang orang Indonesia yang ada di luar negeri agar penerimaan negara meningkat. Rencana ini menimbulkan penolakan dari berbagai pihak.
Di hadapan anggota Banggar, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menjelaskan, kebijakan tax amnesty tidak menjadi langkah pamungkas pemerintah untuk menggenjot penerimaan pajak.
Bambang menggarisbawahi, tax amnesty hanya salah satu cara agar uang orang Indonesia yang ada di luar negeri bisa ditarik masuk ke sistem keuangan dalam negeri.
"Tax amnesty bukan exit policy, karena pada 2017 ada kewajiban seluruh di dunia untuk lakukan keterbukaan pertukaran informasi," kata Bambang di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/10) malam.
Anggota Banggar dari Fraksi PKS, Ecky Awal Muharam menjadi salah satu yang menentang tax amnesty. Ecky menilai, seharusnya pemerintah membuka data wajib pajak, alih-alih mengeluarkan kebijakan tax amnesty.
Bambang menjelaskan, dalam kewajiban tersebut, data semua wajib pajak akan terbuka, dan otoritas manapun termasuk Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) bisa mendeteksi dana tersebut beserta pemiliknya. Bila dana tersebut tidak ditarik sebelum 2017, maka akan menjadi milik negara lain.
"Nantinya data wajib pajak di dunia akan terbuka dan bisa diakses oleh otoritas di manapun. Maka itu sebelum 2017 perlu ada tax amnesty. Kalau tidak uang mereka akan menjadi bagian penerimaan negara lain," jelas Bambang.
Atas risiko ini lah, Bambang menilai pemerintah perlu mengeluarkan tax amnesty. Potensi dana dari hasil kebijakan itu, bisa digunakan untuk membangun perekonomian Indonesia.
"Ini disiapkan tentunya akan dampak positif untuk perekonomian," tutup Bambang.