Ini cara Brigjen Arief antisipasi budaya jadi kriminalitas di Kalbar
Arief membangun call center untuk menjemput senjata api milik warga yang berada di pelosok Kalimantan
Hal yang perlu dilakukan saat seseorang bertugas di luar daerah adalah mempelajari budaya setempat, sehingga tugas bisa berjalan mulus. Ada pelajaran yang bisa dipetik Brigjen Arief Sulistyanto sebagai Kapolda Kalimantan Barat saat menangani kasus budaya yang dapat berujung menjadi kriminalitas.
Arief mengatakan penanganan yang perlu ditempuh harus dengan pendekatan budaya agar tidak menyakiti hati warga lokal. Kejadian pertama yang ditemui Arief adalah budaya masyarakat membakar lahan untuk membuka ladang.
"Bahkan ada juga warga Tionghoa berziarah kubur dengan membakar kertas. Bisa jadi karena membakar, kelalaian api kertas merambat ke rumput kering menyebabkan kebakaran," seperti dikutip dalam buku 'Salam Zero Revolusi Mental Mencetak Polisi Profesional Antikorupsi' Kamis (2/1).
Tentu budaya ini mengakibatkan kerugian yang bisa berujung kriminalitas. Tak jarang juga budaya ini dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mencari keuntungan dengan mudah. Caranya dengan mempekerjakan penduduk sekitar yang membakar lahan dengan teknik slash and burn cultivation.
Dalam hal ini Arief menempuh jalan keluar dengan menegakkan hukum berat terhadap siapa pun yang membakar lahan, setelah sebelumnya memberikan sosialisasi kepada masyarakat.
"Ancaman hukuman yang dapat dikenakan terhadap pihak yang dengan sengaja membakar lahan ialah penjara 10 tahun dan denda Rp 10 miliar," tulis buku tersebut.
Selain masalah asap, masalah lainnya yang erat dengan kebudayaan dan sejarah adalah kepemilikan senjata rakitan masyarakat Kalimantan Barat. Masyarakat Kalbar dulu banyak menyimpan senjata bekas perlawanan pemberontakan Pasukan Gerilya Rakyat Serawak yang memang banyak diberikan oleh pemerintah.
"Dalam perjalanan senjata api dipergunakan saat terjadi konflik etnis di Kalbar dan dimanfaatkan untuk berburu babi hutan. Kegiatan itu menjadi kebiasaan yang sering menimbulkan korban di kalangan pemburu karena senjata rakitan tidak standar dan bidikan tidak akurat," ungkap buku karangan Spripim Polda Kalbar Sumarni Guntur Rahayu.
Sejumlah langkah dipersiapkan agar masyarakat mau menyerahkan senjata secara sukarela yang berlangsung selama sebulan dari tanggal 7 Juli sampai 23 Agustus lalu. Bahkan Arief membuka call center yang memungkin senjata yang ingin diserahkan dijemput polisi seberapa jauh apapun daerahnya.
"Dari hasil operasi preventif terkumpul 447 senjata api laras panjang, 224 lantak, 31 bomenm 38 pistol dan 25 butir amunisi," sambung buku tersebut.
Dipimpin Arief, senjata ini pun dimusnahkan dan tindakan Arief mendapat apresiasi dari pimpinan daerah, tokoh masyarakat, tokoh adat, dan masyarakat adat.